Latest Posts

Showing posts with label Indonesia. Show all posts
Showing posts with label Indonesia. Show all posts
Fakta Di Balik Kenaikan BBM
Dalam waktu dekat ini, Presiden SBY berencana kembali menaikkan harga BBM. Supaya terkesan kenaikan harga BBM ini “tak terhindarkan”, berbagai alasan pun diajukan.

Sayangnya, media massa di Indonesia tidak kritis. Mereka lebih banyak bertindak sebagai “jubir” pemerintah ketimbang menyampaikan informasi yang sehat kepada rakyat.

Karena itu, supaya masyarakat punya perspektif lain mengenai kenaikan harga BBM, berikut kami tuliskan beberapa fakta untuk menyingkap kebohongan di balik alasan pemerintah menaikkan harga BBM.

Pemerintah menyatakan: subsidi BBM telah menyebabkan defisit APBN

Kenyataannya:

- Subdidi BBM di APBN 2013 hanya Rp Rp193,8 triliun atau sekitar 12% dari total APBN. Faktanya, anggaran untuk membiayai aparatus negara mencapai 79% dari APBN. Sementara untuk membayar gaji pegawai mencapai 21%.

- Setiap tahun APBN juga dibebani oleh pembayaran cicilan utang dan bunganya. Untuk tahun 2012, porsi pembayaran utang mencapai   Rp113,2 triliun. Pada APBN 2013, anggaran pembayaran utang mencapai 21%. Padahal, sebagian besar utang itu tidak pernah dinikmati oleh rakyat.

- Pemborosan anggaran justru banyak dilakukan oleh pejabat negara: gaji Presiden SBY mencapai US$ 124.171 atau sekitar Rp 1,1 miliar per tahun (tertinggi ketiga di dunia); anggaran perjalanan dinas para pejabat negara Rp 21 trilun.
- Biaya pidato SBY untuk merespon HUT Kemerdekaan sebesar Rp 1,2 milyar; anggaran untuk parkiran kendaraan roda dua di Istana mencapai  Rp12,3 miliar, anggaran untuk 12 staf kepresidenan senilai Rp 27,5 miliar (tahun 2012), dan lain-lain. (Sumber: FITRA)
- Presiden SBY menghabiskan Rp 839 juta hanya untuk urusan bajunya. Sementara anggaran furniture Istana Negara mencapai Rp 42 miliar setiap tahunnya. Untuk penyusunan pidatonya saja, Presiden SBY pun harus menggerus dana APBN sebesar Rp1,9 milyar. Sedangkan untuk kebutuhan pengamanan pribadi, presiden SBY juga menggelontorkan uang APBN sebesar Rp52 milyar. (Sumber: FITRA)
- Setiap tahunnya pemerintahan SBY memboroskan anggaran sebesar Rp 300 trilyun. Sebagian besar pemborosan itu terjadi untuk melayani pejabat, seperti pembiayaan baju seragam, biaya makan dan minum perjalanan dinas, dan fasilitas kebutuhan pejabat. (Sumber: FITRA)
- Berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), selama tujuh tahun kepemimpinan Presiden SBY, sedikitnya Rp 103 triliun uang negara disalahgunakan atau dikorupsi. (Sumber: FITRA).
- Tingkat kebocoran APBN masih sangat tinggi. Menurut FITRA, tiap tahun kebocoran APBN mencapai 30%. Artinya, jika total APBN mencapai Rp 1600 triliun, berarti ada Rp 320-an triliun uang negara yang menguap tidak jelas.
- Pada kenyataannya, pembengkakan pengeluaran APBN 2013 tidak hanya berasal dari faktor subsidi, tapi dimungkinkan pula oleh risiko fiskal yang membesar, pembayaran utang yang lebih banyak karena depresiasi rupiah, atau pos lainnya.
- Ketika subsidi BBM terus meningkat, penerimaan negara dari sektor migas juga meningkat. Pada tahun 2005, penerimaan migas baru mencapai Rp 138,9 triliun. Lalu, pada tahun 2010 penerimaan menjadi Rp 220 triliun. Tahun 2012 lalu, penerimaan migas mencapai 265,94 Triliun.
- Menurut Ahmad Erani Yustika, ekonom dari INDEF, selama kurun 2005 hingga 2010, persentase subsidi energi terhadap penerimaan migas baru mencapai 64% (minyak sebesar 44% dan listrik 20%). Persentase yang sangat tinggi tercatat pada 2005 yang mencapai 75,2% dan 2008 sebesar 77,2%.

Pemerintah menyatakan: subsidi BBM salah sasaran dan hanya dinikmati oleh segelintir kaum kaya. Menurut pemerintah, sekitar 70% subsidi BBM justru dinikmati kaum kaya.

Bantahannya:

- Hasil kajian KEN menyatakan, subsidi BBM hanya dinikmati 12 persen masyarakat miskin (29 juta jiwa) dan 28 persen masyarakat rentan (70 juta jiwa). 60 persen subsidi BBM dinikmati kalangan mampu dan kaya (150 juta jiwa). Pertanyaannya: benarkah kalangan mampu dan kaya di Indonesia mencapai 150 juta jiwa? Apa ukuran KEN menyebut 150 juta jiwa Indonesia itu kaya dan mampu.

- Kajian dan penelitian ECONIT justru menemukan fakta berbeda. Menurut ECONIT, 65% BBM bersubsidi dinikmati oleh keluarga berpendapatan 4 USD (Dollar AS) ke bawah. Sementara sisanya dinikmati oleh keluarga berpendapatan 4 USD ke atas.

- Penelitian Fraksi PDI Perjuangan di DPR juga menemukan kesimpulan berbeda. Menurutnya, BBM bersubsidi dikonsumsi oleh sebanyak 64 persen kendaraan bermotor dan mobil sebanyak 36 persen. Kita tahu, motor bukan lagi barang mewah di Indonesia. Sudah begitu, banyak rakyat miskin menggantungkan hidup dari profesi sebagai tukang ojek.

-Selain itu, konsumen BBM bersubsidi bukan hanya sektor transportasi. Dalam Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2012 Tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Tertentu, antara lain, disebutkan: pengguna BBM bersubsidi juga meliputi nelayan dan pembudi daya ikan skala kecil, usaha pertanian kecil dengan luas maksimal 2 hektar, usaha mikro (UMKM), dan pelayanan umum seperti krematorium. Artinya, jika BBM dinaikkan, sektor usaha kecil ini akan ambruk.

Indonesia adalah negara yang kaya sumber energi. Kita punya cadangan minyak, gas, dan batubara yang melimpah. Lantas, kenapa negara ini seakan mengalami krisis energi?

- Produksi minyak mentah siap jual (lifting) nasional terus menurun. Sebelum SBY berkuasa pada tahun 2004, lifting minyak masih berkisar 1,4 juta barel perhari. Namun, pada akhir 2011 lalu, produksi minyak Indonesia hanya 905.000 barel perhari. Bahkan, pada tahun 2012 ini, produksi minyak cuma berkisar 890.000 barel perhari.

- Penyebab turunnya produksi minyak mentah Indonesia adalah produksi minyak Indonesia mengandalkan sumur-sumur tua dan kurangnya minat pemerintah untuk berinvestasi di sektor eksplorasi minyak.
Indonesia sebetulnya masih punya cadangan minyak. Menurut Kurtubi, cadangan minyak kita masih berkisar 50 miliar hingga 80 miliar barel. Seharusnya, kata Kurtubi, Indonesia sanggup memproduksi minyak 1,5 juta barrel per hari. Akan tetapi, karena ketidakmampuan pemerintah, maka kemampuan kita hanya 890.000 barel per hari.

- Produksi minyak Indonesia sebagian besar dikuasai oleh produksi asing. Data Kementerian ESDM tahun 2009 menyebutkan, pertamina hanya hanya memproduksi 13,8%. Sisanya dikuasai oleh swasta asing seperti Chevron (41%), Total E&P Indonesie (10%), Chonoco-Philips (3,6%) dan CNOOC (4,6%). Data ini tidak berbeda jauh dengan temuan Indonesian Re­sour­ce Studies (IRESS), bahwa Pertamina memproduksi hanya 15 persen dan 85 persen diproduksi oleh asing.

- Tata kelola migas saat ini, yang masih mengacu pada UU nomor 22 tahun 2001 tentang Migas, sangat merugikan negara. Akibat UU migas yang sangat liberal itu, sebagian besar kekayaan migas Indonesia jatuh ke tangan korporasi asing. Sudah begitu, hasil produksinya pun dijual dengan harga murah ke luar negeri seperti dalam kasus gas (kasus LNG Tangguh).

- Selain itu, akibat tata kelola migas yang tidak benar, Indonesia juga dibebani oleh biaya cost recovery yang terus meningkat tiap tahunnya. Bayangkan, pemerintah setiap tahun harus membayar sekitar Rp 120 triliun hanya untuk cost recovery.

- Seharusnya, ketika harga minyak dan gas dunia naik, seharusnya perusahaan atau kontraktor migas di Indonesia menikmati rejeki nomplok berupa “windfall profit”. Sayangnya, pemerintah Indonesia belum berani memberlakukan windfall profit tax kepada korporasi atau kontraktor asing tersebut.

Belakangan banyak pihak yang menuding, ada kepentingan asing di balik kenaikan harga BBM ini. Terutama untuk meliberalkan sektor hilir migas Indonesia.

- Sejak tahun 2008, Organisasi Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) sudah “mengejar-ngejar” pemerintah Indonesia agar memastikan penghapusan subsidi BBM. Lalu, pada 1 November 2010, Sekjend OECD Angel Gurria menemui sejumlah Pejabat Tinggi Indonesia, termasuk Wapres Boediono dan Menkeu Agus Martowardoyo. Di situ, OECD berusaha menyakinkan pemerintah Indonesia agar segera menghapus subsidi BBM dan listrik hingga 2014.

- Dalam forum G-20 di Pittsburgh (2009) dan Gyeongju (2010), proposal penghapusan subdisi BBM makin gencar disuarakan. Di Pittsburgh, G20 memaksa negara anggotanya, termasuk Indonesia, segera menghapus subsidi BBM secara bertahap. Di Gyeongju, Korea Selatan, Pemerintah Indonesia menjanjikan akan melaksanakan penghapusan subdisi energi, khususnya BBM dan TDL, dimulai pada tahun 2011.

- Pada saat yang bersama, desakan serupa juga gencar dilakukan oleh lembaga seperti IMF, Bank Dunia, USAID dan ADB. Lembaga-lembaga tersebut memaksa pemerintah Indonesia segera menghapus subsidi energi paling lambat tahun 2014. Dengan demikian, terkait rencana penghapusan subsidi energi ini (BBM dan TDL), pemerintah Indonesia sudah dikejar jadwal.

- Kenaikan harga BBM ini merupakan desakan dari lembaga dan negara asing untuk mempercepat liberalisasi sektor hilir migas di Indonesia. Dengan demikian, pemain asing bisa turut bermain dalam bisnis BBM di Indonesa.

- Sejak tahun 2005 lalu, tiga perusahaan asing sudah menyiapkan kesiapannya untuk membangun stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di berbagai wilayah di Indonesia. Ketiganya adalah Shell (milik Inggris dan Belanda), Petronas (Malaysia), dan Total (Prancis). Pada tahun 2006, Dirjen Migas ESDM sudah mencatat, setidaknya 25% perusahaan swasta (lokal dan asing) sudah mendapat ijin prinsip ataupun ijin usaha untuk terlibat bisnis BBM.

- Dua pemain asing utama, Shell dan Petronas, berencana membangun ratusan SPBU untuk menyambut potensi bisnis BBM itu: Shell berencana membangun 400 SPBU dan Petronas akan membangun 500 SPBU. Sejumlah perusahaan swasta lokal juga sudah merintis usaha yang sama.

- Pada kenyataannya, menurut Institute For Global Justice (IGJ), sebanyak 176 negara di dunia masih memberikan subsidi energi. Diantara negara itu: Amerika Serikat sebesar $502 billion, China sebesar $279 billion, dan Russia sebesar $116 billion. Subsidi BBM di negara maju ini terkait erat dengan kebijakan industri dan perdagangan mereka.

- Negara-negara kaya energi lainnya berhasil membuat harga jual BBM mereka sangat rendah: Venezuela (0,08 USD/Rp.774), Mesir (0,09 USD/Rp.871), Saudi Arabia (0,10 USD/Rp 968), Qatar (0,12 USD/Rp 1,161), Bahrain (0,15 USD/Rp 1,452), Libya (0,15 USD/Rp 1,452), Turkmenistan (0,17 USD/Rp 1,645), Kuwait (0,17 USD/Rp 1,645), Aljazair (0,17 USD/Rp 1,645), dan Iran (0,21 USD/Rp 2,032).

Pemerintah mengklaim, kenaikan harga BBM akan menguntungkan rakyat. Sayangnya, pemerintah tidak bisa menjelaskan argumentasi itu lebih jauh. Pada kenyatannya, kenaikan harga BBM justru akan menyengsarakan rakyat.

- Kenaikan harga BBM akan memicu kenaikan harga barang, termasuk kebutuhan pokok. Selanjut, kenaikan harga barang ini akan memicu kenaikan biaya hidup lainnya, seperti sewa kontrakan.
Kenaikan harga BBM akan mendorong kenaikan tarif angkutan umum dan alat transportasi lainnya. Akibatnya, pengeluaran rakyat untuk urusan transportasi akan meningkat, seperti ongkos bepergian, transportasi berangkat ke tempat kerja, dan ongkos transportasi anak bersekolah.

- Kenaikan harga BBM akan membebani industri berupa kenaikan biaya produksi. Tentu saja, untuk mengimbanginya, pengusaha akan melakukan efisiensi. Pilihannya: mereka akan memangkas kesejahteraan buruh atau mengurangi jumlah pekerja. Dengan demikian, kenaikan harga BBM akan memicu penurunan kesejahteraan dan gelombang PHK.

- Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), yang jumlahnya  mencapai 99,9% dari keseluruhan pelaku usaha di Indonesia, akan terkena dampak kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM jelas membuat biaya produksi UMKM yang menggunakan BBM akan meningkat. Selain itu, biaya transportasi dan distribusi barang juga akan meningkat.

Pemerintah berdalih, dampak kenaikan harga BBM bisa ditekan dengan pemberian dana bantuan langsung kepada rakyat miskin. Benarkah?

- Kenaikan harga BBM akan memicu kenaikan harga barang dan biaya hidup rakyat. Artinya, daya beli rakyat akan merosot. Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) memperkirakan, kenaikan harga BBM akan menyebabkan daya beli buruh akan menurun hingga 30 persen. Pengamat ekonomi, Yanuar Rizky, menambahkan kenaikan harga BBM tidak hanya memukul kelompok masyarakat bawah, tetapi juga kelompok menengah tengah. Bahkan, sekitar 90 persen masyarakat Indonesia akan menurun daya belinya.

- Data menunjukkan tenaga kerja yang betul-betul dianggap bekerja penuh (minimal 35 jam/minggu) hanya sekitar 70%, sedangkan sisanya adalah setengah penganggur dan penganggur terbuka. Lebih dramatis lagi, mereka yang dianggap bekerja penuh ternyata 65% bekerja di sektor informal dan hanya 35% bekerja di sektor formal (BPS, 2011). Artinya, mereka ini sangat rentan terkena dampak kenaikan harga BBM dan merosot tingkat kesejahteraannya.

- Belajar dari pengalaman Bantuan Langsung Tunai (BLT), sebagian besar warga miskin menggunakan dana BLT untuk konsumsi selama beberapa hari saja. Padahal, dampak kenaikan harga BBM berjangka panjang dan berdimensi luas.

- Kenyataan juga menunjukkan, bahwa pada awal 2006 (setahun setelah kenaikan harga BBM) jumlah orang miskin melonjak menjadi 39,05 juta (17,75%). Artinya, program BLT saat itu tidak berhasil menekan dampak kenaikan harga BBM.

- BLT tidak membuat rakyat produktif dan mandiri. Artinya, sekalipun rakyat diberi BLT, tidak ada peluang mereka untuk keluar dari kemiskinan. Sebab, mereka tetap tidak punya pekerjaan dan tidak punya akses terhadap alat produksi.

- Sasaran penerima BLT ini sangat sedikit dan tidak menjangkau seluruh rakyat yang terkena dampak kenaikan harga BBM. Pada tahun 2005, ketika SBY menaikkan harga BBM dua kali, jumlah penerima BLT hanya 19,1 juta keluarga. Sementara pada tahun 2012, jumlah penerima BLSM hanya sekitar 18,2 juta keluarga.

- Sebagian besar dana program dana BLT ini dapat melalui pinjaman luar negeri dengan bunga tinggi. Dengan demikian, program ini tidak lebih sebagai strategi kapital untuk mendorong permintaan dengan utang-konsumsi.

- Lebih jauh lagi, program BLT hanya melahirkan klientalisme. Masalahnya, seperti dalam kasus pemilu 2009, BLT dijadikan alat kampanye politik dan dibagikan menjelang hari pemilihan.

Menurut Menteri ESDM, kenaikan harga BBM adalah keinginan masyarakat. Menteri dari Partai Demokrat ini mengklaim menerima masukan dari banyak kelompok masyarakat.

Faktanya:

- Menteri ESDM Jero Wacik tida bisa menunjukkan kelompok masyarakat yang mana yang menginginkan kenaikan harga BBM. Selain itu, Jero Wacik juga tidak bisa membuktikan bahwa aspirasi kelompok masyarakat dimaksud mewakili kepentingan seluruh rakyat Indonesia.

- Sejak isu kenaikan harga BBM muncul, hampir setiap hari terjadi aksi demonstrasi menolak kenaikan harga BBM di berbagai tempat di seluruh Indonesia. Sebaliknya, kita belum pernah menyaksikan adanya aksi demonstrasi mendukung kenaikan harga BBM.

- Mekanisme terbaik untuk menentukan apakah rakyat setuju atau tidak dengan kenaikan harga BBM adalah referendum. Kita menantang SBY dan kroninya untuk menggelar referendum guna membuktikan apakah rakyat setuju atau menolak kenaikan harga BBM.

Kusno, anggota Partai Rakyat Demokratik (PRD)

Sumber: berdikarionline.com
Di Bawah Bendera Revolusi
Sumber Gambar: Wildmortal.blogspot
Dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi (DBBR), Sukarno menerbitkan semua karyanya agar dijadikan bahan renungan mengapa kita berbangsa. Di Buku DBBR ini Sukarno membaginya menjadi dua jilid, jilid pertama adalah benih-benih pemikiran Sukarno dalam merenungi bagaimana sebuah bangsa terbentuk, bagaimana sejarah masyarakat tercipta, bagaimana terciptanya akumulasi kapital sekaligus ruang penindasan bagi rakyat jelata terjadi, Sukarno meneliti kenapa rakyat tertindas, lalu bagaimana peran negara dalam ‘Pembebasan Masyarakat’. Bagaimana sebuah Negara harus memiliki dasar-dasarnya.

Dalam jilid I : Sukarno bercerita tentang Nasionalis, Agama dan Marxisme, ia mencari benang merahnya, Sukarno meneliti daya hidup hubungan tiga hal ini dalam pikiran dan kebudayaan masyarakat Indonesia. Lalu di dalam jilid I juga dijabarkan pidato Pleidoi pembelaan Sukarno yang ia susun dalam tulisan “Indonesia Menggugat”. Dalam tulisan yang ia tulis pada tahun 1932 itu, ia menulis di Penjara Sukamiskin dengan beralaskan kaleng tempat buang air, dan sel sempit, ia menulis terus dalam ruang sempit tentang sejarah fakta-fakta Indonesia terpenjara dalam ruang lingkup besar atas nama Kapital, dan atas nama legitimasi Politik Internasional yang melegalkan “Penjajahan”. Sukarno ingin membebaskan penjajahan sepenuhnya.

Lalu Sukarno juga menulis “Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi”. Sukarno di sini menjabarkan tentang konsepsi demokrasi, apa substansi demokrasi terhadap sejarah perkembangan masyarakat.

Selanjutnya Sukarno juga menulis tentang “Fasisme vs Indonesia”; Bagaimana Indonesia harus melawan unsur-unsur fasisme negara, menulis tentang kenangan 50 tahun meninggalnya Karl Marx di tahun 1933, ia menguraikan arti penting Karl Marx dalam mencerahkan masyarakat Indonesia.

Kemudian dalam buku kedua, diterbitkan tulisan-tulisan Sukarno tentang sebuah Panduan Revolusi. Pidato-pidatonya sejak 1945 sampai dengan tahun 1964. “Penemuan Kembali Revolusi Kita” adalah landasan paling awal pemikiran Sukarno tentang jiwa sebuah bangsa yang bergolak, bangsa yang sedang membentuk dirinya, disini Sukarno menggambarkan dengan amat indah, bahwa Indonesia tak ubahnya seperti sebuah drama, seperti sebuah teater besar dalam gerak dan tari, air dan api. Sukarno menciptakan bahasa-bahasa yang indah seperti “Berdansa dengan Maut”, Genta Suara Revolusi, Vivere Pericolos = Tahun-tahun menyerempet bahaya.

Sukarno menggambarkan jalannya sejarah Indonesia dan perkembangannya adalah situasi bertema dramatik, menggetarkan dan penuh cinta. Sukarno adalah pecinta bangsanya, ia terobsesi dengan bangsanya, ia amat jatuh cinta dengan Indonesia dan orang-orangnya.

Seperti yang ia ucapkan kepada banyak orang di tahun 1962, “Aku mencintai bangsa ini, jatuh cinta berkali-kali, berkali-kali dan berkali-kali. Indonesiaku”

kover album SBY
Sumber gambar: RollingStone Indonesia
Kini mari kita ke Presiden SBY. Presiden SBY meluncurkan buku “Tembang Untuk Bangsaku, Bahasa Musik SBY” yang nggak jelas mau-nya apa. Kalaupun SBY dianggap mengerti sastra, sastra jenis apa, mungkin sastra penyair Salon yang mengusapi rembulan dengan Bir di tangan. Lagu-lagu SBY amat bermutu rendah, kalau bisa dianggap memalukan. Tak satu-pun rakyat hapal menyanyikan lagu-lagu SBY.

Bung Karno yang suaranya cempreng, kalau nyanyi sekalipun di dalam pidato-pidatonya selalu kemudian dihapal rakyatnya, tapi tidak bagi SBY. Rakyat tak ada yang tahu apa lagu SBY, ia udah modalin album segala, datengin ahli musik dan produser handal, tapi tak satupun rakyat hapal.

Dalam pikiran-pikiran Sukarno Indonesia dibawa ke dalam situasi peradaban, diarahkan dalam alam cita-cita dan perwujudan cita-cita, bersama SBY, Indonesia dibawa ke sebuah negeri Auto Pilot, Negeri tanpa Kepemimpinan, Negeri tanpa Keteladanan. Dia teriak “Katakan Tidak Pada Korupsi” Justru anak buahnya sendiri yang rakus makan anggaran.

Ketika SBY bernyanyi “Kuyakin Sampai Disana” SBY yakin saja tapi tidak bergerak sama sekali. Ia hanya meyakini, tapi tidak maju-maju. SBY mengajak rakyat bernyanyi soal rindu, bercerita tentang bangsanya soal lagu, tapi andai lagu-lagu SBY hidup di jaman Harmoko, maka lagu ini sudah disingkirkan karena tak sesuai dengan semangat jaman “Tak ada tempat untuk lagu-lagu cengeng”.

Karya terbesar Sukarno adalah sebuah bangsa yang memiliki kebanggaannya. Karya terbesar SBY adalah “lagu tentang rindu”. Perkara bayi-bayi lapar dan kurang gizi, anak sekolah menyeberang jembatan yang sudah hancur, perkara bangsa kita dipermalukan Malaysia, perkara Freeport secara de facto milik asing tak peduli, SBY tetap akan berlagu “Lagu tentang Rindu” Aku seorang biduan, biduan pujaan, pujaan tua muda.

Oleh: Anton Dwisunu Hanung Nugrahanto

Soekarno
Banyak orang bilang Sukarno itu nggak paham ilmu ekonomi, Sukarno itu ganyang Malaysia untuk menolehkan perhatian rakyat pada ekonomi yang amburadul.

Padahal Sukarno ini benar-benar mendalami apa yang dinamakan Ilmu Ekonomi Politik, Ekonomi Politik adalah Ilmu paling dasar yang merumuskan kebijakan-kebijakan politik atas ekonomi masyarakat seperti : akumulasi kapital, distribusi kekayaan dan pasar. Tiga soal pokok ini dikuasai Bung Karno bahkan sejak tahun 1924.

Guru pertama Bung Karno soal ekonomi politik adalah Hartagh. Suatu siang Bung Karno disuruh untuk mencari buku-buku interpretasi atas Karl Marx : "Kalau kamu ingin masuk ke dalam alam pikiran Marx, baca dulu buku-buku interpretator dari Marx" lalu Sukarno menuruti nasihat Hartagh itu. Bung Karno membaca tiga buku interpretasi atas Das Kapital. Kemudian tahun 1922 Sukarno mulai membaca Das Kapital langsung dari Bahasa Jerman. Pembacaan atas Das Kapital inilah yang mencerahkan Sukarno, tentang bagaimana : "Manusia dibebaskan atas penindasan struktur yang tercipta atas komoditi".

Paham dasar Sukarno atas pembebasan masyarakat itu ia arahkan pada pembebasan ekonomi, ini yang pertama-tama dilakukan Sukarno. Dan inilah yang ia ucapkan di depan Pengadilan Bandung sekitar tahun 1932 dalam Pledoi-nya "Indonesia Menggugat". Di umur awal 30-an, Sukarno sudah berpidato dengan uraian yang amat-amat melampaui jamannya, Sukarno bercerita di depan Tuan-Tuan Hakim tentang "Sejarah ekonomi Indonesia, Perampasan Tanah-Tanah rakyat untuk Perkebunan Asing sampai dengan Uraian teliti Sukarno, soal kehidupan ekonomi bangsa Indonesia. "Bayangkan Tuan-Tuan" kata Sukarno...."Kehidupan seorang manusia Indonesia, ini lebih sengsara dari kehidupan seekor anjing Tuan Besar, mereka hanya bisa hidup dengan sebenggol (2.5 sen) sementara anjing peliharaan tuan-tuan yang bagus bisa hidup dengan 2 rupiah sehari"

Lalu Bung Karno menguraikan bagaimana orang-orang Eropa dan para Komprador Pribumi bekerjasama memperbudak rakyat Indonesia. Bung Karno dengan terang-terangan menelanjangi cara hidup pemeras-pemeras itu dengan amat jitu, untuk itulah ia harus masuk bui. Di dalam bui Sukarno terus mendalami ekonomi politik dengan amat detil.

Fase pertama ekonomi politik Sukarno yang ia dapatkan adalah :"MODAL" disini kemudian Sukarno mengambil kesimpulan bahwa : "Modal harus bisa didapatkan bila kita menang secara Geopolitik". Lalu Geopolitik didalami dengan amat detil oleh Sukarno.

Di tahun 1935 Sukarno sudah mendapatkan fakta bahwa dunia ini sedang diperebutkan oleh tiga kekuatan besar. Menurut Bung Karno dalam tulisan-tulisannya di koran. Kekuatan besar itu menurut Sukarno adalah "Kapitalisme yang Masuk ke dalam tahapan baru" ini diwakili negara-negara Industri : Amerika Serikat, Inggris, Perancis dan Belanda. Lalu kedua Negara-Negara lama yang sudah melampaui kejenuhan atas Kapitalisme tapi masuk ke dalam tahapan pembusukan Kapitalisme, negara ini ditopang oleh kekuatan kelas menengah, feodal dan militer, mereka masuk ke dalam Negara-Negara Fasisme. Lalu ada Sovjet Uni yang menyelenggarakan Sistem Komunisme. Disini Sukarno memperhitungkan akan ada negara-negara baru yang muncul setelah perang tiga kekuatan itu. Dan Indonesia akan jadi bagian dari salah satu kekuatan baru yang muncul itu.

Bung Karno memperkirakan bila Indonesia bisa mengambil kesempatan untuk bermain diatas tiga kekuatan besar ini, maka geopolitik atas Asia Tenggara dipegang Indonesia Raya. Perhitungan Sukarno adalah bila Indonesia bermain di atas Asia Tenggara maka Indonesia akan memenangkan Pasar Asia Tenggara yang merupakan 1/4 Pasar Asia.

"Asia, akan jadi peradaban paling baru dalam dunia modern, dan Asia akan jadi kekuatan paling besar di dunia setelah negara-negara Eropa Bangkrut" Bung Karno mengatakan ini di tahun 1935. Terbukti sekarang benar adanya.

Bung Karno sudah memperhitungkan, pemenang perang akan menguasai kembali pasar-pasar baru yang kosong baik itu Fasisme, Kapitalisme atau Komunisme. Sukarno bermain cantik di atas tiga kekuatan besar itu agar Indonesia bisa memimpin barisan baru "negara-negara bebas". Kekuatan negara bebas ini adalah :

1. Menentukan produksinya sendiri

2. Memiliki pasarnya sendiri

3. Membangun ekonomi tanpa ketergantungan

4. Pembebasan masyarakat atas sistem yang menindas

5. Menjadikan manusia sebagai pusat segala ukuran-ukuran. kemajuan baik ekonomi, budaya dan peradaban.

Perkiraan Indonesia akan mendapatkan kemerdekaannya pada tanggal 7 September 1945 berdasarkan kesepakatan Saigon gagal kemudian ada insiden sejarah yang digerakkan anak-anak muda sehingga Bung Karno harus masuk ke dalam kondisi 'fait accomply' kemerdekaan 17 Agustus 1945. Kemerdekaan 17 Agustus membawa konsekuensi perang dengan negara-negara sekutu. Padahal awalnya Sukarno dan Hatta ingin memilih jalur legal formal dan mereka punya perhitungan sekutu mau tidak mau harus mengembalikan jajahan dan memerdekakan bangsa-bangsa terjajah sesuai dengan kesepakatan Postdam 1944 tanpa harus melewati episode perang.

Tapi perang kemerdekaan 1945-1949 sudah terjadi, dan Sukarno paham inilah keadaan yang dikehendaki Amerika Serikat dan Sovjet Uni untuk masuk ke dalam Indonesia Raya, beruntung bagi Sukarno. Sovjet Uni masih sibuk soal Negara-Negara di Eropa Timur dan ada batasan etika bagi Stalin untuk tidak masuk ke dalam wilayah yang dulunya dikuasai sekutu barat-nya. Ini artinya : Sukarno otomatis hanya berhadapan dengan Amerika Serikat dan Belanda. Karena Inggris sendiri menarik diri tidak masuk memperebutkan Indonesia.

Sukarno dengan lihai mengadu Amerika Serikat dengan Belanda dalam pertarungan memperebutkan Indonesia. Sukarno menggunakan Amerika untuk menggebuk Belanda sampai puncaknya adalah kemenangan Indonesia merebut kembali Irian Barat ke tangan Republik pada tahun 1963 tapi ini harus dibayar mahal oleh Amerika dengan terbunuhnya JF. Kennedy, pembunuhan JF Kennedy ini tidak semata-mata adanya kesintingan Lee Harvey Oswald tapi agak bau-bau Irian Barat juga.

Soekarno dan Mao Tse Tung
Setelah kematian Kennedy, Sukarno terpaksa bertarung sendirian melawan Amerika Serikat, sial bagi Sukarno sekutu paling potensialnya Mao Tse Tung melakukan blunder dengan membui Liu Shao Chi dan menjadikan dirinya terjebak pada Revolusi Kebudayaan yang berdarah-darah. -Sukarno sendirian bertarung dengan Inggris tanpa Mao-.

Sukarno mengobarkan politik Ganjang Malaysia, perhitungannya Sukarno adalah bila Federasi Malaysia ini terjadi maka Inggris sudah menyiapkan kantong-kantong modal untuk mempersempit Pasar-Pasar di Indonesia. Kembali lagi rakyat Indonesia akan menjadi budak atas asing.

Di dalam telaahnya pada tahun 1932 Sukarno mengeluarkan analisanya. Ekonomi Indonesia yang berwatak kolonial setidak-tidaknya memiliki tiga ciri sebagai berikut :

Pertama, diposisikannya perekonomian Indonesia sebagai pemasok bahan mentah bagi negara-negara industri maju.

Kedua, dijadikannya perekonomian Indonesia sebagai pasar produk negara-negara industri maju.

Ketiga, dijadikannya perekonomian Indonesia sebagai tempat untuk memutar kelebihan kapital yang terdapat di negara-negara industri maju.

Bung Karno memperhitungkan kemudian di tahun 1963 setelah masuknya Irian Barat sebagai bagian sah Republik Indonesia. - Menghapuskan sistem ekonomi kolonial menjadi sistem "Ekonomi Merdeka", dengan bahasa yang populer adalah "Ekonomi Berdikari".

1. Indonesia tidak hanya memasok bahan mentah tapi menciptakan nilai tambahnya di Indonesia sendiri. Indonesia dan rakyat Indonesia menjadi Tuan Di Bumi-nya sendiri.

2. Indonesia harus menciptakan pasar-pasarnya sendiri, bahkan menguasai Pasar Internasional. Untuk itulah diciptakan Poros Jakarta-Hanoi-Pyongyang-Peking. Poros ini bukan sekedar poros politik tapi Poros Perdagangan. Lalu diciptakan Pasar bersama diantara negara-negara Non Blok, diatas Pasar itu barulah bisa dibangun Ekonomi Baru yang Merdeka, Ekonomi yang didasarkan pada kesejahteraan masyarakat yang ada didalamnya.

3. Indonesia harus memutar kapitalnya sendiri, membangun kekayaannya sendiri. Pembangunan Kapitalnya ini dijabarkan amat luas yang kemudian disusun oleh Djuanda. Nilai Lebih atas Produk harus dibangun di bumi Indonesia.

Konsepsi ini kemudian dipidatokan Sukarno saat berteriak Mengganjang Malaysia sekaligus meledek Malaysia sebagai "Negara yang berdiri Tanpa Konsepsi-Konsepsi". Jelas bagi Indonesia, Konsepsi Sukarno adalah menghancurkan pasar dominasi asing dan ini amat menakutkan bagi Amerika Serikat dan negara sekutunya. Karena ketika Pasar-Pasar itu kita kuasai "Maka Lonceng kematian Kapitalisme akan berbunyi".

Apabila pelaksanaan atas konsepsi Sukarno tidak diblunder oleh Suharto maka besar kemungkinan Indonesia akan menjadi negara terkaya di Asia. Mengenai Perang Inggris soal Malaysia, Sukarno ini amat lihai ia paling jagoan gertak, kemungkinan besar Sukarno malah mempermainkan Sovjet Uni, Cina dan Negara-Negara Asean tanpa harus perang beneran, coba perhatikan gaya politik Sukarno yang berliku-liku tapi pada akhirnya ia yang selalu memenangkan. Tapi sayang sekelompok Perwira Menengah malah membunuh Jenderal Ahmad Yani, Jenderal yang digadang-gadang akan jadi Presiden RI di tahun 1975.

Andai saja Ekonomi Sukarno ini berhasil maka tercipta sistem dasar Ekonomi Kerakyatan yang dijabarkan sebelumnya oleh Hatta. Karena pada dasarnya Ekonomi Kerakyatan yang disusun oleh Hatta tidak akan bisa tercipta bila tidak ada Perebutan Modal dulu.

Dan Sukarno adalah ahlinya dalam menciptakan ekonomi modal. Jadi siapa bilang Sukarno nggak ngerti apa-apa soal ekonomi?
Dari sekian banyak tulisan A.s Laksana, ini adalah yang paling aku favoritkan. Artikel yang muncul di Jawa Pos pada sekitar bulan September 2010 lalu tersebut tercipta saat para anggota DPR, secara berjamaah, dan blak-blakan, menampilkan kebodohan-kebodohannya di muka publik. Jelas sekali ada kemarahan dalam tulisan ini, yang menohok dalam-dalam ke diri pembaca. Bukan hanya untuk para wakil rakyat itu, tetapi juga untuk seluruh penghuni negara kesatuan Indonesia. A.s Laksana mengumpamakan DPR sebagai suatu penyakit, dan masyarakat digambarkan sebagai sekumpulan anasir yang pemalas, lebih memilih diam ketika dicurangi, dan pengkhayal - bahkan oleh tanpa tedeng aling-aling penulis menyebutnya tolol. Tanpa banyak kata, silahkan menikmati tulisan tersebut: Menunggu Datangnya Anjing, oleh A.S Laksana.
@ratu_adil: Berhubung banyak yg bicara soal hubungan antara kekuatan politik dengan media sbg alat pencitraan, saya akan coba paparkan sedikit soal itu

Pada pemetaan politik, mungkin orang sering bilang ada 3 kekuatan besar yang dominan, yaitu Partai Demokrat, Golkar dan PDIP. Nah, kalau pemetaan aliansi media berdasarkan dukungan politik, secara umum juga ada 3 kelompok, terdiri dari Demokrat, Golkar dan Nasdem

Golkar jelas, keluarga Bakrie memiliki 2 stasiun TV yakni TV One dan ANTV. TV One dulunya adalah Lativi milik keluarga Abdul Latief yang terbelit utang, lalu dibayari Bakrie, jadilah TV One. ANTV alias Andalas Televisi merupakan TV-nya Bakrie banget, karena Bakrie memang berasal dari Lampung (Andalas). Selain itu, keluarga Bakrie juga memiliki Vivanews. Dan dalam waktu dekat, Bakrie akan luncurkan 3 TV berbayar. Konon-konon nih ya, Bakrie juga katanya sedang membangun jaringan TV lokal yang tengah menjadi tren pasca sumpeknya pemain TV nasional. Masih ada lagi lah, Suara Karya dll (Koran Cetak) yang bagian dari aliansi Golkar, tapi tak perlu dibuka secara detil #Males ngetiknya. Itu tadi 1 kubu media yang afiliasinya ke Golkar dan keluarga Bakrie.

Kubu ke 2 adalah jejaring media yang beraliansi pada kepentingan Demokrat, didalamnya termasuk SBY, Sri Mulyani, Boediono dll. Media-media yang tergabung dalam kubu Demokrat adalah TransTV dan Trans7 serta Detik.com milik Chairul Tanjung. Trans7 dulunya adalah TV7 milik grup Kompas, namun dijual ke Chairul Tanjung pada tahun 2006. Sementara Chairul Tanjung adalah donatur Demokrat juga (untuk pengamanan bisnis Para Group = Bank Mega, Coffe Bean, Carrefour dll). Singkat kata, Demokrat via Chairul Tanjung memiliki jejaring TransTV, Trans7 dan Detik.com

Naah, kubu ke 3 adalah jejaring media milik duet Surya Paloh dan Hary Tanoe yang terafiliasi ke Nasional Demokrat

Kubu ketiga ini boleh dibilang memiliki jaringan broadcast elektronik terkuat di Indonesia menggabungkan Media Group (Paloh) dan MNC (Tanoe). Media Group memiliki koran Media Indonesia, stasiun TV Metro TV dan Online news Metrotvnews.com. Sedangkan MNC Group menguasai RCTI, MNC TV dan Global TV untuk TV Nasional. Untuk koran, MNC memiliki Seputar Indonesia, dan online news-nya Okezone.com. Tak hanya itu, MNC Group di bawah Hary Tanoe juga memiliki jaringan SindoTV (Seputar Indonesia TV) dan Top TV. SindoTV memiliki 15 stasiun TV lokal, sedangkan Top TV memiliki 7 TV lokal

Nah yang belum jelas petanya adalah SCTV dan Indosiar yang baru saja bergabung di bawah 1 payung korporasi tahun lalu. SCTV adalah milik keluarga Sariaatmadja, sedangkan Indosiar milik grup Salim. Sekarang keluarga Sariatmadja dan Salim memegang bersama 2 TV tersebut SCTV dan Indosiar

Jadi kalau dihitung, kubu Golkar memiliki 2 TV Nasional, 1 Online News dan berencana membuka 2 TV Berbayar. Kubu Demokrat, memiliki 2 TV Nasional dan 1 Online News. Sedangkan Kubu Nasdem, memiliki 4 TV Nasional, 2 Online News, 2 Koran Cetak Nasional, dan 22 TV Lokal. Wow!

Jejaring Media milik Nasdem memang patut diwaspadai, dengan kekuatan media sebesar itu, tentu alur pemberitaan dapat dikendalikan. Untungnya, sekarang tren berubah ke pengembangan bisnis TV Lokal, sehingga pemainnya pun bertambah

Sekarang saatnya menghitung pemetaan stasiun TV lokal. Secara umum, ada 4 pemain yang telah mantap membangun jaringan TV lokal. 4 Group itu adalah Kompas, Jawa Pos, Tempo dan #Lagilagi MNC

Tadi sudah disebutkan kalau MNC Group milik Hary Tanoe sudah menguasai 22 stasiun TV lokal via Top TV dan SindoTV.

Group Kompas, yang dulunya menjual TV7 ke Chairul Tanjung, kini mulai membangun jaringan TV lokal.. Saat ini, tercatat 9 stasiun TV lokal di bawah jaringan Kompas TV

Grup Tempo milik Gunawan Muhammad, juga sedang membangun jaringan TV lokal. Grup Tempo tercatat memiliki 45 stasiun TV lokal. WOW ! Diam2, rupanya media anteknya Sri Mulyani dan Boediono ini kejar target #2014. Saat ini, kita belum mengetahui apakah aliansi politik Tempo TV akan disatukan dengan grupnya Chairul Tanjung (TransTV, Trans7 dan Detik). Tapi kl lihat gaya pemberitaan detik.com dengan Tempo yang selalu senada dan seirama, kelihatannya akan mendukung calon yg sama

Tapi itu belum seberapa teman2.. Ada lagi pemilik jejaring TV lokal yang lebih besar dari grup Tempo. Siapakah itu? Yak betul. Jawa Pos. Dahlan Iskan melalui Jawa Pos Multimedia Corp (JPMC) menguasai 51 TV lokal. WOW!!

Dari 51 TV lokal milik Dahlan Iskan (Jawa Pos), sebanyak 38 sudah ready, sedangkan 13 sedang persiapan tayang. Jawa Pos, selain menguasai 51 TV lokal juga memiliki 151 koran di seluruh Indonesia. Makanya sampai sekarang Dahlan Iskan tenang2 aja, orang yang butuh dia, bukan sebaliknya. Banyak yang bilang Dahlan Iskan pro Demokrat. Kata Siapa? Sekarang dia dekat ke SBY karena SBY butuh pengamanan media dari Jawa Pos. Sampai sekarang pun, arah pemberitaan grup Jawa Pos juga berkaki banyak, kadang memihak kesini, kadang kesana. Karena Dahlan Iskan cuma perlu menunggu 'Siapa memberi tawaran paling baik'. That's it :)

Nah, sekarang kita hitung ulang peta kekuatan media dan politik, setelah memperhitungkan TV lokal

Golkar via Bakrie Group memiliki 2 TV Nasional, 1 Online News dan 2 TV Berbayar (dalam rencana). Demokrat via Trans Corp dan Tempo memiliki 2 TV Nasional, 1 Online News dan 45 TV Lokal. Nasdem via MNC dan Media Group memiliki 4 TV Nasional, 2 Koran cetak Nasional, 2 Online News dan 22 TV Lokal. Dari grup2 media tersebut, yang belum jelas afiliasinya adalah grup Sariaatmadja-Salim (SCTV-Indosiar), Kompas TV dan JPMC (Jawa Pos)
Jika kita coba2 ukur, maka siapa pemegang tahta media elektronik nasional terkuat? Ya betul, pemegang jejaring media elektronik nasional terkuat adalah kubu Nasional Demokrat (Nasdem). Sedangkan pemegang media online terbesar? Pastinya http://t.co/BcoPUFnN (detik.com) milik Chairul Tanjung untuk Demokrat (SBY). Pertanyaan selanjutnya, siapa pemegang jejaring stasiun TV lokal terkuat? Yak betul! Jawa Pos milik Dahlan Iskan. Jadi jika dilihat dari 3 kutub afiliasi media terhadap politik tersebut, Jawa Pos sepertinya satu-satunya yang belum menentukan akan kemana. Oleh karena itu, penentuan arah finalnya akan berada di tangan Dahlan Iskan (Jawa Pos). Sepertinya Dahlan Iskan ingin seperti 'Perawan' yang diperebutkan semua Bujang Desa di akhir cerita

#Ups ada yang lupa dibahass. TVRI?! Haha, TV yang satu ini sudah megap2 dan hampir bangkrut. Padahal, TVRI memiliki jaringan menara pemancar yang paling banyak dan luas se-Indonesia. Tapi
anehnya kok tidak ada yg minat akuisisi ya? Maklum, TVRI kan BUMN, kalau mau dijual ke swasta pasti ribut di DPR dulu...

Jika kita perhatikan, dua aliansi media-politik terkuat di 2014 adalah 1) Duet MediaGrup-MNC. 2) Jawa Pos. Jadi bolehlah kita sebut Nasional Demokrat (Nasdem) sebagai Nasmed (Nasional Media) karena menguasai 2 grup media nasional terbesar

Perlu diperhatikan juga kubu NasMed dan Jawa Pos keduanya tidak memiliki basis massa yang kuat. Oleh sebab itu, kemana NasMed dan Jawa Pos berpihak, disanalah pertarungan berpusat

NasMed (MNC-MetroTV) memang sudah merapat ke Nasdem. Tapi ingat, Nasdem basis massanya tidak kuat. Jadi saya kira, kongsi MNC dengan MetroTV bukanlah memenangkan 2014, karena Surya Paloh maupun Hary Tanoe tahu, memang belum saatnya. Lantas, kenapa Hary Tanoe memutuskan bergabung bersama Surya Paloh jika tidak memberikan imbal hasil yang menjanjikan?

Opini saya, Hary Tanoe yang jaringan televisinya lebih besar dari Surya Paloh melihat ada bisnis yang luar biasa besar nilainya jika gabung

Apakah bisnis yang dilirik Hary Tanoe dengan bergabung dengan Nasdem dan Surya Paloh?

Yak betul. Slot acara dan iklan politik menuju Pemilu dan Pilpres 2014. Itulah yang dibidik kongsi Nasional Media (NasMed) di Nasdem

Hary Tanoe dan Surya Paloh tahu, banyak partai politik akan membutuhkan jasa pencitraan melalui kongsi media terbesar itu. Jaringan politik Surya Paloh ditambah jaringan bisnis medianya Hary Tanoe menghasilkan bisnis media politik bernilai triliunan hingga 2014

Kemarin, saya baru saja ngobrol2 sama salah satu produser Metro TV, beliau bilang, saat ini sudah mulai dibahas merger Metro TV dan MNC. Namun untuk merger secara perusahaan, produser Metro TV itu bilang belum dalam waktu dekat. Tapi mulai tahun 2012, ujar produser itu, akan mulai diadakan program acara bersama Metro TV dan RCTI-MNC TV-Global TV

Nah, sama seperti grup Nasional Media (NasMed) di Nasdem, grup Jawa Pos juga berlaku sama. Grup Jawa Pos juga jual mahal dulu 'gengsi dong kita yg merapat, kita yg pegang media kok' mungkin demikian Dahlan Iskan berujar. Namun, berhubung Dahlan Iskan menjabat Menteri, maka penilaian saya grup Jawa Pos akan bersikap pasif dalam mencari gandengan politik

Dahlan Iskan dan Jawa Pos akan cenderung 'menunggu' pinangan ketimbang pro-aktif mencari klien politik. Sebaliknya, kubu NasMed (MNC-MetroTV) saya perkirakan akan cukup proaktif mencari klien politik, karena memang untuk itulah mereka bergabung

Lantas kemanakah duet MNC dan MetroTV ini akan menjual 'slot2' acara untuk tayangan 'berbau' politik ini nantinya?

Golkar? Kalau Surya Paloh bisa legowo menerima kekalahannya ke Aburizal Bakrie sih mungkin banget terjadi kerjasama media-politik. Bakrie saya yakin mau-mau saja kerjasama dengan MetroTV dan MNC, wong kekuatan medianya Bakrie cuma seuprit kok. Maka kerjasama Golkar dan NasMed/Nasional Media (MNC-MetroTV), tinggal menunggu kebesaran hati Surya Paloh

PDIP? Ini juga opsi paling mungkin. Hary Tanoe kalau tidak salah sempat dekat dengan Megawati, tapi persisnya saya kurang tahu. Lagipula, PDIP satu2nya Partai Politik besar yang belum memiliki jaringan media. Jadi memang mungkin saja Hary Tanoe dan Surya Paloh akan merapat ke Megawati

Cuma pertanyaannya, apakah PDIP punya dana berapa besar untuk bisa membuat Surya Paloh dan Hary Tanoe minat kerjasama? #Sulit Pastinya entahlah. Tapi penilaian saya, Hary Tanoe dan Surya Paloh akan menerapkan strategi bisnis media-politik multi sponsor

Maksudnya multi sponsor begini, Duet Tanoe-Paloh akan menggandeng 1 parpol besar sebagai klien utama, Tapi juga, duet Tanoe-Paloh akan jual 'slot2' tayangan politik ke sejumlah parpol medium dan kecil untuk variasi produk. Great business ! Salute

Bicara soal bisnis TV, saya juga mau cerita satu hal lucu (kalau tidak boleh dibilang ironis dan munafik). Pertengahan 2011, saya pergi ke gramedia dan melihat buku berisi kumpulan twit Gunawan Muhammad. Twit-twit awal di buku itu kira-kira ngomong gini 'Saat ini, dia yang memiliki TV bisa melakukan fitnah dan memutarbalikkan fakta'. Twit itu (menurut buku itu) ditulis Gunawan Muhammad tahun 2008

Saya pikir, tadinya isi twit itu ditujukan kepada Bakrie (TV One) atau Surya Paloh (Metro TV) yang kurang disukai oleh Gunawan Muhammad. Tapi ternyata, grup Tempo milik Gunawan Muhammad sekarang juga membangun jaringan TV lokal sebanyak 45 TV. Saat itu juga saya tahu, twit yang saya paparkan tadi ditujukan pada Gunawan Muhammad dan Grup Tempo itu sendiri.


Sumber: Politikana/alfaqirilmi 
Sumber Gambar: Membongkar Kepentingan Ekonomi Politik Media Massa



Silahkan baca juga: TEMPOGate:






TEMPO sebagai bagian kelompok Jenggala, bela mati2an Arifin Panigoro

Tweet from @ratu_adil
-----------------------------
@ratu_adil: Teriakan Kongres Luar Biasa PSSI Bergemuruh di Rapat Akbar Sepak Bola Nasional http://t.co/uu0OiuPG. #TempoGate

TEMPO sebagai bagian kelompok Jenggala, bela mati2an Arifin Panigoro. LOL => PSSI: Rapat Akbar Sia-sia http://t.co/pDPLiM6p

Sejak berafiliasi dengan geng Jenggala, pemberitaan Tempo cenderung berpihak. Pada masa transisi 1998 - 2004, pemberitaan Tempo fokus membongkar kasus di perusahaan2 yang menjadi donatur partai lain

Pada 1998 - 2004, Tempo giat membongkar kasus-kasus Bob Hasan (Donatur Golkar)

Pada 1998 - 2004, Tempo giat membongkar kasus-kasus Keluarga Ongko (Donatur PDIP)

Tapi pengusaha2 yang beralih donasi ke Partai Demokrat, tidak dihajar oleh Tempo. Apa pernah Tempo membongkar skandal Lippo, Sinarmas atau lainnya pada periode tersebut? Not at All

Tempo juga tidak pernah partisipasi aktif dalam memongkar pemutihan pajak Paulus Tumewu oleh Sri Mulyani

Tempo sempat membongkar kasus pajak Asian Agri, tapi begitu Asian Agri ikutan donasi ke Demokrat, Tempo sunyi. Malah rumor yang beredar, Tommy Winata yang pernah sengketa dengan Tempo pun akhirnya membeli saham Tempo (TMPO) di Bursa Efek. Bambang Hari Murti yang sempat dipenjara gara2 berani lawan Tommy Winata pun akhirnya dibebaskan setelah 'berkongsi

Kita tidak pernah melihat adanya berita negatif dari Tempo soal Sri Mulyani, Boediono dan kelompok Jenggala lainnya. Dalam menulis pemberitaan soal kasus-kasus yang menimpa grup Medco dan bosnya Arifin Panigoro, Tempo juga diam2 saja

Pada kasus IPO Krakatauu Steel, Tempo juga bela mati2an kepentingan Mustafa Abubakar dan SBY. Harga IPO Krakatau Steel yang semua analis, media dll dikatakan terlalu murah, Tempo satu2nya media yg bilang harga IPO KS wajar

Partai Demokrat yang membeli 'gratis' IPO KS senilai Rp 400 miliar, saat itu sedang dibongkar oleh para ahli ekonomi. 13 Ekonom menuntut penyidikan IPO KS lantaran Partai Demokrat diketahui mendapat jatah gratis senilai Rp 40 Miliar. Tempo, malah menuliskan bahwa IPO KS wajar dan tidak ada masalah

So, kalo masih ada yang bilang grup Tempo itu fair, mungkin perlu cek ke Psikiater

Bagi follower @gm_gm (Goenawan Mohammad) silakan cek sendiri, beliau akhirnya mengakui kalau dia bagian dari tim kampanye Boediono. Pernyataan @gm_gm merupakan bukti nyata kenapa Tempo tidak pernah usik Boediono dan Sri Mulyani dalam kasus Century

Pertanyaannya kemudian adalah kenapa Dewan Pers diam saja melihat keberpihakan TEMPO pada kubu Boediono-Sri Mulyani? Karena, Bambang Hari Murti (eks Pimred TEMPO) sekarang jadi petinggi Dewan Pers. Itulah sebabnya, TEMPO bisa seenak udelnya bela mati2an Boediono dan Sri Mulyani dalam kasus Century

Keberpihakan TEMPO pada kepentingan pemodal asing perlu diwaspadai, TEMPO telah jadi kaki tangan asing via Boediono - Sri Mulyani. Akhirnya kita semua bisa menyadari kenapa TEMPO juga menjadi media yang sangat mendukung kenaikan BBM. Seperti kita tahu, kenaikan harga BBM merupakan salah satu pengejawantahan Deregulasi Keuangan yang dirancang Sri Mulyani

Lagi-lagi, kita menemukan Tango nan seirama antara pemberitaan TEMPO dengan kebijakan Sri Mulyani

Wahai Pemuda! Jangan kau terhanyut oleh buaian TEMPO yang telah menjadi kaki tangan asing via Sri Mulyani-Boediono. TEMPO tidak lagi berpihak pada kepentingan rakyat, melainkan kepentingan asing

Bagi teman2 tweeps yang suka duduk2 ngupi di Salihara, mungkin perlu tahu, itu dana pembangunannya dari Sinarmas. Info dari tim di lapangan, 'pengamanan' TEMPO atas kasus Illegal Logging Sinarmas 'dibayar' dengan dana Salihara #TempoGate

So..so.. Jangan heran kalau TEMPO tidak pernah investigasi soal kasus Sinarmas versus Greenpeace. TEMPO diminta diam soal Illegal Logging Sinarmas, karena SBY akan pasang badan. Jadilah hadiah dana utk Salihara


TEMPOgate 2 : Kasus IPO Krakatau STeel


@ratu_adil: Oke, karena ada permintaan dari mbak @terbangtinggi13, saya akan kultwit soal skandal Tempo di kasus IPO Krakatau STeel (KRAS) #TempoGate

Kultwit ini akan melibatkan juga akun @reinhard_ngl, wartawan Kompas yang menjadi korban 'kejahatan' Tempo di skandal IPO KS #TempoGate

Gaung IPO Krakatau Steel (selanjutnya disebut KS) dimulai sekitar Agustus 2010. KS, akhirnya dapat restu melakukan IPO senilai Rp 1,1 triliun

Penjamin emisi/broker yg menangani IPO KS adalah Mandiri Sekuritas, Danareksa dan Bahana, semuanya BUMN. Mandiri sekuritas (broker saham) adalah anak usaha Bank Mandiri (BUMN) yang saat itu dipimpin Agus Martowardoyo (sekarang Menkeu)

Dari IPO KS senilai Rp 1,1 triliun, Partai Demokrat meminta jatah 'gratis' saham KS senilai Rp 400 miliar. Partai Demokrat memesan jatah gratis IPO KS Rp 400 miliar melalui Harry Supoyo. Agar bisa memberikan jatah 'gratis' tersebut, harga saham IPO KS tentu harus murah, supaya ketika diperdagangkan harganya lsg naik tinggi. Jadilah harga IPO KS ditetapkan Rp 850 per saham. Padahal valuasi wajarnya Rp 1.100an

Lantas apa hubungannya harga murah itu dengan jatah 'gratis' Partai Demokrat Rp 400 miliar?

Jadi begini, Partai Demokrat dpt jatah gratis IPO KS di harga Rp 850 senilai Rp 400 miliar. Nah, kalau harga saham KS menyentuh Rp 1.350, maka nilai barang yg dipegang Partai Demokrat menjadi Rp 635 miliar dari Rp 400 M. Dengan cara ini, Partai Demokrat akan mengembalikan nilai Rp 400 miliar dan menerima untung Rp 235 miliar tanpa modal apapun

Nah, para ekonom mencium gelagat mencurigakan ini sejak proses IPO KS masih berlangsung. Akhirnya 13 ekonom terkemuka mencoba menguak skandal Partai Demokrat dan jatah gratis IPO KS senilai Rp 400 miliar

Menteri BUMN saat itu, Mustafa Abubakar, mencari cara agar namanya tidak toercoreng oleh kasus IPO KS. Apalagi, saat itu wacana reshuffle kabinet sudah dimulai. Mustafa harus mengamankan posisinya di skandal IPO KS. Beruntung si MUstafa Abubakar ini. Penasihat beliau adalah Bambang Hari Murti, eks pimred Tempo yg juga jadi petinggi Dewan Pers. Dan kebetulan pula, Bambang Hari Murti sangat dekat dengan Kitacomm, PR agensi yg selalu pegang IPO.

Bambang Hari Murti dan Kitacomm lalu merancang strategi pengalihan isu skandal IPO KS yang melibatkan Partai Demokrat Rp 400 M. Bambang Hari Murti dan Kitacomm pun lalu memfitnah wartawan2 pasar modal dgn menuding terjadi pembelian IPO KS oleh jurnalis . Majalah Tempo pun menjadikan headline soal tudingan wartawan2 pasar modal 'minta gratis' alias peras KS agar dapat jatah IPO . Majalah Tempo menuding 30 wartawan pasar modal 'memeras' KS

Pengalihan isu oleh Tempo ini pun sukses memendam skandal jatah gratis IPO KS pada Partai Demokrat yg hendak dibongkar 13 ekonom. Akhirnya, kita tidak mendengar lagi besutan media pers soal kasus jatah gratis IPO KS pada Partai Demokrat

Bambang Hari Murti, Kitacomm dan Tempo bahu membahu membesar2kan tuduhan wartawan2 pasar modal memeras KS agar dapat jatah IPO. Sementara itu, Dewan Pers pun melakukan penyidikan terhadap wartawan2 yang disebut Tempo memeras KS, dimotori Bambang Hari Murti. Penyidikan Dewan Pers berakhir nihil. Tak satu pun wartawan pasar modal yang ditetapkan bersalah atas tuduhan TEMPO

Hanya ada satu korban yaitu wartawan kompas bernama @reinhard_ngl yang akhirnya dicopot dari Kompas gara2 Tempo salah tuduh. Sementara beberapa wartawan lainnya yang juga dituduh Tempo padahal tidak terbukti di penyidikan Dewan Pers, mengundurkan diri. Intinya, Tempo sukses mengalihkan isu skandal IPO KS -Partai Demokrat menjadi isu wartawan peras KS

Berdasarkan wawancara saya dengan @reinhard_ngl yg jadi korban salah tuduh oleh Tempo ini, hingga saat ini Tempo tdk minta maaf. Itukah etika jurnalisme yang sehat? Bull Sh*t ! Tempo is a big fart media ever

Hingga saat ini, saudara @reinhard_ngl masih berjuang via jalur hukum menuntut Tempo yg berlaku sewenang2. Lanjutkan perjuanganmu menggoyahkan arogansi Tempo wahai @reinhard_ngl, publik twitter mendukungmu !





“TEMPO


 Sumber:  Politikana/alfaqirilmi










Sumber: Politikana/ya2x





Keluarga Besar BUMN (Badan Usaha Milik Negara) pasang iklan sisipan sampul di Kompas pagi ini, 28/12/2011. Judulnya cukup provokatif. Ha ha ha... INDONESIA ITU "MENGECEWAKAN..."

Secara keseluruhan iklan itu adalah ucapan terimakasih kepada masyarakat Indonesia yang bersama pemerintahan SBY berhasil mencapai investment grade di akhir tahun 2011. Ada ilustrasi grafik data makro ekonomi seperti: GDP Indonesia dibanding Negara lain, Trend Inflasi, dan Debt to GDP.
Selain itu iklan ini juga membanggakan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 6,5%. Sayangnya kebanggan ini disampaikan secara sinistis untuk menyerang kelompok politik yang mungkin saja dianggap berseberangan dengan pemerintah.

Mari simak teks iklan tersebut:
Ha ha ha.. "Indonesia itu "mengecewakan..."
Perekonomian Indonesia yang berhasil tumbuh sampai 6,5% tahun 2011, ternyata bisa mengecewakan "kubu ekonomi" yang optimistis, sekaligus mengecewakan "kubu politik" yang pesimistis.
"Mestinya bukan hanya tubuh 6.5%." Itu kata golongan yang optimistis.
"Kok ekonomi Indonesia bisa tumbuh sampai 6,5% ya." Itu kata golongan yang kecewa mengapa ekonomi Indonesia bisa begini bagusnya.
He he he... Indonesia itu memang mengecewakan. Bagi mereka yang hobinya kecewa.
Kabar di media sosial menyebut, Menteri BUMN Dahlan Iskan membuat sediri naskah iklan tersebut: @amalalghozali Konon pak Dahlan Iskan sendiri yg menulis naskah iklan BUMN hour ini cc @subiakto @nukman @ridwankamil
Oh rupanya atribut Dahlan Iskan bertambah panjang: Wartawan, Konglomerat Media, Menteri dan kini penulis naskah iklan.

Seperti lazimnya Iklan, umumnya berisi pujian, kebanggaan, keberhasilan, keuanggulan sebuah produk atau ungkapan terimakasih kepada masyarakat atas sukses sebuah produk.

Tapi iklan Keluarga Besar BUMN yang biaya pemasangannya tak kurang dari setengah milyar ini cukup unik. Bukan sekadar kebanggaan terhadap sebuah sukses, tapi juga sentilan buat lawan politik. Entah siapa yang dimaksud. Toh selama ini Indonesia tak mengenal oposisi alias lawan politik pemerintah?

Dan yang lebih unik justru pemasang iklannya sendiri: Keluarga Besar BUMN. Seberapa besar sebenarnya kontribusi BUMN terhadap angka-angka statistik makro ekonomi yang ditunjukkan dalam iklan tersebut? Itu tak terjawab di iklan ini.

Sukses Indonesia bisa mencapai pertumbuhan ekonomi 6,5% tentu hasil peran serta semua pihak: Kementerian terkait bidang ekonomi, pelaku ekonomi, swasta, dan masyarakat sebagai pasar.
Bahkan juga masyarakat kritis, yang selalu mengawasi berbagai persoalan ekonomi dengan cara pandang yang bisa jadi berbeda dengan pemerintah. Kritik adalah bagian dari pengawasan masyarakat untuk sebuah perbaikan. Tanpa kritik, niscaya korupsi yang belum kalis di birokrasi pemerintahan dan BUMN akan semakin menjadi-jadi. Tanpa kritik juga tak akan ada pemicu untuk berprestasi.

Dengan mencantumkan hanya 10 logo BUMN dalam iklan tersebut, mengesankan sukses dalam indikator makro ekonomi tersebut hanyalah berasal dari 10 BUMN dan sebagian masyarakat yang mendukung pemerintahan SBY.

Lalu kemana peran kementerian Keuangan, BI, Perdagangan, BKPM, Bapennas dan lembaga Negara yang lain? Bagaimana dengan BUMN yang lain, yang selama ini masih berrapot merah karena merugi dan hidup dari subsidi? Juga dimana swasta dan masyarakat kritis? Apakah mereka ini yang diposisikan sebagai yang hobinya kecewa?

Maaf kalo saya "kecewa" -bukan prihatin, seperti yang sering diucapkan SBY-- dengan iklan Indonesia itu "mengecewakan...".

Menebar optimisme agar Indonesia lebih baik, tidak semestinya dengan aura negatif dan menyudutkan kelompok tertentu. Lalu membusungkan dada, dirinyalah paling berjasa. Dan membayar mahal untuk hal yang tidak penting bagi masyarakat luas.


Sumber: Politikana/Yusro







Anda pernah nonton film Blood Diamond? Mesuji ini kisah serupa: blood palm oil, blood tire. Kisah kerakusan korporasi, ketundukan pemerintah dan ignorance manusia modern. Sebab dari darah yang tumpah dan mengalir di kebun sawit, singkong dan karet, korporasi jadi kaya, kas pemerintah menggembung dan orang-orang Jakarta dan dunia selebihnya bisa menikmati minyak goreng yang jernih, bisa bermobil mewah dengan ban handal, bisa menikmati gemerlap kasino dan hingar bingar dunia gelap di tengah-tengah sejarah manusia modern abad ini.

Dan apa yang kita saksikan di Mesuji, merupakan miniatur rangkaian cuplikan dan adegan kepedihan, ketidakberdayaan dan cucuran air mata orang-orang tertindas dan tak berdaya di Republik ini. Mesuji adalah cerita keburukan, seburuk apapun yang kita vulgarkan. Mesuji adalah cermin budaya kekerasan, barbarisme dan kemiskinan yang kemudian menyoal keberadaan kita mengenai hidup, manusia dan kemanusiaan.

Apakah hidup ini masih begitu layak dipertahankan jika nyawa manusia hanya bagian sebuah game yang diciptakan mereka yang berkuasa?

Di Mesuji adalah cerita tentang exploatasi manusia oleh manusia di negeri retak, di Republik ini.

Bagi petani Mesuji dan warga tertindas lainnya, tentu berharap kelak pemerintah lebih fokus soal sengketa tanah, soal penyembelihan dan soal pengusiran “centeng-centeng” atas warga daripada sekedar meributkan video yang katanya di dramatisir (katanya ada unsur oplosan). Sebab, ditolak atau tidak, pembantaian itu memang ada dan terjadi.

Kalaupun kemudian dalam video itu terbukti “oplosan”, tentu itu ada cara khusus penanganannya. Jangan sampai lantaran sibuk mengurus ‘video oplosan’

kemudian ramai-ramai melupakan kasus yang sebenarnya, yang lebih penting dan urgen. Apalagi, masalah Mesuji kini semakin melebar, tidak lagi menyoal sengketa tanah perkebunan, tapi menyoal pertambangan.

Dan sudah lazim, dalam setiap kasus sengketa apapun, selalu saja masyarakat yang menjadi tumbal dan batu bata kedigdayaan segelintir investor yang didukung oknum penegak hukum, diperkeruh permainan kadal-kadal, pun tak jarang partai politik melacurkan diri. Aparat hukum “jadi centeng” perusahaan yang tak segan-segan menindas rakyat dengan moncong senjata dan golok.

Sejak awal pemerintah sudah tahu, elit-elit di negeri ini semua sudah mengerti, kalau persoalan kekerasan terkait tanah yang terjadi selama puluhan tahun yang terjadi hampir di seluruh Tanah Air yang melibatkan aparat TNI, polisi, lembaga tertentu, ormas, swasta dan pihak asing dengan masyarakat kecil selalu berimbas pada tewasnya beberapa warga kecil; minimalnya selalu mengalirkan darah dan air mata.

Mengapa pemerintah selalu menutup mata, bukankah konflik yang melatarbelakangi biasanya perebutan tanah sekian hektar yang tidak terlepas dari sejarah penguasaan lahan yang diklaim sebagai tanah milik pihak tertentu?

Dan, kalau mau dirunut secara urut, hampir wujud persengketaan tanah merupakan konflik horisontal warisan kolonial Belanda yang sampai saat inibelum menjadi fokus utama negara untuk menyelesaikannya, bahkan terkesan dibiarkan liar dan dikembangbiakan.


Dalam kurun waktu 50 tahun sejak UU Pokok Agraria (UUPA) lahir, banyak penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah dan jauh dari harapan rakyat banyak. UUPA malah menjadi semacam alat eksploitasi sumber-sumber agraria demi kepentingan-kepentingan dan modal asing dalam mengeruk kekayaan alam negeri ini.
Penetapan TAP MPR Nomor IX Tahun 2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam misalnya, hanya lipstik dan gincu pemerintah dan tetap memelihara konflik berkepanjangan. TAP MPR Nomor IX Tahun 2001 yang sudah ditetapkan, namun, dukungan dan komitmen pemerintah untuk menjalankan Reforma Agraria masih sangat lemah dan mandeg. Kepentingan-kepentingan pihak tertentu justru yang menguasai.

Ada beberapa catatan penting yang menjadi rumusan RUU PA yang telah digodok oleh DPD sepanjang kurun waktu 2005- 2009.

Pertama, terbentuknya suatu pengaturan agraria yang mampu menjadi instrumen hukum nasional dengan status Undang-Undang Induk.

Kedua, menciptakan kebijakan politik dan hukum pengaturan tanah unifikatif namun tetap mengakui keanekaragaman hak-hak masyarakat adat (local wisdom) dan nilai-nilai yang tumbuh dan berlaku dimasyarakat semata-mata untuk kepentingan sebesar-besarnya warga negara dalam kerangka NKRI.

Tragedi Mesuji adalah pengingat. Lain kali saat kita makan gorengan, teteskan lah air mata duka. Kita mestinya malu. Malu sebagai manusia! [] Sumber:


Politikana/BlackHorse





 Masih menyambung artikel sebelumnya, Juni Untuk Soekarno.

Dari 69 tahun masa hidupnya, mungkin banyak yang belum tahu kalau Soekarno, selain berjuang lewat jalur politik, juga lewat sastra drama. Hal itu terjadi pasa masa pembuangannya di Ende dan Bengkulu. Kehidupan Soekarno di Ende, seperti yang ditulis oleh H.D. Haryo Sadongko dalam bukunya yang berjudul Bung Karno dan Pak Harto dari Revolusi ke Korupsi (2006), mengungkapkan: ‘Ketika menjalani pembuangan di Bengkulu, Soekarno tida diawasi terlalu ketat. Dia boleh bepergian ke mana suka asalkan masih dalam radius 40 kilometer dari rumah pengasingan yang ditempatinya. Dan Soekarno memanfaatkan peluang ini untuk terus melakukan agitasi politik kepada masyarakat Bengkulu yang menyambutnya sebagai pahlawan’. Dari situlah tampaknya dapat ditelusuri proses kreatif penulisan naskah-naskah drama Soekarno.

Adalah Agus Setiyanto, salah satu dari sedikit orang yang membahas tentang naskah-naskah drama Soekarno, lewat bukunya yang berjudul Bung Karno Maestro Monte Carlo. Walaupun tidak memuat semua naskah drama yang ditulis Soekarno – baik pada masa pembuangannya di Ende, Flores, NTT tahun 1934-1938 maupun sewaktu di Bengkulu tahun 1938-1942 – namun naskah-naskah yang ada dalam buku tersebut cukup memadai sebagai penelitian awal.

Ada dua belas naskah drama (waktu itu disebut tonil) yang telah ditulis oleh Soekarno semasa pembuangan di Ende, Flores. Namun, kata Agus Sutiyanto, hanya delapan naskah yang mampu diselamatkan. Selebihnya raib entah ke mana. Delapan naskah tersebut adalah Dr. Syaitan, Ero Dinamik, Rahasia Kelimutu, Tahun 1945, Don Louis Pereira, Kutkutbi, Toberro dan Kummi Torro. Sementara ketika di Bengkulu, jumlah naskah yang pernah ditulis tidak diketahui pasti berapa, namun ada beberapa yang bisa disebutkan, yaitu Rainbow (Putri Kencana Bulan), Hantu Gunung Bungkuk, Si Kecil (Klein’ Duimpje) dan Chungking – Jakarta. Naskah yang terakhir itu yang akan saya tulis di sini.

Sedikit tentang Chungking – Jakarta. Drama tersebut ditulis di Bengkulu pada 8 Juni 1941, panjangnya 34 halaman yang terdiri dari 10 bedrijf (babak/adegan). Tokoh-tokoh yang menonjol di situ antara lain sekretaris Jo Ho Sioe, Cen Yit Ciu, Zakir Johan, Abu, Miss Liliwoe, Saminah, Voorzitter, Peningmeester dan Parta. Untuk lebih jelasnya, kalian bisa baca langsung di sini. Semoga terhibur.


Bedrijf (Babak) I

Tian Kung Hui : Layar dibuka. Kelihatan seorang opas (serdadu ) Tian Kung Hui sedang menyapu dan membersihkan meja kursi. Kebetulan hari itu hujan dan guntur. Sesudah selesai membersihkan meja kursi, opas melihat ke kanan dan ke kiri, kelihatan seperti takut dilihat orang. Sesudah diketahui benar tidak ada orang yang melihatnya, lalu diambilnya sebuah bendera kecil dan alas meja. Dengan bendera itu ia menghadap ke paintu sambile memberi isyarat seraya mengibar-ngibarkan bendera tadi. Tak lama sesudah itu, masuklah dengan berturut-turut empat orang bestuur (pengurus) itu. Lantas mereka memberi hormat kepada voorzitter (ketua)-nya.

Voorzitter (ketua) : Sebelum saya membuka vergadering ini, saya minta saya menyebut kode rahasia kita (voorzitter sendiri menyebut matahari, lainnya berturut-turut menyebut bulan, bintang, langit, setelah itu voorzitter menyilakan duduk). Tuan-tuan sekarang diminta membuka kedok supaya mengenal satu sama lain. (Mereka membuka kedok dan melihat satu sama lain dan menutup kedok kembali). Tuan-tuan, kepada sekarang vergadering kita buka dan saya memberitahu kepada Tuan-tuan yang perkumpulan kita Tian Kung Hui atau Syarikat Guntur telah berhasil mengumpulkan uang sebanyak f250.000 guna menyokong tanah darah kita. Kita telah bekerja dengan giat untuk mengumpulkan uang sebanyak itu adalah untuk dikirimkan ke Pemerintah Chungking, guna membantu tanah Tiongkok yang sekarang sedang dalam peperangan melawan musuhnya. Oleh sebab sekarang kita harus lekas mengirimkan dengan lekas uang tersebut, bagaimana caranya mengirimkan uang itu, apa kita kirim dengan telegram, apakah dengan utusan. Menurut pikiran saya lebih baik kita mengadakan utusan. Bagaimana pertimbangan Tuan-tuan?

Penningmeester (Bendahara) : Tuan Voorzitter, dalam pikiran saya lebih baik kita kirimkan dengan telegram saja supaya lekas Pemerintah Chungking menerima, sebab sekarang perlu lekas pertolongan.

Voorzitter (Ketua) : Tuan Penningmeester! Sekarang kita mesti berhati-hati sekali dengan uang ini, sebab kalau uang ini kita kirimi dengan telegram, saya khawatir itu uang tidak sampai, sebab sekarang di Tiongkok dalam peperangan, boleh jadi negeri kita Chungking diduduki oleh musuh. Jadi lebih baik kita mengadakan utusan saja supaya uang jangan terampas oleh musuh. Bagaimana pertimbangan Tuan Yo Ho Siu sebagai sekretaris?

Sekretaris : Pada pikiran saya lebih baik juga mengadakan utusan saja, hanya saya masih bingung, sekarang siapakah yang patut di antara kita untuk menjadi utusan itu, sedangkan pekerjaan kita di sini masih banyak memakai tenaga.

Voorzitter (Ketua) : Kebetulan pula Tuan-tuan, saya punya anak Cen Yit Ciu telah melamar menjadi utusan dan ia sanggup akan membawa uang. Cuma bagaimana syarat-syarat dan perjanjian nanti kita timbang pula. Bagaimana pikiran tuan-tuan?

Sekretaris : O, jadi Tuan punya anak Cen Yit Ciu yang sudah melamar pekerjaan dan sanggup membawa itu uang, Tuan Voorzitter?

Voorzitter (Ketua) : Ya, Tuan Yo Ho Siu!

Sekretaris : Tuan Vorzitter, saya tidak mufakat yang orang luaran, meskipun anak Tuan sendiri. Sebab perkumpulan kita tidak boleh diketahui oleh bukan kelompok kita, Tuan mesti ingat pula, kalau anak Tuan ini nanti tidak menyampaikan uang tersebut atau itu uang ia sia-siakan. Sekarang supaya lekas kita mendapat keberesan, saya minta kepada Tuan-tuan setujukah kita membuat perjanjian yang kuat serta Cen Yit Ciu menjamin atas keselamatan uang itu?

Voorzitter (Ketua) : Bagaimana pertimbangan Tuan Penningmeester?

Penningmeester (Bendahara) : Saya setuju TuanVoorzitter, manakala anak Tuan yang telah melamar itu pekerjaan dan mufakat sekali sebagaimana Voorzitter Tuan Yo Ho Siu, yaitu Tuan Cen Yit Ciu memberikan perjanjian atas keselamatan itu uang.

Voorzitter (Ketua) : Bagaimana Tuan Leden yang lain?

Leden (Anggota) : Mufakat!

Voorzitter (Ketua) : Sekarang bagaimana syarat-syarat perjanjian dan bersumpah, manakala itu uang sampai atau hilang, maka Cen Yit Ciu menebus dengan jiwanya, itulah Voorztel (usulan) saya, Tuan-taun.

Voorzitter (Ketua) : Bagaimana Tuan-tuan Leden, apakah mufakat atas voorztel Tuan Yo Ho Siu?

Leden (Anggota) : Sepakat tuan Voorzitter!

Voorzitter (Ketua) : Opas! Suruh masuk Tuan Cen Yit Ciu yang menunggu di luar!

(Opas ke luar dan lantas masuk lagi serta Cen Yet Ciu dan memberi hormat)

Voorzitter (Ketua) : Tuan Cen Yet Ciu, apakah betul Tuan sanggup membawa uang Syarikat Tian Kung Hui sebanyak f250.000? Dan apakah Tuan sanggup membuat surat perjanjian, manakala uang itu hilang atau tidak sampai ke Pemerintah Chungking, Tuan sanggup menjamin dengan menebus Tuan punya nyawa?
Cen Yit Ciu : Saya sanggup Tuan Voorzitter, semua perjanjian itu. Tetapi, Tuan Voorzitter, saya ada lagi satu permintaan, adalah kalau boleh saya akan membawa seorang teman saya student Indonesia bernama Zakir Johan.

Voorzitter (Ketua) : Cen Yit Ciu, apakah sebabnya maka Zakir Johan akan turut pergi ke Tiongkok sedangkan tempat yang dituju itu sangat berbahaya?

Cen Yit Ciu : Begini, Tuan Vorzitter, Zakir Johan ialah seorang pemuda yang gagal dalam percintaan, untuk menghibur hatinya maka sebab itu ia ingin pergi bertamsya ke negeri jauh.

Voorzitter (Ketua) : Apakah Zakir Joahn boleh dipercaya?

Cen Yit Ciu : Tuan Voorzitter, saya kenal betul dengan Zakir Johan dan lagi tahu betul bahwa ia seorang yang jujur dan selalu tahu akan kewajiban.

Voorzitter (Ketua) : Sekarang Cen Yit Ciu, saya sebagai pemimpin dalam vergadering mesti bertanya dulu kepada vergadering mufakat apa tidak Tuan akan membawa teman.

(Voorzitter (Ketua) berpaling pada Leden (anggota) yang lain dan bertanya kepada Penningmeester (bendahara)).

Penningmeester (Bendahara) : Saya sangat setuju kalau Cen Yit Ciu membawa teman, sebab kalau ada salah satu bahaya di jalan, salah satu boleh membantu, apalagi perjalanan sangat jauh, dan lagi asal Tuan Zakir Johan sanggup memberi perjanjian juga seperti Tuan Cen.

Voorzitter (Ketua) : Bagaimana pendapat Tuan-tuan Leden yang lain?

Leden (Anggota) : Mufakat, Tuan Vorzitter!

Sekretaris : Saya tetap tidak mufakat, sebab Zakir Johan belum kita kenal, dan bukan pulan led (anggota) perkumpulan kita. Perkumpulan Tian Kung Hui selama ini tetap memegang undang-undang, tidak mengizinkan orang luar masuk. Apalagi saya belum percaya bahwa mereka akan tetap memegang janjinya.

Voorzitter (Ketua) : Tuan Yo mesti ingat pula dan sebagai keterangan Tuan Penningmeester tadi, lebih baik Cen Yit Ciu berteman karena perjalanan ini sangat jauh.

Sekretaris : Saya tetap tidak mufakat, sebab yang menjadi utusan ini ialah masih anak-anak muda. Anak-anak muda lekas benar dapat dipengaruhi dan belum dapat mereka membedakan mana yang baik dan yang buruk. Itulah sebabnya saya tidak mufakat. Tetapi jika Zahir Johan sanggup pula membuat perjanjian dan menjamin manakala itu uang tidak sampai kepada Pemerintah Chungking, ia juga menebus jiwanya. Kalau ia sanggup, saya mufakat.

Voorzitter (Ketua) : Cen Yit Ciu, mana Zakir Johan sekarang?

Cen : Ada di luar, Tuan Vorzitter!

Voorzitter (Ketua) : Opas! Suruh Tuan Zakir Johan masuk.

(Zakir Johan masuk. Semua melihat kepada Zakir Johan).

Voorzitter (Ketua) : Tuankah yang bernama Zakir Johan?

Zakir Johan : Benar, Tuan Voorzitter!

Voorzitter (Ketua) : Apakah Tuan sanggup menemani Tuan Cen Yet Ciu dan sanggupkah Tuan manakala uang itu hilang atau tidal sampai pada Pemerintah Chungking, Tuan akan menebus dengan Tuan punya jiwa?
Zakir Johan : Saya sanggup, Tuan Voorzitter!

(Dalam pada itu sekretaris telah membuat surat perjanjian).


Surat Perjanjian

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Cen Yit Ciu dan Zakir Johan tinggal di Pancoran No. 15, Jakarta, mengaku dengan sungguh kami berdua menerima uang dari Syarikat Rahasia Tian Kung Hui banyaksnya f250.000 dan kami sanggup membawa uang yang tersebut kepada Pemerintah Chungking. Jika uang tersebut hilang atau tidak sampai kepada Pemerintah Chungking, kami berdua sanggup menebus dengan kami punya jiwa. Kami yang bertanda tangan di bawah ini.

Zakir Johan                                                                                                                       Cen Yit Ciu

Jakarta, 8-6-1941


Sekretaris : Dan sekarang untuk menguatkan janji itu, kita harap Tuan berdua suka membubuhi tanda tangan di bawah ini dengan Tuan punya darah sendiri, supaya kukuh dan kuat perjanjian kita.
Cen dan Zakir : Baik, Tuan!

Sekretaris : Tuan Cen dan Zakir, tekenlah Surat Perjanjian.

(Cen dan Zakir masing-masing mengambil darahnya untuk membubuhi tanda tangan masing-masing. Setelah selesai meneken, voorzitter menyerahkan uang.

Voorzitter (Ketua) : Tuan Cen dan Tuan Zakir terimalah uang ini, banyaknya f250.000, dan sampaikan kepada pemerintah Chungking, sampaikan juga hormat kami kepada Pemerintah Chungking, mudah-mudahlan cita-citanya berhasil dan kami di sini tak berhenti bekerja terusuntuk membantu mengumpulkan uang dan lagi berhubung dengan besok pagi ada kapal berangkat ke Tiongkok, berangkatlah Tuan berdua besok pagi, sedialah untuk perjalanan dengan selamat.

(Cen dan Zakir menerima uang dan mengucapkan terima kasih serta member hormat, terus keluar)

Voorzitter (Ketua) : Sekarang pekerjaan kita telah selesai. Dari itu kalau ada pertanyaan lain-lain Tuan-tuan kemukakan.

(Semua tidak menjawab, kecuali Tuan Yo Ho Siu).

Sekretaris : Tuan Voorsitter! Berhubung pekerjaan kita telah selesai, dan kami telah bekerja dengan tidak mengenal susah dan payah, dari itu saya minta pada Vergadering member verlof (cuti) satu bulan untuk saya.

Voorzitter (Ketua) : Bagi saya tidak ada keberatan, da ke manakah maksud Tuan verlof satu bulan itu?
Sekretaris : Saya akan pergi ke Singapur untuk mengawasi pekerjaan.

Voorzitter (Ketua) : Bagaimanakah Tuan-tuan Leden yang lain permintaan Tuan Yo Ho Siu itu?

(Semua leden (anggota) sepakat)

Voorzitter (Ketua) : Tuan Yo, permintaan Tuan kami kabulkan dan harap sesudah satu bulan verlof Tuan lekas kembali, sebab masih banyak pekerjaan yang akan kita bereskan.

Sekretaris : Baik Tuan Voorzitter !

Voorzitter (Ketua) : Tuan-tuan, berhubung tidak ada pertanyaan apa-apa lagi maka vergadering saya tutup.

(Voorzitter menjatuhkan palu, dan masing-masing meninggalkan vergadering, kecuali Yo Ho Siu setelah melihat tidak ada lagi orang di dalam zaal vergadering, maka ia memberi isyarat kepada Abu. Setelah itu, Abu masuk seperti ketakutan.

Yo Ho Siu : Engkau Abu?

Abu : Ya, Tuan Yo.

Yo Ho Siu : Abu! Tadi vergadering Tian Kung Hui telah memutuskan membawa uang f250.000, yang dikirim ke Tiongkok itu ialah dua pemuda Cen Yit Ciu dan Zakir Johan. Jadi maksud say, inilah masanya kita akan mendapat kesempatan akan memiliki uang itu. Apakah engkau tidak mengira-ngira betapa senangnya dan gembira kita, manakala uang itu kita yang mempunyai.

Abu : Apakah maksud Tuan Yo mengatakan kepada saya.

Yo Ho Siu : Abu, kita mesti rampas itu uang. Dengan jalan ini tentu kita menjadi kaya raya. Mengertikah engkau?

Abu : Sekarang saya mengerti Tuan Yo, janganan uang f250.000, dengan uang 15 sen saja Abu sanggup mengerjakannya. Tetapi Tuan Yo, apakah lebih baik sekarang juga kita merampas uang itu, hal ini Tuan serahkan saja kepada saya.

Yo Ho Siu : Abu, Abu, jangan Abu. Kalau di sini kita merampasnya sudah tentu kita lekas ditangkap polisi dan rahasia kita terbuka. Kebetulan Abu tadi saya minta verlof satu bulan untuk pergi ke Singapur. Dengan jalan ini kita akan mengikuti mereka sampai ke Tiongkok dan di sana nanti kita akan merampasnya dam keadaan genting Tiongkok, mengertikah engkau, Abu?

Abu : Mengerti, Tuan Yo. Baik, saya menurut Tuan Yo.

Yo Ho Siu : Nah, sekarang bersiaplah engkau, sebab besok pagi dua pemuda itu akan berangkat, dan jangan lupa membawa revolver.

Abu : Baik, Tuan Yo.

Yo Ho Siu : Berangkatlah engkau Abu untuk bersiap, tetapi hati-hati jangan ada yang melihat.

(Abu keluar dengan mengintip-intip kalau-kalau ada orang yang melihat. Dengan perlahan-lahan meninggalkan zaal vergadering)


Layar Turun.



Sumber: Agus Setiyanto, Bung Karno Maestro Monte Carlo. Yogyakarta: Ombak, 2006.

Catatan:

Bedrijf : adegan/babak/bagian
Bestur : pengurus organisasi
Verg : rapat/sidang
Leden : anggota (jamak)
Penningmeester : bendahara
Opas (Oppas) : serdadu
Revolver : pistol
Voorztel : usulan
Verlof : cuti/libur
Vergadering : rapat
Voorzitter : ketua
Zaal : ruang





PERINGATAN sejumlah tokoh nasional tentang perlunya mencegah kebangkrutan negara di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Kamis (16/6), tidak bisa dianggap angin lalu. Kian hari, tanda-tanda bahwa negara ini semakin berada di ambang gagal dan bangkrut semakin terlihat.

Tanda-tandanya banyak sekali. Pertama, pemerintah pusat yang lemah dan tidak mampu dalam mengendalikan pemerintah daerah. Semuanya berjalan sendiri-sendiri.

Kedua, buruknya infrastruktur hampir merata di mana-mana. Sedemikian buruk, menunjukkan jeleknya peranan negara.

Ketiga, meluasnya keganasan korupsi. Yang terakhir terjadi megakorupsi yang diduga sangat kuat digerakkan Nazaruddin, mantan bendahara umum partai yang berkuasa.

Keempat, inilah negara yang memusuhi kejujuran. Betapa celaka karena sikap memusuhi kejujuran itu bahkan disemai di dunia pendidikan.

Kelima, ketidakmangkusan kepemimpinan nasional sehingga nyaris tidak ada masalah bangsa dan negara yang selesai. Sebaliknya, masalah kian menumpuk menggerogoti kehidupan berbangsa dan bernegara.

Keenam, daya beli rakyat yang semakin merosot. Harga pangan dan harga energi semakin tidak terjangkau rakyat banyak.

Maka, tidak mengherankan jika survei lembaga The Fund for Peace dan majalah Foreign Policy tentang failed state index atau indeks negara gagal pada 2010 menempatkan Indonesia di posisi negara dalam peringatan, atau dekat dengan negara gagal.

Bahkan, sejak 2005 hingga 2010, Indonesia lebih dekat jaraknya dengan posisi 'waspada' negara gagal ketimbang dengan posisi 'bertahan'.
Indonesia bahkan belum masuk di zona negara moderat.

Indeks tersebut memasukkan 177 negara ke dalam empat posisi dari segi dekat jauhnya terhadap kategori negara gagal, yaitu posisi waspada (alert), dalam peringatan (warning), sedang (moderate), dan bertahan (sustainable).

Posisi Indonesia di urutan 61 dari 177 negara di dunia yang disurvei sudah mendekati negara-negara yang masuk kategori gagal seperti Somalia dan Zimbabwe.

Sayangnya, beragam seruan dan peringatan negara gagal itu ditanggapi amat defensif oleh para pemangku kekuasaan di Republik ini. Alih-alih berterima kasih karena diperingatkan, malah ada pejabat yang memberi cap kepada para penyeru penyelamatan bangsa dari kegagalan sebagai 'pengidap mata kalong'.

Bergepok-gepok data, berpuluh-puluh survei, berderet fakta sosial agaknya belum cukup bagi pemerintah untuk terlecut menarik negara ini dari tubir kebangkrutan. Pemimpin di negeri ini belum mampu menjadi lokomotif yang menggerakkan. Celakanya, ketika ada pihak-pihak yang membantu menarik gerbong, para pemimpin malah mencurigai.

Selama para pemangku kekuasaan terus menganggap angin lalu berbagai seruan itu, bukan mustahil negara bangkrut benar-benar menjadi kenyataan.
Lalu, kita pun meratapinya seumur hidup.

Bung Karno Arek Suroboyo

Dalam kalimat geram, acap saya berucap, “Kesintingan apa lagi ini… menyebut Bung Karno lahir di Blitar?!” Bahkan, meski begitu banyak literatur yang menyebutkan bahwa Bung Karno lahir di Surabaya, toh Kementerian Pendidikan tidak mengubah “kesintingan” tadi.

Tidak heran jika di sejumlah kelas setingkat SMU, acap terjadi perdebatan konyol antara sang guru dengan murid. Manakala guru menyebutkan Bung Karno lahir di Blitar, sejumlah siswa kritis dan doyan membaca buku, kontan menyangkal, “Bukan pak Guru! Bung Karno tidak lahir di Blitar, tetapi di Surabaya.”
Dan apa yang terjadi? Guru yang malas membaca dan tidak benar-benar mendalami sejarah, serta merta marah dan dengan ngototnya menyebut Blitar sebagai kota kelahiran Bung Karno. Bahkan di salah satu sekolah di Surabaya sendiri, peristiwa seperti terlukis di atas, sungguh-sungguh terjadi. Perdebatan guru-murid tentang tempat kelahiran Bung Karno itu berhenti, manakala guru memberi ultimatum dan mengintimidasi sang murid.

Ending dari peristiwa debat tadi, mungkin begini… sang guru berkata dalam hati, “Guru kok dilawan!”… sementara sang murid termenung sambil menerawang, “bagaimana saya akan jadi manusia cerdas, kalau dididik oleh guru yang bodoh?!”

Bung Karno lahir di Surabaya. Titik. Bung Karno ternyata arek Suroboyo. Final. Tanggal 6 Juni 2011, Gang Pandean IV di bilangan Peneleh, Surabaya, riuh-rendah di depan rumah bernomor 40. Ya, atas dasar penelusuran, penelitian, kajian mendalam rekan-rekan Soekarno Institut Surabaya, ditemukanlah rumah tempat Putra Sang Fajar dilahirkan.

Sebelumnya, lebih tiga dasawarsa pemerintahan Orde Baru menenggelamkan segala sesuatu menyangkut Bung Karno. Jangankan tentang jasa-jasa dan pemikiran-pemikirannya, bahkan tempat di mana ia dilahirkan pun sedia disesatkan. Literatur yang digunakan di sekolah-sekolah, disebutkan Bung Karno lahir di Blitar. Ini adalah pembenar atas keputusan Soeharto yang memakamkan Bung Karno di Blitar.

Padahal, alasan di balik pemakaman Bung Karno di Blitar, semata karena pemerintah Orde Baru memang sedia menjauhkan jazad Bung Karno dari pusat kekuasaan. Padahal, jelas-jelas dalam testimoninya, Bung Karno menghendaki dimakamkan di Bogor. Begitulah, dengan kuasanya, Soeharto memutuskan mengubur jazad proklamator nun jauh di Blitar sana. Kemudian, memperkuatnya dengan alasan karena Bung Karno kelahiran Blitar.

Kengawuran sejarah yang berlangsung demikian lama, tanpa siapa pun kuasa meluruskannya. Elan reformasi digunakan oleh elemen Sukarnois untuk meluruskan sejarah tadi. Berbagai literatur dan bukti-bukti sejarah pun mulai diteliti. Jauh sebelum penelitian yang perisnya dilakukan sejak tahun 2002 itu, sejatinya sudah banyak publikasi yang menunjukkan bahwa tempat kelahiran Bung Karno adalah di Surabaya.

Pertama, buku Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia tulisan Cindy Adams. Jelas menyebutkan tuturan Bung Karno, bahwa ia lahir di Surabaya. Kedua, biograf Lambert Giebels dalam bukunya “Soekarno, Biografi Politik 1901 – 1950″ menyebutkan Bung Karno lahir di Jalan Pasar Besar, Surabaya. Dalam buku yang sama, Giebels juga menyebut tempat kelahiran Bung Karno di Gang Lawang Seketeng, suatu jalan masuk di kampung di seberang Kali Mas. Data terakhir dikutip dari “Soerabaja, Beeld van een stad, hal 24).
Nah, atas data-data itu pula, kemudian dilakukan penelusuran, hingga ditemukanlah rumah tempat Bung Karno dilahirkan, yaitu di Jalan Pandean IV, di sebuah rumah yang sekarang bernomor 40. Lokasinya memang dekat Kali Mas, dekat Lawang Seketeng.

Apa artinya? Artinya, semua literatur yang ditulis sebelum tahun 1966, semua menyebutkan bahwa Bung Karno lahir di Surabaya. Sebaliknya, semua literatur yang ditulis pasca 1967, bersamaan naiknya rezim Orde Baru, pemutarbalikkan sejarah pun terjadi.

 Menelusuri Jejak Kelahiran Bung Karno

Hampir semua rumah peninggalan Belanda di kawasan Jalan Pandean, Surabaya masih asli. Antara satu rumah dan rumah lainnya nyaris tak ada berbeda, bentuk, model, dan coraknya bergaya kolonial. Sejak dulu, tidak ada yang spesial di kampung itu. Namun akhir - akhir ini, warga dikejutkan dengan penelitian yang menggemparkan.

Tidak hanya bagi warga setempat, masyarakat Indonesia pun dibuat tercengang dengan penemuan bahwa rumah kelahiran Soekarno, Presiden pertama RI yang juga Sang Proklamator, berada di sebuah gang sempit yang berukuran tidak lebih dari tiga meter di Kota Pahlawan, Surabaya. Bukan di Blitar sebagaimana yang diketahui masyarakat Indonesia selama ini.

Bung Karno dilahirkan di Surabaya, tepatnya di sebuah rumah kontrakan Jalan Lawang Seketeng, sekarang berubah menjadi Jalan Pandean IV/40. Ayahnya Raden Soekemi seorang guru sekolah rakyat dan ibunya Ida Ayu Rai seorang perempuan bangsawan Bali.

"Setelah kami lakukan penelitian dan melalui kajian cukup lama, ternyata rumah kelahiran Soekarno bukan di Blitar, melainkan di Surabaya," ujar Ketua Umum "Soekarno Institute", Peter A Rohi.

Ukuran bangunan rumah itu 6x14 meter. Terdiri dari satu ruang tamu, satu ruang tengah yang biasa ditempati keluarga bersantai, dan dua kamar. Di belakang ada dapur yang terdapat juga sebuah tangga kayu untuk naik ke lantai dua. Di lantai atas tersebut, hanya digunakan untuk menjemur pakaian.

"Dari dulu, ya seperti ini. Kami tidak mengubahnya, atau merenovasi," ujar Siti Djamilah, pemilik rumah saat ini.
Ia mengaku menempati bangunan itu sejak 1990. Ketika itu, ia ikut kedua orangtuanya. Kakak Djamilah dan suaminya, H. Zaenal Arifin juga menetap rumah itu.
Kemudian, 1998 Djamilah menikahi Choiri. Setelah kedua orang tua Djamilah meninggal, mereka hanya tinggal berempat.

"Kami tidak menyangka bahwa rumah ini adalah tempat kelahiran Bung Karno. Sebuah kebanggaan dan anugerah karena kami tinggal di rumah tokoh kelas dunia. Tidak hanya presiden, tapi seorang yang patut menjadi teladan bangsa Indonesia," tutur Choiri, suami Djamilah.


"Kami sudah melalui kajian dan penelitian panjang sejak masa reformasi. Bahkan penelitian juga kami lakukan di Belanda. Buku-buku sejarah masa lalu juga membuktikan bahwa di Surabaya inilah Bung Karno dilahirkan. Syukurlah sekarang bisa diresmikan," ujar Peter A. Rohi.

"Di Jakarta ada prasasti Barack Obama, padahal dia Presiden Amerika Serikat. Masak Presiden Indonesia tidak ada prasastinya? Kami memasangnya di rumah kelahiran Soekarno," katanya, menambahkan.

Pasang Prasasti

Dijelaskan Peter, pemasangan prasasti digelar 6 Juni 2011 karena disamakan dengan tanggal kelahiran Soekarno, yakni 6 Juni 1901. Peter menyayangkan sikap pemerintah yang menyatakan bahwa Soekarno lahir di Blitar. Padahal, kata dia, berbagai buku-buku sejarah dan arsip nasional ditegaskan bahwa Soekarno dilahirkan di Surabaya.

Ia berani menunjukkan puluhan koleksi buku sejarah yang menuliskan kelahiran Soekarno. Di antaranya, buku berjudul "Soekarno Bapak Indonesia Merdeka" karya Bob Hering, "Ayah Bunda Bung Karno" karya Nurinwa Ki S. Hendrowinoto tahun 2002, "Kamus Politik" karangan Adinda dan Usman Burhan tahun 1950.
Lainnya, "Ensiklopedia Indonesia" tahun 1955, "Ensiklopedia Indonesia" tahun 1985, dan "Im Yang Tjoe" tahun 1933 yang sudah ditulis kembali oleh Peter A Rohi dengan judul "Soekarno Sebagi Manoesia" pada tahun 2008.

"Bahkan mantan Kepala Perpustakaan Blitar sudah mengakui bahwa Soekarno tidak dilahirkan di Blitar, melainkan di Surabaya," tuturnya. Pihaknya berharap, ke depan masyarakat Indonesia lebih mengetahui dan mengakui bahwa kota kelahiran Soekarno yang selama ini dikenal adalah keliru.

"Dulu pascatragedi G30S/PKI, semua buku sejarah ditarik dan diganti di Pusat Sejarah ABRI pimpinan Nugroho Notosusanto. Tapi saya heran, kenapa ada pergantian kota kelahiran Soekarno? Semoga pemerintah ke depan sudah mengakui bahwa lahirnya presiden pertama Indonesia ada di Surabaya," papar Peter.

Walikota Surabaya Tri Rismaharini juga mengaku sangat yakin bahwa Bung Karno bukan dilahirkan di Blitar. Pihaknya juga telah mengirim surat ke Pemerintah Pusat untuk meluruskan persoalan ini dan optimistis pemerintah mengakuinya.

"Kami masih menunggu respon dari Pemerintah Pusat. Tapi tahun 2010, walikota Surabaya saat itu, Bambang DH, sudah menandatangani prasasti sekaligus mengirimkan surat ke pemerintah pusat," tutur Tri Rismaharini.

Jadi Museum

Menurut Risma, pihaknya sudah menemui keluarga pemilik rumah, Choiri, agar bersedia menjualnya dan akan dijadikan museum atau tempat cagar budaya.

"Saya sudah memberikan tugas kepada Dinas Pariwisata Kota Surabaya untuk negosiasi harga dengan pemilik rumah. Nantinya rumah kelahiran Bung Karno akan dijadikan museum dan untuk kawasan sejarah," ujar Tri Rismaharini ketika ditemui di sela pemasangan prasasti dan peresmian rumah kelahiran Bung Karno, Senin (6/6).

Sayang, orang nomor satu di Surabaya tersebut enggan menyebutkan anggaran yang dikeluarkan. "Harga masih negosiasi. Saya sudah minta ke Bu Wiwik (Kepala Dinas Pariwisata) untuk mengalokasikan dana dari Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) Kota Surabaya. Lebih bagus lagi kalau masih ada barang-barang aslinya, agar bisa menceritakan ke anak-anak bahwa di Surabaya Bapak Proklamator dilahirkan," tutur Risma.

Sementara itu, keluarga Bung Karno, Prof. Haryono Sigit, mengakui bahwa orangtua Bung Karno pernah tinggal di rumah itu. Ia juga menyerahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Kota Surabaya untuk mengelola rumah tersebut. "Mau diapakan rumah itu, bukan wewenang saya. Saya serahkan ke Pemkot," tukas mantan Rektor ITS Surabaya tersebut.
Direktur Utama Surabaya Herritage, Freddy H Istanto mengatakan, jika nantinya rumah kelahiran Soekarno dijadikan museum maka yang harus diperhatikan adalah sistem pengelolaannya.

Choiri, selaku pemilik rumah mengatakan, secara prinsip pihaknya tidak mempermasalahkan dan siap menjual rumahnya ke Pemkot Surabaya. Terkait harga, ia mengaku masih melakukan negosiasi untuk menentukan harga yang pas. "Tapi kami masih banyak saudara kok di Surabaya, sambil mencari rumah, kami mungkin tinggal di rumah saudara dulu," timpal Djamilah.


 Sisi Lain Sukarno, Sukarno Tanpa Ahmad
 
PADA 14 Mei 2003, Kepala Badan Intelijen Negara Hendropriyono mewakili Presiden Megawati Sukarnoputri meresmikan pemancangan patok pembangunan gedung pembelajaran unit 6 Al-Zaytun, Indramayu. Gedung yang belum selesai dibangun ini diberi nama “DR. Ir. Ahmad Soekarno.”

Ahmad (kadang-kadang dieja Achmad, Achmed, Ahmad, dan Ahmed) artinya terpuji. Sukarno tak suka tambahan nama itu. Tapi nama itu dikenal di Timur Tengah. Mesir mengabadikannya menjadi nama jalan, Ahmed Sokarno St., yang menuju pusat kota dan pusat kebudayaan di Tahrir Square. Maroko juga membuat nama jalan di ibukotanya, Rabat, dengan “sharia Al-Rais Ahmed Sukarno” yang diubah menjadi “Rue Soekarno”.

Bahkan, di Timur Tengah, Indonesia disebut “Negeri Ahmad Sukarno”. Ini pengalaman Azyumardi Azra, direktur Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, ketika berkunjung ke sana yang dia tuangkan dalam rubrik Resonansi di Republika, 29 Juli 2010. Ketika bertemu dengan Ustaz Abd al-Karim, pensiunan guru besar di sebuah universitas terkemuka di Mesir, pertanyaan yang muncul adalah apakah Azyumardi Azra berasal dari Negeri Ahmad Soekarno (min al-biladi Ahmad Sukarno).

Penambahan nama Ahmad menarik perhatian Steven Drakeley, dosen senior Asian and International Studies School of Humanities and Languages University of Western Sydney. Dia mempresentasikan papernya yang menarik, berjudul “In Search of Achmad Sukarno”, dalam Conference of the Asian Studies Association of Australia di Wollongong, 26-29 Juni 2006.

Menurut Steven, ada dua alasan penggunaan nama Ahmad. Pertama, seperti dijelaskan Willard A. Hanna, doktor lulusan Universitas Michigan dan ahli Asia Tenggara, dalam Eight Nation Makers, Ahmad ditambahkan oleh wartawan Barat karena budaya penamaan mereka yang membubuhkan “nama pertama” dan “nama keluarga”.

Di masa revolusi, suratkabar macam The Straits Time di Singapura sudah menyebut nama Ahmad Sukarno. Misalnya, berita soal peti jenazah dalam pesawat RI-002 –diterbangkan oleh Bob Freeberg, pilot Amerika Serikat yang bersimpati pada perjuangan Indonesia– yang mesti mendarat di Singapura untuk mengisi bahan bakar. Koran itu memuat berita, sebagaimana dikutip dari Irna H.N. Hadi Soewito dkk. dalam Awal Kedirgantaraan di Indonesia: “… Achmad yang jenazahnya akan diterbangkan ke Sumatra itu adalah jenazah Achmad Sukarno, yang menamakan dirinya Presiden Republik Indonesia. Suaranya dalam pidato sudah lama tidak terdengar. Ia tewas sebagai korban asosiasi, dan mayatnya sekarang dilarikan….”

Dalam bukunya A Magic Gecko, Horst Henry Geerken juga menyebut kesalahan penulisan nama ini di media Barat. “Seperti banyak orang Jawa, dia hanya memiliki satu nama: Soekarno. Sebuah kantor berita Amerika, walaupun korespondennya di Jakarta, telah menjelaskan, mereka menciptakan begitu saja nama depan ini,” tulis Geerken, yang bekerja sebagai insinyur residen AEG-Telefunken di Indonesia selama 18 tahun dari 1963 hingga 1981. “Di Indonesia, nama Ahmed sama sekali tidak dikenal dalam kaitannya dengan Soekarno. Jadi saya hanya akan menggunakan nama tunggal yang benar tersebut.”

Kemungkinan kedua, nama Ahmad sengaja ditambahkan oleh nasionalis Indonesia selama revolusi dengan tujuan memfasilitasi dukungan dari negara-negara Islam di Timur Tengah. Klaim ini secara eksplisit dibuat oleh M. Zein Hassan, seorang mahasiswa Indonesia di Mesir, dalam memoarnya Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri: Perpanjangan Pemuda/Mahasiswa Indonesia di Timur Tengah. Zein mencatat bahwa usaha-usaha di mana dia terlibat mencari dukungan untuk Indonesia terbentur oleh kurangnya kesadaran bahwa Sukarno adalah seorang Muslim. Tapi kendala ini dengan mudah hilang hanya dengan menambahkan nama Ahmad pada Sukarno. Ini pernah dilakukannya ketika Zein menjadi ketua Panitia Pusat Pembela Kemerdekaan Indonesia di Timur Tengah (Central Committee of Defenders of Indonesian Independence in the Middle East) di Kairo, Mesir.

Dalam kasus lain, identitas agama menjadi kunci masuk diplomasi. Ketika Agus Salim, A.R. Baswedan, Nazir Pamoentjak, dan Rasjidi melakukan kunjungan ke Mesir pada 10 April 1947, petugas imigrasi meragukan paspor mereka yang hanya berupa secarik kertas dengan keterangan bahwa delegasi ini datang dari Republik Indonesia, sebuah negara baru di Asia. Baru setelah tahu kalau mereka Muslim, petugas mempersilakan, “Ahlan wa Sahlan!

Jika klaim Zein benar, “sangat mungkin wartawan Barat menggunakan ‘Ahmad’ dengan merujuk pada sumber-sumber dari Timur Tengah pada akhir 1940-an,” tulis Steven.

Sejauh mana penggunaan Ahmad di Indonesia? Pada 1994, Steven menemukan sebuah buku di sebuah kios buku bekas di Yogyakarta berjudul Perdjalanan PJM Presiden Ir. Dr Hadji Achmad Sukarno ke Amerika dan Eropah (1956) yang disusun Winoto Danoeasmoro. Lalu pada 2001, di perpustakaan Muhammadiyah Yogyakarta, Steven juga menemukan sebuah buku kecil yang dibuat Muhammadiyah untuk memperingati pemberian penghargaan “Bintang Muhammadiyah” kepada Sukarno pada April 1965. Dalam buku itu, Sukarno disebut sebagai “Dr. Ir. H. Ahmad Soekarno”. Piagam penyerahan medali ditandatangani, atas nama Pimpinan Pusat Muhammadiyah, K.H.A. Badawi sebagai ketua dan M. Djindar Tamimy sebagai sekretaris. “Semua ini menunjukkan bahwa pimpinan Muhammadiyah percaya ‘Ahmad’ itu benar,” tulis Steven.

Bukti tambahan menunjuk ke arah ini adalah peristiwa 28 Oktober 1963 ketika Sukarno menyampaikan pidato memperingati Sumpah Pemuda di Stadion Senayan, Jakarta. Muljadi Djojomartono, tokoh Muhammadiyah terkemuka, memperkenalkan Sukarno kepada orang-banyak sebagai Haji Ahmad Soekarno.

Sukarno sendiri secara terbuka membantah bahwa namanya adalah Ahmad. Dia bersikeras namanya hanya Sukarno. Di awal pidatonya, Sukarno berkomentar sedikit kesal: “Lho, kapan saya ini dapat nama Ahmad? Menurut ingatan saya, bapak saya almarhum dan ibu saya hanya memberikan nama Sukarno... Tapi ya… Muljadi ingin memuji saya dengan memanggil saya Ahmad, karena nama Ahmad adalah nama yang benar-benar sangat terhormat. Tapi, sementara saya menyampaikan terima kasih dan merasa tergerak untuk memiliki dan menambahkan nama ini, saya ulangi bahwa nama saya hanya Sukarno.”

Dalam Sukarno: An Autobiography as told to Cindy Adams, Sukarno juga dengan ketus mengatakan: “Sukarno adalah nama saya riil, dan hanya itu. Beberapa wartawan bodoh pernah menulis nama pertama saya Achmed. Konyol. Saya hanya Sukarno.” Anehnya, dalam edisi revisinya, Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (2007), tak ditemukan lagi perkataan Sukarno itu.

Steven melihat kemungkinan Sukarno pernah menggunakan Ahmad selama hidupnya. “Nama Ahmad mungkin diperolehnya selama remaja di Surabaya. Dia terinspirasi Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Kemungkinan lain, Sukarno mengambil nama Ahmad ketika dia berada di bawah pengaruh Ahmad Hassan dari Persatuan Islam. Sukarno melakukan korespondensi dengan Hassan awal 1930-an. Sukarno tentu belajar dan berpikir secara mendalam tentang Islam pada periode ini. Dia menyatakan bahwa ini adalah titik balik dalam hidupnya; dia benar-benar memeluk Islam,” tulis Steven. “Atau mungkin Sukarno juga menambahkan Ahmad pada namanya selama pengasingannya di Bengkulu, di mana dia bergaul dalam lingkungan masyarakat Muhammadiyah.”

Namun sejarawan Baskara T. Wardaya dalam Cold War Shadow: United States Policy Toward Indonesia, 1953-1963 meyakini sampai Sukarno meninggal, nama resminya hanya Sukarno. “Dia tak senang ketika tahu orang-orang di media Barat dan banyak literatur menyebutnya Achmed Sukarno, hanya karena di Barat tidak biasa seseorang memiliki satu nama”.

Apa lacur, nama Ahmad Sukarno sudah kadung kondang di Barat maupun di Timur Tengah.


Sumber:
- Roso Daras 
- Antara
- Historia