Sang Pembawa Mukjizat dan Uang Di Bawah Baju

By | Thursday, April 21, 2011 Leave a Comment
How do you know when a lawyer is lying? His lips are moving. -- Rudy Baylor

John Grisham Adalah salah satu nama yang sering ia lewatkan dalam daftar pencarian buku. Beberapa tahun lalu paman dari tokoh kita ini pernah memiliki gerobogan penyewaan buku. Saat itu ia masih duduk di bangku SMA kelas 1. Seperti halnya penyewaan buku pada umumnya, nama-nama yang tercantum di situ tidak jauh dari Sidney Sheldon, John Grisham, Agatha Christie atau untuk lokalnya semacam Wiro Sableng, Freddy S, V. Lestari atau Kho Ping Ho. Tapi saat itu ia lebih tertarik dengan karya-karya sastra Indonesia. Ahmad Tohari dengan trilogi Ronggeng Dukuh Paruk-nya berhasil mencuri hati remajanya saat itu. Sampai-sampai ia memanggil cewek yang sangat disukainya dengan nama Srintil (teman sebangkunya sangat marah menanggapi hal itu karena ia juga penggemar Srintil dan ia merasa cewek itu tidak pantas disejajarkan dengan tokoh tersebut).

Setelah itu berturut-turut karya-karya Ahmad Tohari seperti Bekisar Merah, Kubah, Di Kaki Bukit Cibalak, Senyum Karyamin, Bekisar Merah, Lingkar Tanah Lingkar Air, Orang Orang Proyek dsb dilahapnya.

Penyewaan buku milik pamannya hanya bertahan kurang lebih satu tahun. Setelah lulus SMA ia hijrah ke Jakarta dan di sana ia mulai kenal dengan nama-nama seperti Charless Dickens, Leo Tolstoy, Gabriel Garcia Marquez, John Steinbeck dsb.

Sejauh-jauh burung terbang akhirnya kembali ke sarang. Setelah 6 tahun hidup di perantauan, akhirnya ia memutuskan untuk pulang kampung. Sekian lama disuguhi pemandangan kota yang bising, macet, gerah dsb, kehidupan baru di kampung sedikit membuatnya kaget. Seperti ada sesuatu yang kurang dalam hidupnya. Tapi ia berpikir itu hanya masalah kebiasaan saja. Namun di lubuk hatinya yang terdalam (meminjam gaya lirik lagu), ada hal lain yang jauh lebih merisaukan. Tokoh kita ini adalah penggemar bacaan. Melihat keadaan kampung yang di sana pasar, di sini kebun, dan mana-mana sawah, kebutuhan batinnya akan membaca tidak terpenuhi.

Tapi anehnya, justru di kampung inilah kemudian ia mulai melakukan transaksi online (sejak facebook menjadi bagian hidup warga negara, internet akhirnya menerobos sampai ke tempat terudik di nusantara sekalipun). Di kota besar ia biasa mendapatkan buku-buku bagus dengan mudah dan murah. Ia adalah pengunjung setia pasar buku bekas di Senen, atau toko buku di pojok TIM. Tidak jarang pula ia membeli buku-buku di pinggir-pinggir stasiun kereta api. Karena di kampungnya tidak ada hal-hal seperti itu, mulailah ia memutuskan membeli buku lewat internet yang mana ia mesti merogoh tumpukan baju lebih dalam (ia biasa mengumpulkan uang di bawah tumpukan baju di lemari). Hasilnya memang memuaskan, tapi ongkos kirimnya juga lumayan. 

Sebenarnya ada juga Gramedia di kota Kabupaten, jaraknya sekitar 1 jam perjalanan dari kampung tempat tinggalnya. Tapi yang namanya toko buku di kota kecil, kalian bisa bayangkan buku-buku seperti apa yang terpajang di raknya. Selain harganya cukup tinggi (untuk ukuran lemari pakaiannya yang kecil), juga koleksi yang ada di situ bukan yang ia cari. Sampai suatu hari ia menemukan satu tempat penyewaan buku. Letaknya sekitar 10 km dari tempat tinggalnya. Ia mendapat informasi itu setelah bertemu dengan pamannya dan menanyakan apakah ada penyewaan buku di dekat sini.

Ketika pertama kali masuk ke kios penyewaan buku tersebut, ia teringat dengan penyewaan buku milik pamannya bertahun-tahun silam. Bedanya di situ lebih mapan dibandingkan dengan milik pamannya yang hanya berupa gerobogan seperti yang biasa dipakai para penjual rokok. Dan juga koleksi buku di situ lebih lengkap (selain novel, komik-komik Jepang juga berjubel di salah satu sisi raknya), dan di dua dinding dipakai untuk memajang DVD sewaan. Tapi untuk novel, tidak jauh berebeda dengan koleksi milik pamannya dulu. Hanya saja tambahan-tambahan nama-nama pengarang baru yang sedang melejit seperti J.K. Rowling, Stephenie Meyer, dan untuk lokalnya ada Andrea Hirata serta nama-nama yang ada imbuhan El-nya seperti Habiburrahman El Shirazy dan El-El yang lain (mungkin ini tipikal dari penyewaan buku. Pernah juga ia temui salah satu kios penyewaan buku di Jakarta, tepatnya di dekat stasiun Kalibata. Juga di Depok dekat UI. Pun isinya tidak jauh berbeda.) Tapi daripada tidak ada, pikirnya, penyewaan buku tersebut sedikit bisa memenuhi kebutuhannya dalam hal bacaan.

Perlu dituliskan lagi, di samping karena minimnya harta yang dimiliki, tokoh kita ini juga tidak mau membuang-buang waktu hanya untuk membaca yang tidak perlu. Itulah kenapa ia selalu hati-hati dalam memilih buku yang hendak ia baca atau beli.

Di situlah kemudian ia mengenal karya-karya seorang pengarang yang di waktu lalu selalu ia lewatkan, John Grisham. Selain karena ia berpikir kemungkinan itu yang paling menarik di antara buku-buku di situ, juga kebetulan ia sedang menginginkan pengetahuan tentang dunia hukum dan apa saja yang terjadi di ruang pengadilan. Karya John Grisham pertama yang ia pegang adalah The Rain Maker (diterjemahkan menjadi Sang Pembawa Mukjizat). Setelah bertransaksi mengenai harga sewa dan jangka waktu pengembalian, ia pulang, naik motor Supra X-nya, menembus hujan yang rintik-rintik sambil menikmati rokok yang tinggal setengah yang sayang untuk ia buang.

The Rainmaker dipublikasikan pertama kali tahun 1995 Doubleday Publisher. Bercerita tentang Rudi Baylor, anak muda jebolan Memphis State Law School. Sebagai pelajar miskin, Rudy harus bekerja paruh waktu untuk meringankan biaya hidup dan sekolahnya. Ia bekerja di bar milik seorang bernama Prince. Sampai ia lulus kuliah, ia masih tetap bekerja di situ karena menganggur, tidak seperti teman-temannya yang lain yang keluar dari rahim orang kaya. 

Sebelumnya Rudy Baylor pernah mendapat tawaran dari sebuah firma hukum besar di Memphis, namun ia jatuh bahkan sebelum dia mulai. Lulus kuliah ia mesti berjalan dari kantor satu ke kantor yang lain untuk mencari lowongan. Sampai akhirnya ketika ia putus asa dengan masalah pekerjaan, Prince, bosnya di bar tempat ia bekerja menawarkan bantuan untuk memasukkannya ke dalam kantor hukum milik teman dekatnya, J. Lyman "Bruiser" Stone, pengacara licin dan sukses, spesialisasi korban kecelakaan. Di kantor itu ia berkenalan dengan seorang paralawyer bertubuh pendek nan gesit serta pekerja keras namun tidak pernah lulus setelah enam kali ikut ujian pengacara, bernama Deck Shifflet. Dengan dia lah  beberapa bulan kemudian Rudi Baylor mendirikan kantor pengacara sendiri, setelah bosnya, J. Lyman "Bruiser" Stone tersandung kasus dan menjadi buron FBI bersama Prince, si pemilik bar tempat Rudi Baylor pernah bekerja.

Dalam cerita ini Rudy menangani dua kasus. Satu melibatkan seorang wanita tua yang memiliki harta jutaan dolar warisan suaminya, dan yang kedua kasus bernilai jutaan dolar menghadapi sebuah perusahaan asuransi. Kedua kasus tersebut ia dapatkan ketika satu bulan sebelum wisuda ia mengikuti kunjungan kelas ke pusat komunitas orang-orang jompo (mereka menyebutnya warga senior yang ganjil).

Berawal dari keprihatinannya pada sosok Donny Ray, putra dari pasangan Dot dan Buddy Black, yang sedang sekarat dari leukimia. Kemungkinan besar penyakit itu bisa diatasi dengan transplantasi sum-sum tulang (kebetulan ia memiliki saudara kembar dan cocok untuk memenuhi syarat-syarat operasi trersebut). Tapi kemudian pihak asuransi, Great Benefit Life Insurance, menolak membiayainya dengan alasan hal tersebut di luar pejanjian premi.

Rudy Baylor, anak yang baru lulus dari kuliah hukum mesti menghadapi barisan pengacara-pengacara tua pembela Great Benefit Life Insurance, salah satunya bernama Leo F. Drummond, yang terkenal hebat dalam mempengaruhi hakim. Tapi Dengan dibantu oleh seorang hakim yang simpati kepadanya, juga dari salah satu bekas dosennya yang sangat membenci asuransi serta beberapa informasi dari detektif teman dekat Deck Shifflet, akhirnya Rudy bisa memenangkan jutaan dolar atas gugatannya tersebut.

Kasus ini datang di saat Rudy baylor sedang frustasi akan masa depannya. Kemenangan gemilangnya juga adalah tiket menuju kehidupan impiannya. Tapi ironisnya kemudian, nasib baik seperti tak pernah menghampiri. Rudy menjadi terkenal mendadak di negara-negara bagian Amerika Serikat setelah dengan sendirian berhasil mengalahkan deretan pengacara kondang pembela  satu perusahaan asuransi raksasa, namun ia tidak mendapatkan apa-apa dari kasus besarnya itu. Uang jutaan dolar yang akan ia dapatkan, melayang bagai asap ketika perusahan asuransi yang digugatnya tanpa dinyana roboh dengan perut menghadap ke atas.

Setelah kalah di pengadilan, Great Benefit Life Insurance menyatakan diri bangkrut, sehingga terhindar dari membayar putusan. Hilang sudah mimpi Rudy Baylor untuk menjadi kaya, serta cita-cita pasangan Dot dan Buddy yang berencana menyumbangkan sebagian besar uang gugatannya ke Yayasan Leukimia Amerika.

Ketika Rudy Baylor masih bekerja di kantor hukum milik J. Lyman "Bruiser" Stone, ia ditugaskan untuk mencari klien di salah satu rumah sakit di Memphis. Setiap hari ia mesti nongkrong di kantin rumah sakit tersebut sambil belajar mempersiapkan diri menghadapai ujian pengacara. Di kantin itulah kemudian ia bertemu dengan seorang pasien wanita yang ternyata korban KDRT bernama Kelly Riker. 

Di akhir cerita novel ini ia bersama Kelly meninggalkan Memphis untuk hidup bersama. Rudy Baylor memutuskan berhenti meninggalkan dunia hukum dan memilih untuk menjadi pengajar dan bertekad untuk tidak lagi menginjak Memphis.

* * *

Rabu di bulan Januari 2011, ia menutup buku The Rainmaker tersebut, dan menghela nafas panjang seolah habis nyemplung kolam cukup lama. Ketegangan-ketegangan ketika Rudy Bailor berhasil membuka aib perusahaan asuransi dan membuat para pengacara yang terkenal hebat bertekuk lutut di ruang sidang masih membuat jantungnya deg-degan. Dan ia bertekad untuk kembali mendatangi kios penyewaan buku itu esok harinya, dan menanyakan harga novel tersebut seandainya si pemilik mau menjualnya. Untuk saat ini ia hanya ingin menikmati sensasi yang tersisa, dan beristirahat.



Newer Post Older Post Home

0 comments: