Tentang Sampah

By | Saturday, July 17, 2010 1 comment
no-images
Artikel ini sebelumnya ditulis di Politikana.com

Misiku menulis artikel ini adalah keluhan. Beberapa hari lalu perasaanku sedikit tersinggung dikarenakan satu komentar yang menyatakan,

‘Bahwa barangkali apa yang kita share cuma sampah yang tidak membawa manfaat, dan kita menjadi salah satu dari orang yang membanjiri internet dengan sampah-sampah kata-kata, memboroskan sumber daya, membuat orang menghabiskan waktu, tenaga, pikiran, biaya, untuk mengakses yang gak penting.

Terlebih, itu memboroskan sumber daya yang seharusnya kita manfaatkan efisien. Padahal waktu earth hour kita gembar-gembor juga seakan-akan kita peduli dengan penggunaan sumber daya listrik/apapun dan peduli dengan kelangsungan hidup bumi ini.

Yang artinya dengan satu artikel percuma tak berguna kita telah sukses turut membantu merusakkan bumi.

Padahal dalam agama katanya ada ujar-ujar, "Janganlah jadi orang yang menimbulkan kerusakan'.

Aku tersindir. Aku tersinggung. Aku malu.

Mungkin diantara semua yang ada di sini, akulah yang paling banyak menghasilkan sampah, dengan begitu aku lah yang paling besar andilnya dalam melakukan kerusakan dunia.

Setelah dipikir-pikir kembali secara matang, bukan hanya kalian yang rugi karena membaca artikel-artikelku, tetapi juga malah aku sendiri. Tagihan listrik di rumah akan membengkak untuk urusan yang tidak perlu, merusak, dan ujung-ujungnya sampah.

Haruskah aku menutup (baca : menyegel) niatku untuk terus menulis? Padahal aku selalu ingin menulis. Mungkin yang aku rasakan sekarang sama dengan apa yang dirasakan oleh Satpol PP Jayapura.

Ada apa dengan Satpol PP Jayapura? Apakah kalian sudah membaca beritanya? kalau belum, baiklah, aku akan ceritakan sedikit.

Berita itu dibuka dengan kalimat, 'satuan polisi pamong praja (satpol PP) menyegel toko atau tempat usaha tak berizin tentu biasa. Tapi, bagaimana jadinya bila aparat penegak peraturan daerah tersebut menyegel kantor sendiri? Itulah yang terjadi di Jayapura'.

Aku akan menuliskan berita itu secara ringkas saja. Karena kalian tahu, selain membuang-buang tenaga untuk membaca, juga membuang biaya (bagi warga P yang kebetulan berada di warnet) dan biaya listrik, bagi yang memakai internet di rumah. Selain itu -yang paling mengerikan, mengakibatkan rusaknya dunia!

Kembali ke berita Satpol PP. Penyegelan kantor tersebut sebagai wujud kejengkelan mereka pada PLN yang telah memutus listrik di kantor tempat mereka bekerja. Pemadaman listrik itu, katanya, sudah berlangsung selama 1 bulan. Dan, katanya lagi, bendahara sudah membayarnya tetapi setelah dicek ternyata belum. Juga katanya, masih ada tagihan 5 juta yang belum dibayar. Dan katanya pula, selama mati lampu tersebut mereka hanya nongkrong-nongkrong begitu saja, tidak bisa melayani masyarakat seperti biasa.

"Dengan aksi ini, diharapkan ada tanggapan dan lampu segera menyala agar kami dapat melayani masyarakat," kata salah seorang pegawai kantor.

Kasihan sekali mereka. Orang-orang yang mempunyai niat besar untuk kemaslahatan bersama malah terhambat, sedangkan aku yang hanya mampu membuat sampah, malah begitu lancarnya menikmati listrik. Astaghfirullah.

Baiklah, aku tidak akan lama-lama menyampah di sini. Aku juga sudah mendengar bangku yang aku duduki berteriak teriak,"Hai! kamu bilang mau berehenti, tapi dari tadi nyerocos terus. Dasar sampah!"

Akhirnya aku akhiri saja artikel ini sampai di sini. Bangku kurang ajar yang kududuki ini sudah bikin konsentrasiku buyar.

Ngomong-ngomong soal bangku, kata seorang panitia seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNM PTN), ada 954 bangku kosong yang belum teridentifikasi. Menurut Herry Suhardiyanto selaku ketua panitia SNM PTN kekosongan bangku ini disebabkan oleh kurangnya minat calon mahasiswa terhadap program studi tersebut, bukan oleh kesengajaan panitia.

(Siapa juga yang sedang menuduh Bapak. Tidak ada untungnya nuduh, sedangkan yang sudah terbukti saja banyak yang ngelak).

Kembali ke masalah bangku kosong, yang pasti (ini menurut keyakinanku), kekosongan itu bukan disebabkan oleh sikap apriori seperti yang ditujukan Holden, tokoh dalam novel Catcher in the Rye-nya JD Salinger.

Kalian pernah membaca novel tersebut? Atau setidaknya pernah mendengar mungkin? Kalau belum, aku ringkaskan di sini.

Novel tersebut mengisahkan seorang tokoh bernama Holden Caulfield, seorang remaja 16 tahun yang diusir dari sebuah sekolah lanjutan swasta eksklusif. Bagi Holden sendiri tidak ada yang menarik sama sekali dengan yang namanya sekolah. Ia menyebut kawan-kawannya yang kaya, yang kelak akan mewarisi Amerika, adalah orang-orang yang tidak terpelajar sama sekali. Sekolah yang dibanggakan banyak orang tua dan yang memuji dirinya sendiri melalui iklan besar yang dipasangnya, baginya juga sesuatu yang palsu.

Ketajaman, kepahitan, sarkasme yang dilontarkan oleh Holden mengakibatkan novel ini dilarang di berbagai tempat. Namun seperti yang selalu terjadi, semakin dilarang justru semakin menarik minat orang untuk membacanya.

"Kamu ngelantur. Kapan mau berhenti?"

Iya, maaf, aku negelantur. Bangku yang kududuki sudah berteriak lagi. Terima kasih Bangku, kau mengingatkanku. Hampir saja aku membuat sampah yang lebih banyak lagi.

Baiklah, pembicaraan tentang novel Catcher In the Rye aku putuskan sampai di sini saja. Bagi yang penasaran, silahkan baca sendiri. Aku yakin meski telah berusia 59 tahun (o iya, hari ini novel tersebut berulang tahun!), Catcher in The Rye masih terpajang di toko-toko buku. Bahkan menurut berita yang aku baca, tahun 2004 saja buku tersebut berhasil terjual 250 ribu kopi. Sedangkan totalnya sudah terjual lebih dari 10 juta kopi.

Astaga, ngomongin kopi aku jadi ingat, kopi yang kubikin dari tadi belum di minum. Ya ampun, kopinya sudah bersemut. Dasar semut sialan, kopiku berubah jadi sampah.

Bicara tentang sampah...

"Kabul! lagi ngapain kamu di dalam kamar? buka video porno di internet lagi ya? sudah kubilang berapa kali, jangan buka-buka internet lagi! Atau aku jual sekalian laptopmu!"

Kalian dengar? bapakku sudah mencak-mencak! Sejak media menyiarkan secara gencar-gencaran kasus video Ariel-Luna-Tari, orang tuaku, juga orang-orang tua lainnya di desaku, menjadi antipati dengan yang namanya internet. Internet di mata mereka tak ubahnya DVD porno. Internet adalah sampah, kata mereka. Bikin boros listrik, membuang-buang energi percuma, dan merusak dunia!

Ya ampun, jadi ingat misi awal aku menulis ini.

"Kabul. Kamu tidak mau berhenti juga? Mau aku buang laptopmu ke tong sampah!"

Sumber : Jawa Pos dan Jawa Pos

Nb : Tentang komentar tersebut, aku hanya becanda, seperti yang kuyakini bahwa anda juga sedang bercanda ketika menuliskannya. Tidak ada maksud apapun aku membawa-bawa isi komentar itu ke sini. Piss.
Newer Post Older Post Home

1 comment:

  1. keunggulan sebuah perasaan adalah apabila kita merasakan sesuatu yang seharusnya tidak kita lakukan
    dan kelemahan tindakan adalah tetap melakukan sesuatu yang kita rasakan seharusnya tidak kita lakukan

    terus berkarya bang.....
    meski cuma sekedar tulisan sampah setidaknya kita menyumbangkan sedikit perubahan
    tanpa menuntut perubahan
    saya punya sedikit cerita tentang sampah
    http://kolomkirinews.wordpress.com/2010/01/11/balada-anak-negri/

    tentang satpol PP ada banyak pandangan dan kita tidak bisa menjustifikasi hanya karena sebuah peristiwa kecil dari bagian tugas mereka dan sisi manusiawi
    dan yang ini tentang satpol PP
    http://kolomkirinews.wordpress.com/2010/04/16/bentrok-lagi/

    ReplyDelete