Tentang Penulis

By | Sunday, July 25, 2010 1 comment
Ketika seorang teman yang berprofesi sebagai pemusik mengatakan padaku bahwa anak-anak muda sekarang lebih memilih musik sebagai mata pencaharian karena musik dinilai lebih gampang dibandingkan dengan seni lainnya seperti satra atau lukis, aku teringat pada satu tulisan di sebuah blog milik seorang penulis  yang mengatakan, jika anda seorang penulis pemula atau sedang dalam proses belajar menulis, tabah dan tanggunglah sendiri penderitaannya. Karena tidak akan menerima pujian dari siapa pun dalam periode berlatih. Orang tua anda tidak tahu apakah tulisan anda bagus atau tidak. Teman-teman anda juga tidak bisa menilai. Guru anda pun mungkin tidak tahu-menahu soal tulisan. Jadi, tulisan jelek orang-orang yang sedang belajar menulis, bisa dipastikan, tidak akan pernah mendapatkan pujian sebagaimana gambar-gambar buruk yang dihasilkan oleh anak-anak yang sedang belajar melukis. Karena itu anda harus tabah menjalani hari-hari tanpa pujian ketika anda belajar menulis.

Jika anda tidak memiliki daya tahan yang prima, ungkap penulis dalam blog tersebut, saya menyarankan sebaiknya anda berlatih yang lain saja. Lupakan menulis. Beralihlah ke latihan yang lain, latihan bermain gitar, misalnya, atau piano. Ini nasihat serius. Jika anda mengikuti kursus piano, enam bulan setelah kursus, anda mungkin sudah bisa memainkan komposisi sederhana atau sudah bisa memainkan Mozart ala kadarnya. Orang tua anda sudah bisa memamerkan "kehebatan" permainan anda kepada tamu-tamu yang datang. Teman-teman anda sudah bisa menikmati komposisi yang anda mainkan. Mungkin jari-jari anda masih sering kepleset, tetapi musik yang anda mainkan sudah terdengar nikmat. Teman-teman anda yang tidak mengerti musik, asal punya telinga, masih bisa menikmati musik yang anda mainkan dan memuji permainan anda[i].

Sebelum aku lanjutkan, perlu dictatat di sini, yang dimaksud menulis dalam pembahasan ini bukanlah seperti apa yang dilakukan anak SD sewaktu awal-awal belajar menulis atau seorang pedagang beras menulis surat tagihan kepada seorang pembeli, juga bukan seperti seorang dokter menulis resep. Menulis di sini maksudnya adalah kurang lebih mengungkapkan isi perasaan, argumentasi, berita ataupun hanya sekedar bercerita fiktif ke dalam satu bentuk tulisan dengan memperhatikan benar-benar unsur estetetika.

Kembali ke masalah musik dan menulis. Pernyataan yang diungkap oleh temanku yang pemusik itu tidak sepenuhnya benar. Anak-anak muda seperti itu mungkin sekadar mencari tenar dan keuntungan materi yang besar secara cepat.

Serta pernyataan penulis yang aku nukil di atas tentang saran untuk lebih memilih musik dibandingkan menulis jika tidak memiliki ketahanan prima, juga tidak sepenuhnya benar. Karena sejatinya baik musik, sastra ataupun melukis sama-sama membutuhkan mental baja, sama-sama bukan ilmu yang gampang dipelajari.

Karena tidak gampang itulah maka banyak pembahasan, terutama dalam bidang kepenulisan, mengenai permasalahan yang dihadapi oleh pemula.

Bagaimana merangkai kalimat yang baik, menyusun tema, mengelola ide, mencari referensi yang baik untuk dijadikan pengaruh, trik menanggulangi writer's block adalah beberapa contoh permasalahan dari segi teknis. Selain satu permasalahan lagi yang tidak kalah penting yaitu dari segi hasil, apa yang akan didapat setelah seorang penulis bersusah payah menyusun satu karya.

Di negeri ini, media cetak selain menjadi barometer kelayakan satu karya, bagi penulis pemula itu adalah jalan terpendek untuk mendapatkan timbal balik berupa materi.

Begitu besarnya minat para penulis pemula agar karyanya bisa dipublikasi mengakibatkan semakin besarnya kekuasaan media cetak. 10 atau 20 kali bagi penulis pemula mengirimkan karyanya ke meja redaksi belum tentu membuahkan hasil. Oleh karena itu tidak salah pernyataan, 'Jika anda tidak memiliki daya tahan yang prima, saya menyarankan sebaiknya anda berlatih yang lain saja. Lupakan menulis.'

Kesulitan-kesulitan seperti itu terjadi hampir merata di tiap Negara. Menulis, bukanlah perkara mudah (kebalikan dari penyataan Arswendo Atmowiloto), apalagi di negeri tercinta ini dimana dukungan pemerintah terhadap warganya untuk berkreasi sangat kurang.

Ketika pemerintah tidak bisa diandalkan, para penulis pemula biasanya akan mencari perhatian para senior. Mencoba mengambil ilmu serta pengalaman mereka.

Namun ketika para senior yang peranannya sangat dibutuhkan justru lebih memilih bersikap seperti para politikus memperebutkan kursi jabatan, mengungkit-ungkit kembali pertikaian di masa lalu, mengatasnamakan semua itu dengan kepentingan sastra, jangan heran jika kemudian nasib penulis pemula seperti gelandangan yang mesti melawan sendiri kerasnya jalan kepenulisan. Sedikit keberuntungan tidak mati di selokan. Dan jangan heran pula sastra di negeri tercinta ini akan terus terpuruk.




[i] As-laksana.blogspot.com
Newer Post Older Post Home

1 comment: