Mimpi Negara Islam

By | Monday, May 02, 2011

negara islam
Struktur Daulah Khilafah
Ketika pemerintah telah menyeleweng, masyarakat kemudian akan menengok pada sistem. Ketika sistem amburadul, masyarakat serta merta akan menunjuk pada negara asal sistem tersebut. Ketika negara asal sistem tersebut didominasi oleh orang-orang yang berbeda keyakinan, mereka akan membandingkan dengan kepercayaan mereka sendiri yang tentu saja telah diyakini sebagai kebenaran nomor wahid. Hingga ketika datang seseorang yang menanyakan, apakah anda setuju syari’at Islam diterapkan? Dengan dilandasi oleh keyakinan dogmatis ditambah kekecewaan pada pemerintah, mereka tentu akan menjawab, iya.

Itulah yang saya kira terjadi pada survey beberapa waktu lalu. Ditambah lagi dengan negara yang menyebut dirinya sebagai pengusung demokrasi itu justru melakukan kelancungan yang tidak masuk di akal.

Tapi apakah benar sesederhana itu permasalahannya dan secepat itu pula penyelesaiannya?

Agama, yang memang diciptakan untuk menjadi kebenaran mutlak tentu saja memiliki andil paling besar dalam mempengaruhi jawaban survey seperti itu.

Ketika hal itu terjadi, tidak perlu mengerti akan bagaimana sebuah negara terbentuk, tidak perlu memahami bagaimana persoalan sebuah negara. Dan juga tidak perlu belajar lebih dalam tentang masa lalu. Yang ada adalah dogma, bahwa Tuhan yang akan menyelesaikan semuanya, karena beranggapan bahwa mereka menjalankan apa yang tertulis di kitab suci.

Pemerintahan yang kacau dan ketidakadilan menjadi alasan penguat kenapa ada orang-orang yang begitu gigih memimpikan model negara khilafah. Dengan kesan yang sangat terburu-buru, mereka seperti orang marah yang akan melakukan apa saja demi keluar dari kesengsaraan hidup dan ketidak adilan yang dirasakannya. Kemudian sejarah ditampilkan untuk memperkokoh bukti kebenaran yang diyakini. Mengulang-ulang kejayaan masa lalu, layaknya seorang anak mengembor-gemborkan kejayaan bapak atau leluhurnya, adalah satu bukti bahwa mereka lemah dan mencintai kemunduran.

Dan persoalannya kemudian, siapa yang bisa menjamin, orang-orang yang duduk menjadi pemimpin nantinya
jika cita-cita itu tercapai, tidak akan melakukan hal-hal yang sama seperti yang dilakukan pemerintah sekarang?

Tentang pemilihan kepemimpinan. Dalam Struktur Daulah Khilafah milik Hizbut Tahrir hanya dijelaskan dengan memberi contoh bagaimana para pendahulu memilih khalifah dalam era khulafa'urrasyidin. Sebagian kaum muslimin berdiskusi di Saqifah Bani Saidah untuk memutuskan khalifah setelah Nabi.

Pada masa kepemimpinan Abu Bakar, ketika Abu Bakar merasa bahwa sakitnya akan mengantarkannya pada kematian, dan khususnya karena pasukan kaum Muslim sedang berada di medan perang melawan negara besar kala itu, Persia dan Romawi, maka Abu Bakar memanggil kaum Muslim untuk meminta pendapat mereka mengenai siapa yang akan menjadi khalifah kaum Muslim sepeninggalnya. Proses pengumpulan pendapat itu berlangsung selama tiga bulan. Ketika Abu Bakar telah selesai meminta pendapat kaum Muslim dan ia akhirnya mengetahui pendapat mayoritas kaum Muslim, maka Abu Bakar menunjuk Umar—yakni mencalonkannya, sesuai dengan bahasa sekarang—agar Umar menjadi khalifah setelahnya.Salah seorang mendatangi rumah penduduk satu persatu untuk menanyak pilihan masing-masing siapa orang yang paling pantas duduk sebagai pemimpin.

Di negara yang luas seperti ini apakah hal tersebut bisa dilaksana? bisa saja, tapi ujung-ujungnya tidak jauh berbeda dengan pemilihan lewat wakil rakyat seperti sekarang, hanya beda bahasa saja.

Juga masalah suksesi. Dalam hadist yang dinyatakan, 'Jika dibai'at dua orang khalifah, maka bunuhlah yang terakhir (HR Ahmad)' Adakah penjelasan lebih lanjut bagaimana mengantisipasi perang jika ada dua kubu yang bersitegar? Ketika jaman khulafaurRasyidin pun sudah terjadi bentrok siapa yang lebih layak menjadi pimpinan. Padahal mereka (jaman itu) adalah jaman dimana rasul menyebutnya sebagai jaman terbaik pada era keislaman. Bagaimana dengan jaman sekarang?

Para pemimpi khilafah sekarang selalu merujuk pada Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali dalam meyakinkan kebenaran. Pada jaman itu keadaan tentram, damai, adil dsb. Tetapi itu terjadi karena faktor kualitas keempat khalifah tersebut, juga persoalan yang tidak serumit sekarang. Dan kemudian, dari mana mereka menjamin khalifah yang diusung sekarang ini memiliki kualitas seperti keempat sahabat nabi tersebut?

Bagaimana juga dengan masalah ekonomi? jangan sampai ujung-ujungnya investor luar (yang mereka sebut orang kafir) menjadi penguasa ekonomi. Jangan sampai di bawah tanah para khalifah itu berjabat tangan dengan negara-negara 'kafir' produsen senjata. Kalau sudah begitu, apa gunanya?

Dan yang lebih berbahaya lagi, jangan sampai ternyata itu semua hanyalah ambisi kekuasaan sekelompok orang saja. Hingga banyolan-banyolan hukum seperti yang di Aceh dan Afganistan era Taliban terulang dan terus terulang.

Aku tidak sedang apriori. Hanya saja, wacana tentang khilafah terkesan terlalu terburu-buru dan emosional. Saya kira itu terjadi hanya karena faktor kekecewaan pada pemerintah dan kelakuan Amerika yang semena-mena.

Ada rentang ratusan tahun setelah nabi wafat. Bukankah itu bisa menjadi pelajaran penting. Entah monarki, demokrasi, khilafah, kalau yang duduk sebagai pemimpin adalah orang-orang zalim, hasilnya sama saja. Rakyat juga yang akan menjadi korban. Bukan sejak kemarin sore agama selalu menjadi kendaraan paling istimewa dalam dunia politik. Setelah itu janji keadilan dan kesejahteraan.

Masing-masing boleh mengatakan agama atau kitab sucinya lah yang paling sempurna. Tapi tetap saja, manusia adalah makhluk yang tidak –dan tidak akan pernah- sempurna. Apa jadinya sesuatu yang sempurna berada di tangan makhluk yang mustahil sempurna? It's not the gun, its the man behind the gun that’s important.

Sumber gambar di sini

Newer Post Older Post Home