Tentara Tanpa Tanda Jasa (III)

By | Thursday, May 17, 2012 Leave a Comment
Tidak semua pekerja ‘dunia ke tiga’ bisa pulang dengan selamat. Sejak 2001, tercatat lebih dari 2 ribu pekerja kontrak meninggal dan 51 ribu lebih meninggal di Irak dan Afghanistan. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Amerika, para pekerja kontrak yang hilang setara dengan jumlah pasukan Amerika di kedua zona perang tersebut (Irak dan Afghanistan), sebesar 53 persen meninggal dalam jangka 6 bulan pertama di tahun 2010. Banyaknya pekerja T.C.N yang meninggal dan terluka yang tak terhitung, kontraktor mmebuat sendiri laporannya dengan beberapa penyesuaian yang mana angka sesungguhnya diduga jauh lebih banyak.

Constantine Rodriguez, laki-laki 38 tahun bersuara lembut asal negara bekas koloni Portugis, Goa, tengah bekerja di Pizza Hut di kamp Taji, Irak, ketika roket dari para pemberontak mengenainya. Dua dari rekan kerjanya asal Bangladesh meninggal, menurut laporan bekas majikannya, dan Rodriguez kehilangan salah satu mata dan kakinya. Dalam keadaan cacat, Rodriguez dikirim pulang ke India Selatan di mana ia memiliki istri yang masih muda seorang bayi untuk dinafkahi. Meskipun para pekerja yang terluka di pangkalan militer Amerika biasanya mendapat perawatan medis dan kompensasi cacat tubuh, namun sedikit dari para pekerja asing itu yang tahu akan hak-hak mereka dan lebih sedikit lagi yang bersedia menelusuri proses berliku untuk mendapatkan ganti rugi.

Jika sebagian besar warga Amerika tidak tahu apa-apa tentang para pekerja asing di pangkalan militer Amerika, Alqaida dan kelompok-kelompok ekstrimis justru telah mengambil pernyataan. Pada tahun 2004 para militan Sunni melancarkan kampanye untuk membunuh pekerja T.C.N. Sasaran mereka adalah memutus jalur suplai dengan menghancurkan dan membunuh supir truk dan menghukum orang-orang muslim yang bekerja sama dengan ‘orang-orang kafir’ dan menekan pemerintah untuk mencegah warganya pergi ke luar negeri untuk bekerja dengan pasukan koalisi. Antara musim panas hingga musim gugur th 2004, daftar orang yang diculik oleh para pemberontak mencakup Turki, Pakistan, Indonesia, India, Mesir, Makedonia, Bulgaria dan Kenya. Di satu insiden berdarah, gerobak milik pekerja-pekerja Nepal yang sedang menuju pangkalan utama militer Amerika Serikat ditawan. Sebelas orang ditembak mati satu orang dipenggal.

Meski dalam kondisi yang riskan dan keras ini, banyak pekerja-pekerja itu yang senang dengan pekerjaannya. Dalam perjalanan antar Iraq dan Afghanistan, aku bertemu dengan lusinan pekerja, seperti Paz Dizon, perempuan petugas kebersihan asal Filipina yg dipekerjakan oleh G3 Logistics di sebuah rumah sakit di bandara Kandahar. (“Paz?” aku mengulangi namanya ketika ia mengenalkan diri, yang mana ia menjawab dengan riang, “Ya, semacam ‘pass away!’” Ia merasa bahwa dirinya sedang menyumbangkan sesuatu yang penting untuk perang sambil mengumpulkan uang yang jauh lebih banyak dari apa yang bisa ia lakukan untuk pulang. Pada malam hari, ia makan makanan ringan bersama pekerja-pekerja asal Filipina lainnya di dalam barak; ketika serangan roket berhenti, mereka menyanyi lagu-lagu pop 80-an di mesin karaoke berdebu. “Kami selalu bercanda, bahagia, menyanyi dan menari.” Tutur salah seorang teman Paz, Rey Villa Cacas sambil terkekeh menceritakan bagaimana majikan mereka bernyanyi keras membawakan Soldier of Fortune di tengah serangan roket pada malam sebelumnya.

Pada awalnya, Vinnie, Lydia dan Melanie juga menjalani kehidupannya di Irak dengan baik-baik saja. Hingga kemudian ketiganya diterbangkan ke pangkalan operasi militer terdepan di Sykes, di barat-laut Irak, tempat di mana aku bertemu dengan mereka. Mereka tengah bekerja untuk salah satu subkontraktor asal Turki, di bawah pengawasan laki-laki perokok berat asal Turki yang telah kecanduan nikotin sejak usia 20-an. Mereka tinggal di gerbong peti kemas ber-AC, bermain biliar di gedung yang bertuliskan ‘semangat juang, kesejahteraan dan hiburan,’ bernyanyi di kebaktian Minggu dan bersantap di fasilitas makan utama yang menyediakan sandwich panas, burger sayap panggang, aneka menu diet dan bermacam-macam es krim Baskin-Robbins. Salon AAFES menjadi tempat yang nyaman, tentara duduk di atas kursi empuk, senapan M16 di kakinya, membolak-balikkan majalah Maxim sambil menunggu pedicure seharga 7 dolar atau cukur jembang seharga 5 dolar. Kalender bergambar model terpasang di dinding, menampilkan gaya 80-an ala Madonna (anting gelang dan rambut poni) serta kalimat inspiratif macam ‘Kesederhanaan Adalah Inti Dari Keindahan’ dan ‘Kami Di Sini untuk Anda!’

Tiga perempuan itu memiliki kepandaian khusus dalam membuat nyaman pelanggannya. Vinnie akan bercanda dengan para prajurit tentang manicure atau memamerkan foto Samuel, anak laki-lakinya yang berusia 12 tahun yang suka menyantap ayam goring yang diaduk dengan kacang mete di atas nampan. Lydia, ketika sedang bekerja, menanyakan pada para prajurit tentang kehidupan mereka di negara asal: apakah mereka punya pacar, anak, atau Harley? Melanie, yang paling pemalu diantara ketiganya, mengakhiri sesi pedicure-nya dengan bercerita seperti seorang agen perjalanan yang bersemangat, , “Pernah Anda berrencana liburan ke Fiji? Anda harus datang. Fiji tempat yang sangat indah, seperti surga, sungguh. Anda bisa berbulan madu di sana satu hari nanti (ia sering memuji keunggulan air artesis dalam botol bermerk Fiji, hingga ia dikenal di seluruh markas sebagai ‘Gadis Air dari Fiji.’)

Beberapa pelanggan biasanya akan menggoda balik, menanyakan, “Kenapa kamu memilih meninggalkan tempat seindah Fiji demi tempat terkutuk semacam ini?” Jika sang majikan sedang keluar untuk merokok dan laki-laki yang sedang duduk kursi putar warna lavender itu kelihatannya bisa dipercaya, perempuan-perempuan itu akan menceritakan padanya. Salah satu pelanggannya, seorang prajurit asal Amerika, menghubungi rekan-rekannya di New York; sebuah surat dikirimkan ke departemen pertahanan, mengajukan permohonan investigasi resmi tentang apakah ada eksploitasi dalam perjanjian dan perekrutan para pekerja perempuan itu. Tidak lama setelah itu, inspektur Jenderal AAFES mengutus seorang manajer untuk mewawancarai para pekerja kecantikan tersebut. Namun si manajer tersebut menetapkan, karena ketiganya memiliki paspor dan telah mengetahui tujuan utama setelah sampai di Dubai, AAFES dinyatakan tidak melanggar aturan perdagangan. (Organisasi itu mencatat bahwa, pada umumnya, jaminan keamanan dan segala macam perbaikan diperlukan untuk menjaga para pekerja kontrak tersebut.)

Gambar 1, 2, 3: Situasi Tentara Amerika di tempat hiburan di Markas militer di Camp Tiji



Bersambung...


Sebelumnya  1  2  3  
Newer Post Older Post Home

0 comments: