Belum jelas rincian pastinya tentang apa yang terjadi di Port Said. Adanya orang-orang yang memegang senjata dalam kerusuhan itu mengisyaratkan bahwa ada sesuatu yang jauh lebih buruk dari sekadar kerusuhan antar supporter bola. Salah seorang pimpinan Ikhwanul Muslimin menyatakan bahwa dalam kasus ini ada kelalaian yang disengaja. Berawal dari pihak keamanan yang seoah-olah tak mampu atau membiarkan kerusuhan tersebut terjadi dan memebesar hingga jatuh korban.
Namun, apakah ini kasus yang disengaja atu bukan, kriminal biasa atau konspirasi, tawuran antar pendukung atau tawuran politik, imbasnya pada keadaan politik di Mesir secara keseluruhan.
Sejak hari pertama revolusi , para aktifis demokrasi menuduh antek-antek status quo (fuloul dalam bahasa Arab) sengaja mengail di air keruh dan menciptakan masalah-masalah baru. Mereka seolah menyatakan pesan Apres moi le deluge-nya Mubarak; sesuatu akan terjadi jika pemimpin yang telah berkuasa selama 30 tahun itu dipaksa turun.
Kerusuhan di Port Said terjadi antara pendukung kesebelasan Al Masry (kesebelasan yang memenangkan pertandingan), melawan pendukung Al Ahly Kairo. Yang disebutkan terakhir itu adalah kelompok garis depan anti pemerintahan Mubarak, serta demonstrasi-demonstrasi sesudahnya yang memprotes pemerintahan militer pengganti rezim. Dari situ pengamat menyimpulkan, bisa jadi dendam kesumat antara militer dan penduduk Kairo itulah pemicu kerusuhan di Port Said sesungguhnya. Tuduhan adanya konspirasi asing hanyalah respon emosional; gambaran dari kalutnya keadaan.
Apapun persisnya sebab kerusuhan, efeknya merusak lebih dalam pada reputasi pemerintah militer di bawah pimpinan Kamal el-Ganzouri. Pengunduran diri mendadak gubernur Port Said, sebagai bagian dari pembentukan budaya baru terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab, juga tidak mempu memberi kepuasan.
Bencana di Port Said telah menggeser perhatian publik dari pembantaian yang dilakukan aparat keamanan terhadap demonstran di gereja Coptic, Kairo, Oktober 2011 lalu.
Seperti halnya 25 orang tewas di Kairo, 74 korban kerusuhan di Port Said telah menambah panjang daftar keburukan pasca rejim Mubarak.
Namun tidak semua orang mendukung apa yang telah dilakukan dan dihasilkan demonstran selama ini. Masry, seorang warga Mesir di salah satu stasiun TV mengatakan:”Ini semua terjadi ketika pembunuh dan penyabotasi disebut sebagai revoluisionis, ketika penjarahan dan sabotase diaplaus atas nama kemerdekaan dan demokrasi sementara tindakan keamanan dilabeli sebagai pendindas dan anti demokrasi.
“Militer ,” lanjutnya, “harus segera menghentikan para penjahat-penjatah itu dan menggunakan tangan besi untuk melawan mereka atas aksi (di Port Said) ini, serta orang-orang yang telah memperkeruh suasana – media massa yang curang dan politikus yang mengambil kesempatan, terutama kaum hipokrit Ikhwanul Muslimin.”
0 comments: