Tentara Tanpa Tanda Jasa (II)

By | Wednesday, May 16, 2012 Leave a Comment
Kulak Construction Company
Vinnie, Lydia dan pekerja salon lainnya asal Fiji mendarat di Dubai tepat sebelum matahari terbit pada Oktober 2007. Di bandara, mereka menuturkan, bertemu dengan seorang yang ada hubungannya dengan Kulak Construction Company, firma asal Turki dengan jutaan dolar untuk mengerjakan segala macam mulai dari membangun arena bowling untuk tentara hingga perawatan fasilitas di pangkalan. Mereka, para pekerja salon itu, dibawa ke rumah sakit khusus di jantung kota. “Keadaan sangat sepi di sana karena sedang Ramadhan,” kenang Vinnie. Dalam ruang sempit tempat pemeriksaan, para perawat melakukan serentetan tes darah dan vaksinasi. Vinnie bertanya untuk apa semua ‘sodokan-sodokan itu’. “Kamu akan membutuhkannya di Irak,” salah seorang perawat menjelaskan.

“Oh, kita hampir gila saat mendengar hal itu,” kata perempuan termuda di antara rombongan asal Fiji, bernama Melanie Gonebale. Tubuhnya kecil, usianya 22 tahun bekas pelayan penginapan. Kami berbincang di tempat peristirahatnnya yang rapuh di depan markas operasi militer di Sykes, dekat Tal Afar, Irak Utara. Helm tentara dan rompi anti peluru tergeletak di dekat kaki ranjang. “Kami menyaksikan berita tentang Irak tiap harinya – bom, orang-orang sekarat.”

Malam itu, perempuan-perempuan tersebut berniat melarikan diri. Tapi beberapa dari mereka terikat pinjaman uang untuk menutup biaya perekrutan dan Meridian mengancam akan menjatuhkan denda lebih dari seribu dolar dalam keputusan awal mereka jika para pekerja itu melarikan diri.

Dua malam berikutnya, beberapa di antara mereka menyelinap keluar menuju telefon umum untuk menghubungi keluarga mereka. “Bersabarlah, saying,” kata Vinnie kepada suaminya sambil menahan air mata. “Aku tidak berkerja di Dubai. Bus akan mengantar kami ke bandara, dan akan langsung menuju Irak.”

Setelah Kie Puafomau, salah satu anggota rombongan yang juga berasal dari Fiji, menghubungi suaminya, si suami menghubungi kepolisian Fiji, departemen tenaga kerja dan surat kabar nasional. Fiji Times menurunkan cerita membuka kecurangan yang dilakukan agen tenaga kerja Meridian. Meski polisi berjanji untuk melakukan investigasi, tidak banyak yg bias dilakukan untuk menolong para pekerja salon itu yang berada di 9 ribu mil jauhnya.

Pagi berikutnya, Vinnie, Lydia dan yang lainnya mendapati dirinya berada dalam konvoi menuju Balad, 40 mil sebelah utara Baghdad. Di sana, di pangkalan militer Amerika Serikat yang diberinama Camp Anaconda – dan oleh para tentara dikenal sebagai Mortaritaville, oleh karena serang mortar yang tiada hentinya – mereka mendapat kabar yang lebih buruk. Bukannya mendapat 3800-1500 dolar perbulan seperti yang telah dijanjikan, mereka dikasih tahu bahwa mereka hanya akan mendapat 700 dolar sebulan, belum termasuk potongan dari subkontraktor lainnya hingga 350 dolar. “Kami benar-benar terkejut,” kenang Chanel Joy, terapis kecantikan yang telah 5 kali mendapat sertifikat selama kerja di Hotel Fijian. “Ini gila, benar-benar kerja paksa. Sungguh menakutkan berada di daerah perang seperti ini.” Dalam kontrak yang mereka tanda tangani di Irak, mereka bekerja dengan ketentuan, 12 Jam sehari dan 7 hari seminggu. ‘Liburan’ mereka ketika tiket dikembalikan setelah selesai kontrak. Ditambahkan ke dalam surat kontrak sebuah pernyataan resmi: ‘Dengan rela dan tanpa paksaan, saya memutuskan untuk pergi dan bekerja di Irak, dan saya menyatakan bahwa tidak ada seorang pun dari Fiji atau dari luar Fiji yang datang menjengukku selama bekerja di Irak … Saya senang dengan pekerjaanku … saya tidak akan pulang, saya ingin menyelesaikan kontrak” (Seorang pengacara untuk Kulak Construction menyangkal bahwa perusahaannya pernah mempekerjakan perempuan-perempuan asal Fiji, meskipun nama perusahaan muncul dalam surat kontrak para perempuan pekerja itu. Ia menambahkan, “Kulak memiliki reputasi yang baik selama 60 tahun.”)

Selama hampir dua minggu, sepuluh wanita asal Fiji tersebut menolak untuk bekerja. “Kami bertekad, kami harus tetap bersatu,” tutur Chanel, wanita tertua dan paling dihormati, memiliki rambut pirang ikal yang diikat surai. “Saudara perempuan gurun pasir – demikian mereka menyebut dirinya.” Hingga akhirnya mereka setuju untuk mengubah tawaran menjadi 800 dolar perbulan. Itu lebih baik daripada terdampar tanpa mendpatkan apa-apa.

Keesokan harinya, para perempuan itu dipisahkan dan dikirim ke markas-markas militer yang berbeda-beda. Dua orang tetap di Camp Anaconda; tiga orang diterbangkan ke Tikrit; dua orang dikirim ke Camp Diamondback di Mosul; dan tiga orang – Vinnie, Lydia dan Melanie – berakhir di Tal Afar setelah bertugas di Tikrit dan Mosul. Sebelum melakukan penerbangan, para pekerja salon tersebut menerima jaket tentara dan satu pelajarn tambahan ketika ada serangan roket; bagaimana cara membungkuk dan meluncur, kemudian berlari secepatnya menuju lubang perlindungan terdekat suara sirine tanda aman berbunyi.

Menaiki helikopter militer menggunakan pakaian barunya yang berat, Vinnie berpikir ia harus nerdoa tiap malam agar Tuhan mengirimnya pulang. “Apakah aku akan celaka?” tanyanya dalam hati ketika helikopter black hawk lepas landas. “Apakah aku akan mati? Siapa yang akan menjaga keluargaku, anak-anakku? Ya Tuhan, lindungi aku.”


Newer Post Older Post Home

0 comments: