Demensia Politik

By | Monday, April 25, 2011 Leave a Comment
Kita tahu, ketika janji dibuat tanpa dilandasi komitmen atau kesungguhan, justru hanya akan melahirkan ironi. Tapi nampaknya begitulah takdir dari dunia politik. Nikita Kruschev pernah mengatakan, 'Politikus memang gitu-gitu saja di mana pun. Mereka selalu berjanji membangun jembatan, meskipun tak ada sungai di situ.'

Aku harap pembaca yang budiman tahu maksud kalimat tersebut. Jangan sampai ada yang bilang, 'bisa saja jembatan layang, atau jembatan antar pulau'.

Nikita adalah seorang politikus Soviet, yang pernah menjabat sebagai Sekjen Partai Komunis Uni Soviet dari tahun 1953 sampai 1964, dan Perdana Menteri dari tahun 1958 sampai 1964, hingga kemudian ia dilengserkan oleh Partai Komunis pada 1964.
Kita tidak akan bicara tentangnya. Hanya saja sebagai seorang politikus, kata-katanya terdengar lucu. Dan memang begitu kenyataannya, bukan? Kita juga sering menyaksikan, bagaimana orang-orang partai membuat janji yang padahal, menurut istilah Suka, ngomyang. Hingga tidak berlebihan kalau ada yang bilang bahwa, “Ada satu rahasia. Sebetulnya tak ada satu politikus pun yang mempercayai omongannya sendiri. Mereka justru akan terpana ketika ada orang mempercayai omongan mereka.” Kalian tahu siapa yang mengatakannya. Dia politikus juga, orang  Prancis, bernama Charles de Gaulle.

Aneh bukan. ada orang yang tak percaya ucapannya sendiri. Ada beberapa kemungkinan kenapa ia bisa seperti itu. Mungkin saja ia sedang berbohong, atau bisa saja ia mengidap satu kelainan jiwa. Namun bisa juga sebenarnya ia seorang pelupa. Contohnya, hari ini ia mengatakan A, besoknya atau lusa ia lupa, hingga ketika ada seseorang yang mengingatakan, dengan tanpa dosa ia akan bilang,'ah, masak sih? emang aku pernah ngomong gitu?' Nah kalo sudah begini, kemungkinan yang lain lagi adalah ia mengidap penyakit (kalo itu disebut penyakit) Demensia.

Kalian tahu, Demensia adalah  keadaan dimana seseorang mengalami penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, dan penurunan kemampuan tersebut menimbulkan gangguan terhadap fungsi kehidupan sehari-hari. Kalo ia seorang pejabat, gangguan itu bukan saja berdampak pada fungsi kehidupan sehari-harinya, tapi fungsi kehidupan sehari-hari jutaan masyarakat.

Namun anehnya, penurunan daya ingat si penderita Demensia ini terjadi hanya pada peristiwa-peristiwa jangka pendek. Sedangkan ingatan masa lalu masih tetap baik dan bertahan. Jadi tidak heran kalau ada orang yang masih dengan sangat baik mengingat masa kecilnya, tapi apa yang diucapkannya kemarin sore ia lupa. Kalau kalian mau tahu contoh orang-orang yang mengidap hal seperti itu, Mungkin Marzuki Alie bisa memberi tahukannya dengan mudah siapa-siapa saja (tapi tentu saja ia tidak akan mengatakan bahwa dirinya termasuk. Buktinya, kemarin-kemarin ia masih bisa bilang bahwa epidemi ulat bulu adalah peringatan Tuhan dan seolah dirinya pendeta, ia menghimbau masyarakat Indonesia untuk introspeksi).

Tapi jangan khawatir, seandainya mengajukan pertanyaan pada si Alie itu adalah hal yang absurd, kita bisa menilainya dengan mengenali gejala-gejala Demensia:

Pertama, delusi, artinya orang tersebut suka meyakini kebenaran dari sisi pikiran yang salah. Contohnya suka tidur di tempat yang tidak semestinya, tapi -sekali lagi- tetep cuek, dan melakukannya secara berulang-ulang seolah itu adalah kebenaran

Kedua, halusinasi. Bisa halusinasi pendengaran, penglihatan dsb. Saya yakin kalian bisa mendapatkan contohnya dengan mudah.

Ketiga, misidentifikasi / Mispersepsi. Betuknya bisa seperti merasa bukan dirinya, merasa bahwa istri/suami bukan lagi pasangan hidupnya (wajar kalau penderita suka jajan dan mengambil foto dirinya saat bersama kekasih gelapnya itu), tidak dapat mengidentifikasi kejadian - akibatnya adalah pekerjaan yang seharusnya bisa diselesaikan dengan mudah menjadi berlarut-larut. Namun tetap saja, tidak ada rasa bersalah di mukanya.

Keempat, wandering, artinya suka jalan-jalan (yang tidak perlu tentu saja). Untuk yang satu ini juga tidak perlu diberi contoh, kalian tentu bisa mendapatkannya dengan mudah pula.
Dan masih banyak lagi. Kalian bisa googling sendiri.

Intinya, kita tidak bisa mengharapkan kebenaran dari ucapan dan tingkah laku si penderita, meskipun ia seorang presiden atau anggota dewan sekalipun.

Tapi ingat, kita juga mesti hati-hati. Jangan sampai tanpa disadari ternyata kita sendirilah yang sedang mengalami penurunan daya ingat atau daya pikir. Kalau sudah begitu, kalian tahu, tidak akan ada lagi gunanya proyek kampanye melawan lupa, seberapapun banyaknya yang kita tulis. Justru yang terjadi kemudian adalah sebaliknya, dagelan politik yang semakin tidak lucu. Seperti yang diucapkan oleh pa tua dari Inggris, Bertrand Russell, “Demokrasi yang kita agungkan cenderung menganggap orang bodoh sebagai orang yang lebih jujur, ketimbang orang cerdas, dan para politisi kita mengambil keuntungan dari anggapan ini dengan tampil lebih bodoh dari yang disangka orang.”




Newer Post Older Post Home

0 comments: