Latest Posts

Showing posts with label Internasional. Show all posts
Showing posts with label Internasional. Show all posts
Tidak semua pekerja ‘dunia ke tiga’ bisa pulang dengan selamat. Sejak 2001, tercatat lebih dari 2 ribu pekerja kontrak meninggal dan 51 ribu lebih meninggal di Irak dan Afghanistan. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Amerika, para pekerja kontrak yang hilang setara dengan jumlah pasukan Amerika di kedua zona perang tersebut (Irak dan Afghanistan), sebesar 53 persen meninggal dalam jangka 6 bulan pertama di tahun 2010. Banyaknya pekerja T.C.N yang meninggal dan terluka yang tak terhitung, kontraktor mmebuat sendiri laporannya dengan beberapa penyesuaian yang mana angka sesungguhnya diduga jauh lebih banyak.

Constantine Rodriguez, laki-laki 38 tahun bersuara lembut asal negara bekas koloni Portugis, Goa, tengah bekerja di Pizza Hut di kamp Taji, Irak, ketika roket dari para pemberontak mengenainya. Dua dari rekan kerjanya asal Bangladesh meninggal, menurut laporan bekas majikannya, dan Rodriguez kehilangan salah satu mata dan kakinya. Dalam keadaan cacat, Rodriguez dikirim pulang ke India Selatan di mana ia memiliki istri yang masih muda seorang bayi untuk dinafkahi. Meskipun para pekerja yang terluka di pangkalan militer Amerika biasanya mendapat perawatan medis dan kompensasi cacat tubuh, namun sedikit dari para pekerja asing itu yang tahu akan hak-hak mereka dan lebih sedikit lagi yang bersedia menelusuri proses berliku untuk mendapatkan ganti rugi.

Jika sebagian besar warga Amerika tidak tahu apa-apa tentang para pekerja asing di pangkalan militer Amerika, Alqaida dan kelompok-kelompok ekstrimis justru telah mengambil pernyataan. Pada tahun 2004 para militan Sunni melancarkan kampanye untuk membunuh pekerja T.C.N. Sasaran mereka adalah memutus jalur suplai dengan menghancurkan dan membunuh supir truk dan menghukum orang-orang muslim yang bekerja sama dengan ‘orang-orang kafir’ dan menekan pemerintah untuk mencegah warganya pergi ke luar negeri untuk bekerja dengan pasukan koalisi. Antara musim panas hingga musim gugur th 2004, daftar orang yang diculik oleh para pemberontak mencakup Turki, Pakistan, Indonesia, India, Mesir, Makedonia, Bulgaria dan Kenya. Di satu insiden berdarah, gerobak milik pekerja-pekerja Nepal yang sedang menuju pangkalan utama militer Amerika Serikat ditawan. Sebelas orang ditembak mati satu orang dipenggal.

Meski dalam kondisi yang riskan dan keras ini, banyak pekerja-pekerja itu yang senang dengan pekerjaannya. Dalam perjalanan antar Iraq dan Afghanistan, aku bertemu dengan lusinan pekerja, seperti Paz Dizon, perempuan petugas kebersihan asal Filipina yg dipekerjakan oleh G3 Logistics di sebuah rumah sakit di bandara Kandahar. (“Paz?” aku mengulangi namanya ketika ia mengenalkan diri, yang mana ia menjawab dengan riang, “Ya, semacam ‘pass away!’” Ia merasa bahwa dirinya sedang menyumbangkan sesuatu yang penting untuk perang sambil mengumpulkan uang yang jauh lebih banyak dari apa yang bisa ia lakukan untuk pulang. Pada malam hari, ia makan makanan ringan bersama pekerja-pekerja asal Filipina lainnya di dalam barak; ketika serangan roket berhenti, mereka menyanyi lagu-lagu pop 80-an di mesin karaoke berdebu. “Kami selalu bercanda, bahagia, menyanyi dan menari.” Tutur salah seorang teman Paz, Rey Villa Cacas sambil terkekeh menceritakan bagaimana majikan mereka bernyanyi keras membawakan Soldier of Fortune di tengah serangan roket pada malam sebelumnya.

Pada awalnya, Vinnie, Lydia dan Melanie juga menjalani kehidupannya di Irak dengan baik-baik saja. Hingga kemudian ketiganya diterbangkan ke pangkalan operasi militer terdepan di Sykes, di barat-laut Irak, tempat di mana aku bertemu dengan mereka. Mereka tengah bekerja untuk salah satu subkontraktor asal Turki, di bawah pengawasan laki-laki perokok berat asal Turki yang telah kecanduan nikotin sejak usia 20-an. Mereka tinggal di gerbong peti kemas ber-AC, bermain biliar di gedung yang bertuliskan ‘semangat juang, kesejahteraan dan hiburan,’ bernyanyi di kebaktian Minggu dan bersantap di fasilitas makan utama yang menyediakan sandwich panas, burger sayap panggang, aneka menu diet dan bermacam-macam es krim Baskin-Robbins. Salon AAFES menjadi tempat yang nyaman, tentara duduk di atas kursi empuk, senapan M16 di kakinya, membolak-balikkan majalah Maxim sambil menunggu pedicure seharga 7 dolar atau cukur jembang seharga 5 dolar. Kalender bergambar model terpasang di dinding, menampilkan gaya 80-an ala Madonna (anting gelang dan rambut poni) serta kalimat inspiratif macam ‘Kesederhanaan Adalah Inti Dari Keindahan’ dan ‘Kami Di Sini untuk Anda!’

Tiga perempuan itu memiliki kepandaian khusus dalam membuat nyaman pelanggannya. Vinnie akan bercanda dengan para prajurit tentang manicure atau memamerkan foto Samuel, anak laki-lakinya yang berusia 12 tahun yang suka menyantap ayam goring yang diaduk dengan kacang mete di atas nampan. Lydia, ketika sedang bekerja, menanyakan pada para prajurit tentang kehidupan mereka di negara asal: apakah mereka punya pacar, anak, atau Harley? Melanie, yang paling pemalu diantara ketiganya, mengakhiri sesi pedicure-nya dengan bercerita seperti seorang agen perjalanan yang bersemangat, , “Pernah Anda berrencana liburan ke Fiji? Anda harus datang. Fiji tempat yang sangat indah, seperti surga, sungguh. Anda bisa berbulan madu di sana satu hari nanti (ia sering memuji keunggulan air artesis dalam botol bermerk Fiji, hingga ia dikenal di seluruh markas sebagai ‘Gadis Air dari Fiji.’)

Beberapa pelanggan biasanya akan menggoda balik, menanyakan, “Kenapa kamu memilih meninggalkan tempat seindah Fiji demi tempat terkutuk semacam ini?” Jika sang majikan sedang keluar untuk merokok dan laki-laki yang sedang duduk kursi putar warna lavender itu kelihatannya bisa dipercaya, perempuan-perempuan itu akan menceritakan padanya. Salah satu pelanggannya, seorang prajurit asal Amerika, menghubungi rekan-rekannya di New York; sebuah surat dikirimkan ke departemen pertahanan, mengajukan permohonan investigasi resmi tentang apakah ada eksploitasi dalam perjanjian dan perekrutan para pekerja perempuan itu. Tidak lama setelah itu, inspektur Jenderal AAFES mengutus seorang manajer untuk mewawancarai para pekerja kecantikan tersebut. Namun si manajer tersebut menetapkan, karena ketiganya memiliki paspor dan telah mengetahui tujuan utama setelah sampai di Dubai, AAFES dinyatakan tidak melanggar aturan perdagangan. (Organisasi itu mencatat bahwa, pada umumnya, jaminan keamanan dan segala macam perbaikan diperlukan untuk menjaga para pekerja kontrak tersebut.)

Gambar 1, 2, 3: Situasi Tentara Amerika di tempat hiburan di Markas militer di Camp Tiji



Bersambung...


Sebelumnya  1  2  3  
Kulak Construction Company
Vinnie, Lydia dan pekerja salon lainnya asal Fiji mendarat di Dubai tepat sebelum matahari terbit pada Oktober 2007. Di bandara, mereka menuturkan, bertemu dengan seorang yang ada hubungannya dengan Kulak Construction Company, firma asal Turki dengan jutaan dolar untuk mengerjakan segala macam mulai dari membangun arena bowling untuk tentara hingga perawatan fasilitas di pangkalan. Mereka, para pekerja salon itu, dibawa ke rumah sakit khusus di jantung kota. “Keadaan sangat sepi di sana karena sedang Ramadhan,” kenang Vinnie. Dalam ruang sempit tempat pemeriksaan, para perawat melakukan serentetan tes darah dan vaksinasi. Vinnie bertanya untuk apa semua ‘sodokan-sodokan itu’. “Kamu akan membutuhkannya di Irak,” salah seorang perawat menjelaskan.

“Oh, kita hampir gila saat mendengar hal itu,” kata perempuan termuda di antara rombongan asal Fiji, bernama Melanie Gonebale. Tubuhnya kecil, usianya 22 tahun bekas pelayan penginapan. Kami berbincang di tempat peristirahatnnya yang rapuh di depan markas operasi militer di Sykes, dekat Tal Afar, Irak Utara. Helm tentara dan rompi anti peluru tergeletak di dekat kaki ranjang. “Kami menyaksikan berita tentang Irak tiap harinya – bom, orang-orang sekarat.”

Malam itu, perempuan-perempuan tersebut berniat melarikan diri. Tapi beberapa dari mereka terikat pinjaman uang untuk menutup biaya perekrutan dan Meridian mengancam akan menjatuhkan denda lebih dari seribu dolar dalam keputusan awal mereka jika para pekerja itu melarikan diri.

Dua malam berikutnya, beberapa di antara mereka menyelinap keluar menuju telefon umum untuk menghubungi keluarga mereka. “Bersabarlah, saying,” kata Vinnie kepada suaminya sambil menahan air mata. “Aku tidak berkerja di Dubai. Bus akan mengantar kami ke bandara, dan akan langsung menuju Irak.”

Setelah Kie Puafomau, salah satu anggota rombongan yang juga berasal dari Fiji, menghubungi suaminya, si suami menghubungi kepolisian Fiji, departemen tenaga kerja dan surat kabar nasional. Fiji Times menurunkan cerita membuka kecurangan yang dilakukan agen tenaga kerja Meridian. Meski polisi berjanji untuk melakukan investigasi, tidak banyak yg bias dilakukan untuk menolong para pekerja salon itu yang berada di 9 ribu mil jauhnya.

Pagi berikutnya, Vinnie, Lydia dan yang lainnya mendapati dirinya berada dalam konvoi menuju Balad, 40 mil sebelah utara Baghdad. Di sana, di pangkalan militer Amerika Serikat yang diberinama Camp Anaconda – dan oleh para tentara dikenal sebagai Mortaritaville, oleh karena serang mortar yang tiada hentinya – mereka mendapat kabar yang lebih buruk. Bukannya mendapat 3800-1500 dolar perbulan seperti yang telah dijanjikan, mereka dikasih tahu bahwa mereka hanya akan mendapat 700 dolar sebulan, belum termasuk potongan dari subkontraktor lainnya hingga 350 dolar. “Kami benar-benar terkejut,” kenang Chanel Joy, terapis kecantikan yang telah 5 kali mendapat sertifikat selama kerja di Hotel Fijian. “Ini gila, benar-benar kerja paksa. Sungguh menakutkan berada di daerah perang seperti ini.” Dalam kontrak yang mereka tanda tangani di Irak, mereka bekerja dengan ketentuan, 12 Jam sehari dan 7 hari seminggu. ‘Liburan’ mereka ketika tiket dikembalikan setelah selesai kontrak. Ditambahkan ke dalam surat kontrak sebuah pernyataan resmi: ‘Dengan rela dan tanpa paksaan, saya memutuskan untuk pergi dan bekerja di Irak, dan saya menyatakan bahwa tidak ada seorang pun dari Fiji atau dari luar Fiji yang datang menjengukku selama bekerja di Irak … Saya senang dengan pekerjaanku … saya tidak akan pulang, saya ingin menyelesaikan kontrak” (Seorang pengacara untuk Kulak Construction menyangkal bahwa perusahaannya pernah mempekerjakan perempuan-perempuan asal Fiji, meskipun nama perusahaan muncul dalam surat kontrak para perempuan pekerja itu. Ia menambahkan, “Kulak memiliki reputasi yang baik selama 60 tahun.”)

Selama hampir dua minggu, sepuluh wanita asal Fiji tersebut menolak untuk bekerja. “Kami bertekad, kami harus tetap bersatu,” tutur Chanel, wanita tertua dan paling dihormati, memiliki rambut pirang ikal yang diikat surai. “Saudara perempuan gurun pasir – demikian mereka menyebut dirinya.” Hingga akhirnya mereka setuju untuk mengubah tawaran menjadi 800 dolar perbulan. Itu lebih baik daripada terdampar tanpa mendpatkan apa-apa.

Keesokan harinya, para perempuan itu dipisahkan dan dikirim ke markas-markas militer yang berbeda-beda. Dua orang tetap di Camp Anaconda; tiga orang diterbangkan ke Tikrit; dua orang dikirim ke Camp Diamondback di Mosul; dan tiga orang – Vinnie, Lydia dan Melanie – berakhir di Tal Afar setelah bertugas di Tikrit dan Mosul. Sebelum melakukan penerbangan, para pekerja salon tersebut menerima jaket tentara dan satu pelajarn tambahan ketika ada serangan roket; bagaimana cara membungkuk dan meluncur, kemudian berlari secepatnya menuju lubang perlindungan terdekat suara sirine tanda aman berbunyi.

Menaiki helikopter militer menggunakan pakaian barunya yang berat, Vinnie berpikir ia harus nerdoa tiap malam agar Tuhan mengirimnya pulang. “Apakah aku akan celaka?” tanyanya dalam hati ketika helikopter black hawk lepas landas. “Apakah aku akan mati? Siapa yang akan menjaga keluargaku, anak-anakku? Ya Tuhan, lindungi aku.”


Sumber tulisan: NewYorker
Judul Asli: Invisible Army
Penulis: Sarah Stillman
Sumber gambar: NewYorker
Waktu makan siang di Suva, Fiji, pada hari yang lambat di akhir musim wisata bulan September 2007, ketika empat orang laki-laki muncul di ambang pintu Rever Beauty Salon tempat Vinnie Tuivaga bekerja sebagai piñata rambut. Mereka mengenakan sepatu bersemir dan kaos Hawai cerah. Lalu berbincang bersama Vinnie tentang suatu pekerjaan yang, menurut Vinnie, adalah ‘buah dari ketaatannya pada tuhan selama bertahun-tahun.’ Apakah ia ingin memeperoleh penghasilan lima kali lebih banyak di hotel mewah di Dubai, tempat yang terkenal dengan istilah Kota Emas? Apakah ia ingin mendapat pelanggan Arab yang kaya, perempuan-perempuan yang berani bayar upah secara gila-gilaan untuk urusan potong dan mewarnai?

“Aku akan membicarakannya dengan suamiku dulu,” jawab Vinnie, dengan tenang walaupun detak jantungnya memburu. Vinnie, 45 tahun, tidak pernah bekerja di luar negeri. Tapi ia kerap memimpikannya saat mendengarkan khotbah pendeta di gereja setempat. Dengan tinggi sekitar 1.8 meter dan berat 100 kg lebih, Vinnie bergerak dengan gaya pengidap artritis, meski begitu ia tetap menjaga panampilan. Ia memakai celana panjang longgar kemilau dan topi warna emas di atas rambut hitamnya yang mengelabu. Membawa tas kecil dari kulit imitasi yang berisi pulas mata warna perak. Ia bisa melihat dirinya bekerja di salah satu kota kosmopolitan dunia. Tawaran itu bisa jadi perubahan besar dalam hidupnya, kesempatan mengirimkan putrinya ke sekolah kedokteran dan membayar biaya sekolah menengah putra bungsunya.

Minggu berikutnya, di sebuah salon dekat perempatan jalan, Lydia Qeraniu (32 tahun), mendapat tawaran yang sama. Wanita cekatan dengan senyum genit dan sosok yang membuat pria-pria Fiji berteriak “uro, uro!” – bahas slang dari cantik – Lydia dicemaskan oleh prospek kariernya di Dubai. Begitu juga dengan perempuan-perempuan perawat kecantikan lainnya di hotel-hotel sepanjang pantai Fiji.

Pesawat Korea yang menuju Dubai akan meninggalkan bandara internasional Nadi dalam beberapa hari ke depan. Wanita-wanita itu mesti menyerahkan CV dan passport yang disertai hasil tes medis, dan membayar komisi sebesar 500 dolar kepada perusahan perekrut tenaga kerja setempat yang disebut Meridian Services Agency.

Segera saja, lebih dari 50 perempuan berbaris di luar kantor Meridian untuk memperebutkan posisi yang akan membayar mereka sebanyak 3800 dolar sebulan – sepuluh kali lipat lebih banyak dari pendapatan per-kapita pertahun masyarakat Fiji. 10 wanita kemudian dipilih, Vinnie dan Lydia termasuk di dalamnya.

Vinnie mengangkat tangannya dan menyanyikan lagu gospel kesukaannya: “We’re gonna make it, we’re gonna make it. With Jesus on our side, things will work out fine.” Lydia bergegas pulang ke rumah untuk memberitahu suaminya dan berbicara pada anak laki-lakinya yang lima tahun.”Mama akan baik-baik saja,” kenangnya.”Dubai, sebuah negara kaya. Hanya hal-hal baik yang akan terjadi.”

Pagi hari bulan Oktober 2007, para perawat kecantikan itu melakukan penerbangannya ke Emirat. Mereka membawa penuh kosmetik, foto-foto keluarga, injil, sarung bermotif bunga, dan chamba, baju halus tradisional Fiji yang dipadu dengan rok bermotif. Lebih dari separuhnya adalah wanita-wanita yang meninggalkan suami beserta anak-anaknya. Pada keberangkatan yang terburu-buru itu, tidak satupun dari mereka yang mengecek lampiran dokumen perjalanan mereka: visa yang mereka gunakan ke Emirat bukanlah yang mengizinkan mereka bekerja, tetapi sekadar perjalanan 30 hari yang melarang segala macam pekerjaan baik dibayar maupun tidak; perpindahan mereka tercantum sebagai ‘koordinator penjualan.’ Dan Dubai hanyalah titik transit. Mereka tengah menuju ke markas militer Amerika Serikat di Irak.

Lydia dan Vinnie tidak sadar dirinya sedang direkrut untuk ‘tentara tak terlihat’ milik Pentagon: lebih dari 70 ribu tukang masak, bagian kebersihan, pekerja bangunan, pelayan masakan cepat saji, tukang listrik, dan perawat kecantikan dari negara-negara miskin di seluruh dunia melayani urusan tentara Amerika di Irak dan Afghanistan. Tukang cuci pakaian tentara asal Filipina, pengantar daging  dan tenda-tiup militer asal Kenya, tukang listrik asal Bosnia dan pelayan es mocha asal India. Biro pelayanan tentara dan angkatan udara AAFES (Army and Air Force Exchange Service) berada di balik sebagian besar jasa yang mengiklanan dirinya ‘berasa seperti di rumah,’ yang dapat ditemui di markas-markas utama militer Amerika, termasuk toko-toko permata, toko-toko cenderamata yang menjual catur berbentuk onta dan Taliban, salon kecantikan di mana para tentara bisa pijat dan pedicure, serta restoran cepat saji semacam Taco Bell, Subway, Pizza Hut hingga Cinnabon. (Moto AAFES adalah ‘kita ada di mana kamu berada.’)

Ekspansi para kontraktor tentara-khusus memang cukup terkenal. Tetapi jumlah yang dipersenjatai hanya sekitar 16 persen dari seluruh tentara sewaan itu. Mayoritas – lebih dari 60 persen dari total yang ada di Irak – bukan disewa untuk persenjataan, melainkan menyewa ‘tangan-tangan’ mereka. Para pekerja itu, khususnya yang datang dari Asia Selatan dan Afrika, sering tinggal bersama di markas terntara Amerika yang dikelilingi kawat duri, makan di ruangan yang sempit, dan menjadi host di pesta dansa membawakan lagu-lagu balad romantis Nepal dan lagu-lagu gereja Uganda. Sejumlah besar dari mereka dipekerjakan oleh subkontraktor (kontraktor-kontraktor kecil yang bernaung di bawah pemborong utama) ‘tidak jelas,’ yang dibiayai oleh pembayar pajak masyarakat Amerika, tapi kerap beroperasi di luar hukum.

Pekerja-pekerja asing untuk perang, dalam bahasa militer di kenal sebagai ‘warga negara ketiga – third-country nationals,’ atau T.C.N. Banyak dari mereka menceritakan bahwa uang gajinya dirampok, terluka tanpa adanya kompensasi, korban pelecehan seksual dan terjebak dalam kondisi yang tidak jauh beda dengan perjanjian perbudakan oleh majikan-majikan subkontraktor mereka. Sebelumnya, catatan-catatan yang tak dirilis milik satu perusahaan kontraktor, ratusan wawancara, dan dokumen-dokumen pemerintah yang aku dapatkan sepanjang penelitian selama setahun banyak yang membuktikan tuduhan-tuduhan tersebut, juga mengungkap hal-hal lainnya untuk diperhatikan.

Meluasnya penganiayaan mengakibatkan rangkaian kerusuhan di kamp subkontraktor Pentagon, hingga melibatkan seribu pekerja.

Di tengah-tengah penarikan pasukan Amerika di Irak dan Afghanistan, T.C.N telah menjadi bagian utuh dari strategi jangka panjang pemerintahan Obama, sebagai salah satu cara untuk mengganti tugas pasukan Amerika di wilayah tersebut. Namun beberapa pejabat tinggi militer Amerika melihat adanya kelemahan dari hal itu. Mereka menentang, sebagaimana Jenderal Stanley McChrystal lakukan sebelum ditarik dari Afghanistan musim panas lalu, bahwa meningkatnya logistik militer yang tak beraturan oleh T.C.N bisa mengacaukan tujuan militer Amerika. Kekhawatiran lain atas penganiayaan terhadap para pekerja asing telah menjadi ‘pelecehan terhadap hak asasi manusia yang tidak bisa ditoleransi,’ sebagaimana diungkapkan bekas Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat yang juga menjadi wakil ketua komisi untuk urusan perang, Christopher Shays.

Meluasnya jasa pelayanan di masa perang – pertama kali diuji coba pada masa Clinton di Somalia dan Balkan – dirancang untuk mengurangi biaya yang memungkinkan para prajurit tetap focus pada perang. Kendati begitu, pada prakteknya, privatisasi militer justru melahirkan rantai yang membelit dari subkontrak asing yang kerap menyerbu keuntungan dan kecurangan. Komisi untuk urusan perang selanjutnya mengingatkan bahaya akan subkontraktor yang buruk dalam perencanaan, kurang terstruktur, dan kurang pengawasan. Dan secara khusus juga memperingatkan akan ketergantungan militer terhadap subkontraktor asing yang tidak bisa dipertanggungjawabkan pada pemerintah Amerika.

Proses alih daya (outsourcing) ini dimulai pada kesatuan-kesatuan utama pemerintah, dalam hal ini Pentagon, yang menyerahkan kontrak logistiknya (dengan nilai sebesar 50 juta dolar setahun) kepada tiga perusahaan besar: K.B.R. (bekas anak perusahaan Halliburton), DynCorp International dan Fluor. Ketiga perusahaan tersebut kemudian menjual kontrak mereka pada ratusan subkontraktor di seluruh dunia, banyak dari mereka berasal dari negara-negara Timur Tengah terdaftar dalam perusahan pelaku perdagangan manusia. Selanjutnya, firma-firma itu mengadakan ribuan agen tenaga kerja dunia ke tiga – operasi perekrutan kecil-kecilan seperti Meridian Service.

Sebuah cerita ttg perekrutan yang menggunakan sebuah iklan yang menggoda: ‘Salad Men’ untuk Timur Tengah muncul di sebuah surat kabar. Atau sebuah iklan pencarian kerja online diposting yang mengikrarkan “lowongan untuk koki/chef/master chef untuk satu orang terbaik…peluang kerja di Timur Tengah.”

Berangkat dari keadaan putus asa para pelamar, sedikit sekali yang mengajukan pertanyaan dan banyak subkontraktor yang menyelinapkan para pekerja ke markas-markas Amerika tanpa izin dan jaminan keamanan, memotong gaji pokok dan peraturan-peraturan bagi kesejahteraan pekerja. “Tidak ada satu pun yang bermain jujur di sini,” tutur seorang manajer asing yang telah berpengalaman selama 6 tauhn di Irak. Ia mengenalkanku pada tiga pekerja muda asal Nepal dan Banglades di dekat food court Popeye dan Cinnabon. Pekerja-pekerja itu harus membayar kpd penyelundup antara 300 hingga 400 dolar untuk membawa mereka ke markas militer menggunakan surat izin palsu. Di samping harus membayar para perekrut tenaga kerja di negara asal mereka rata-rata sebesar 3000 dolar. Jumlah yang sangat luar biasa. Bahkan gen tenaga kerja tertentu menarik bayaran 2 hingga 4 ribu dolar tiap pelamarnya, keuntungan kecil di negara-negara tempat subkontraktor merekrut. Untuk mendapatkan uang, para pekerja biasanya menggadaikan harta-harta warisannya, menjual cincin kawin, atau tanah atau ternak, dan meminjam dengan bunga sangat tinggi. Aturan militer Amerika telah melarang pengambilan upah segitu banyaknya. Tapi dalam ratusan wawancara dengan T.C.N., sangat jarang aku temui pekerja yang membayar di bawah seribu dolar dan aku tidak pernah mendengar kasus yang mana seseorang dikenakan sanksi atas pembebanan upah tersebut.

Hal itu sama jarangnya dengan bertemu dengan pekerja yang menerima gaji seperti yang dijanjikan. Seorang pekerja Taco Bell berusia 25 tahun di markas utama militer Amerika Serikat mengatakan bahwa ia harus membayar ages perekrut tenaga kerja sebesar 4 ribu dolar. “Kamu akan kembali modal dengan cepat di Irak,” katanya meyakinkan. Ketika sampai di Baghdad pada bulan Mei 2009, ia ditempatkan di gerbong peti kemas di belakang kedutaan Amerika di ‘daerah hijau’, tempat, tempat ia tidur di atas kasur kumal bersama 25 imigran lainnya asal Nepal, India dan Banglades.

Banyak yang mendengar bahwa mereka mengumpulkan hanya 75 hingga 2 ratus dolar tiap bulannya sebagai koki dan pelayan tentara Amerika – jumlah yang jauh lebih kecil dari yang dijanjikan.

Kemudian ia membayar 300 dolar kepada agen yang lainnya lagi untuk mengantarnya dengan taksi menuju pangkalan militer di utara Irak. Disana seorang penyelundup asal India membebani biaya tambahan sebesar 300 dolar untuk membantu mendapatkan pekerjaan dengan gaji 500 dolar sebulan sebagai pembuat burrito. “Aku aman sekarang,” ucapnya, seraya menangis, dari balik jendela pengiriman makanan. “Berlalu sudah. Tentara adalah ayah dan ibuku.”

Bagi yang pernah mendengar tentang pelayanan ekonomi di negara-negara Teluk, ini adalah perpanjangan dari sistem yang telah berpuluh-puluh tahun melayani Kuwait, Arab Saudi, Yordania, dan negara-negara Emirat Arab menggunakan tenaga kerja murah. Hanya saja para pekerja ini mesti berhadapan dengan tembakan mortir, serangan roket, berurusan dengan alat-alat peledak dan resiko-resiko perang lainnya – dan bahwa sekalipun mereka bekerja lewat perantara, sejatinya mereka bekerja untuk pemerintah Amerika Serikat.

1  2  3  Selanjutnya
Macau
Lihat catatan sebelumnya: Dewa Judi Bag I

Kota-kota judi adalah kuil bagi pengembangan diri. Di tahun 1860-an, Monaco adalah wiayah terpencil yang miskin akibat kalah perang dengan Prancis. Kemudian muncullah kasino. Dan sekarang Monaco menjadi negara termakmur di dunia. Las Vegas dulunya adalah gurun yang selalu babak belur oleh badai pasir dan air bah – ‘daerah yang dilupakan Tuhan’, menurut istilah para misionaris abad 19, hingga akhirnya ia tumbuh menjadi kota yang sekarang paling menarik dikunjungi tiap tahunnya mengungguli Mekkah. Hal Rothman, sejarawan Amerika menuliskan motto Las Vegas, sebuah pertanyaan yang diajukan ke tiap pengunjung kota:’Apa yang kau inginkan dan berapa yang akan kau bayar untuk mewujudkannya?’

Kapal Feri yang menuju ke Macau disambut oleh kerumunan calo. Saat aku berkunjung beberapa tahun lalu, aku bertemu dengan sosok gemuk mengenakan setelan seperti yang biasa dipakai anjing dalam film-film kartun, bergaris-garis dan memakai topi jerami ala pendayung gondola. Ia melambaikan tangannya. Dia adalah mascot dari penginapan Venetian di Macau – saudara kembar dari penginapan Venetian di Las Vegas. Di kejauhan nampak pemandangan kota berlatar perbukitan yang dijejali bangunan tinggi (sisa-sisa benteng Portugis) dan rimbunnya hutan cemara China. Di tengah kerumunan, seorang wanita muda membagikan selebaran iklan untuk menawarkan telefon bebas-tagihan bagi yang berbahasa Mandarin untuk membeli perumahan gaya Amerika dengan potongan harga.

Macau, yang memiliki populasi setengah juta, mirip China yang diminiatur dan diperkuat. Macau dan China dijiwai oleh formula serupa: ambisi, kecepatan dan resiko. Hanya saja di Macau jumlah uang dan manusianya telah melewati penyaringan hingga menghasilkan inti sari yang begitu ampuh, dan itu menjadi salah satu kekuatan terbesar Macau. Satu generasi lalu, Macau adalah penghasil kembang api, mainan dan bunga plastik. Hari ini, perusahaan-perusahaan itu telah lenyap. Penghasilan rata-rata penduduk kota melampaui yang dicapai Eropa. Jurang pemisah antara si kaya dan si miskin sangat lebar. Pembangunan tak ada hentinya. Tiap malam, api mesin las menyala dari atas bangunan. Di tanah, trotoar disampahi oleh selebaran-selebaran yang menjanjikan pertemuan dengan gadis-gadis dari berbagai benua.

Kasino-kasino Amerika pun tak mau kalah. Tahun 2006, Steve Wynn, pionir kebangkitan kembali Las Vegas di tahun 1990-an, membuka kasino di Macau. Hasil yang didapatnya 2/3 lebih banyak dari keuntungan global yang diperoleh di Las Vegas. Ia mempelajari bahasa China, dan mengatakan tentang pemindahan kantor pusatnya ke Macau. “Kita benar-benar perusahan China sekarang. Bukan Amerika,” ujarnya.

Macau telah menjadi daya tarik utama perusahan-perusahan China dalam beberapa tahun terakhir. Di Nevada, semenjak menurunnya jumlah wisatawan di tahun 2008, pendapatan dari perjudian menurun drastis hingga mendekati 2 persen dalam dua tahun – kemerosotan terparah dalam sejarah negara bagian Amerika Serikat. Segala perbaikan dilakukan, tetapi Nevada masih memiliki angka pengangguran dan penyitaan yang tinggi. Gary Loverman, pemimpin Caesars Entertainent, adalah salah satu dari sedikit bos kasino yang melewatkan kesempatan mendirikan perusahaan di Macau. “Kesalahan besar,” ucapnya. “Aku keliru, benar-benar keliru.” Bahkan menurut standar China, kecepatan pertumbuhan di Macau sangat mendebarkan hati; dalam satu decade, ekonomi melambung dengan rata-rata 19 persen pertahun – mendekati dua kali pertumbuhan China sebagai wilayah utama. Tahun 2010, perputaran taruhan di Macau mencapai sekitar 600 miliar dolar, kira-kira sama dengan jumlah uang yang ditarik dari seluruh mesin A.T.M di seluruh Amerika dalam setahun.

Pemerintah Amerika Serikat meyakini bahwa perpindahan uang di atas meja di Macau hanyalah gambaran kecil dari keadaan sebenarnya. Menurut laporan tahunan Kongres Eksekutif Amerika Serikat untuk China tahun 2011, pertumbuhan di Macau selain didorong oleh aliran uang dari penjudi-penjudi China dan pertumbuhan kasino Amerika, juga dibarengi oleh meluasnya korupsi, organisasi kriminal dan pencucian uang. Juan Zarate adalah salah satu pejabat senior anti terorisme di masa pemerintahan Bush yang pernah memberikan sangsi pada salah satu bank swasta di Macau yang diduga memfasilitasi keuangan – juga hal-hal lainnya – bagi pengembangan nuklir Korea Utara. “Orang yang anti pencucian uang sangat memahami resiko sebenarnya yang ada di Macau,” kata Zarate. David Asher, departemen luar negeri dan penasihat senior untuk wilayah Pasifik dan Asia Timur menyebut Macau sebagai ‘tempat sampah kejahatan keuangan’.
sungai Pearl
Sumber gambar: cromwell-intl.com
Akhir musim semi tahun 2007. Siu Yun Ping, pria 50 tahun bekas tukang cukur mulai melakukan perjalanan rutin dari kampungnya di Hongkong ke Macau , satu-satunya wilayah di China di mana perjudian dilegalkan. Macau berada di tengah ceruk pantai berkarang. Di situlah sungai Mutiara mengalir hingga Laut China Selatan. Luasnya kira-kira sepertiga Manhattan, meliputi semenanjung daerah tropis dan sepasang pulau yang kalau dilihat di peta mirip serpihan roti. Sudah lama pemimpin Mao melarang perjudian di China, tapi tidak di Macau. Hal itu disebabkan oleh faktor sejarah: Macau adalah wilayah jajahan Portugis selama hampir 500 tahun, dan ketika dikembalikan ke China tahun 1999, wilayah itu berhak memelihara tradisi kebebasannya, yang oleh W.H Auden dibaptis sebagai candunya katolik Eropa. Munculnya orang-orang kaya baru China memicu gelora pembangunan yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Tahun 2006 pendapatan kasino di Macau melampaui Las Vegas, hingga akhirnya dijuluki kota judi terbesar di dunia. Hari ini, perputaran uang di Macau melebihi apa yang oleh Las Vegas capai selama 5 tahun lebih.

Siu Yun Ping – atau Saudara tua Ping, begitu teman-temannya memanggilnya – terkenal karena keberuntungan kecil yang didapatnya. Ia dibesarkan di rumah reyot beratap seng di sebuah pemukiman liar yang kumuh di Hongkong. Pada tahun ia dilahirkan, banjir bandang menghantam desa, disusul kemudian dengan kekeringan dan serbuan topan. “Sepertinya Tuhan ingin menjadikan kami gila dengan cara menghancurkannya” kenang salah seorang pejabat.

Siu memiliki 5 saudara kandung. Pendidikan terakhirnya hanya SD. Ketika tidak sedang sibuk mencukur, ia bekerja sebagai tukang jahit atau kuli bangunan. Judi adalah keterampilan ilegal di Hongkong. Tapi dalam berbagai komunitas masyarakat China, judi adalah teknik dasar dalam menjalani hidup. Pada usia 9 tahun, Ping sering menyelinap ke dalam kerumunan orang yang sedang menonton permainan kartu. Pada usia 13 tahun, ia mulai bermain dengan taruhan kecil, hingga salah satu kelompok judi bawah-tanah menyewanya untuk berkeliaran di sekitar pemain mengawasi tangan-tangan mereka. “Aku awas dalam mengamati pergerakan seseorang,” kata Ping.”Kapanpun aku melihat seorang pemain melakukan kecurangan, aku adukan ke bos.”

Menginjak dewasa, ia mulai bermain kartu, memperoleh kesuksesan yang sedikit lumayan. Ping bukanlah sosok yang mempesona: pipi montok, rambut tebal dan memiliki mata yang awas. Ia menikah di usia 19 tahun, menghasilkan 3 anak. Kemudian bercerai. Tidak lama setelah itu ia menikah kembali. Di desa kelahirannya, Fuk Hing (yang artinya perayaan keberuntungan.), Ping biasa dipanggil dengan sebuah nama yang ia sendiri sepertinya tidak begitu mempedulikannya: Lang Tou Ping, atau penjudi keras kepala.

Ketika masih menjadi tukang cukur, Ping berkawan dengan seorang gadis local bertubuh kurus bernama Wong Kam-ming. Wong tinggal di wilayah yang sama dengan Ping – wilayah yang terkenal paling miskin di Hongkong. Juga seperti halnya Ping, ia pun tidak melanjutkan sekolah karena alasan ekonomi. Mereka kadang bertemu untuk makan malam di sebuah warung tempat Wong bekerja. Lalu Ping berusaha di bidang pengembangan kota – membangun dan menjual perumahan di sekitar pesawahan di desanya, sementara Wong meembuka warung makan. Mereka tidak lagi sering bertemu, tapi Ping mengatakan bahwa mereka sudah seperti saudara. Kemudian hubungan mereka kembali rekat di tahun-tahun berikutnya, ketika Wong mulai mendapat pekerjaan sampingan di Macau sebagai ‘agen pesta’. Tugasnya merekrut para penjudi, memberi mereka pujian dan meningkatkan kepercayaan diri mereka, dan ia mendapat persenan dari setiap kemenangan yang diraih pemain. Salah satu yang direkrutnya adalah Siu Yun Ping.

Satu atau dua kali dalam seminggu, Siu Yun Ping melakukan perjalanan selama satu jam melintasi sungai Mutiara yang keruh menggunakan kapal feri. 7 ribu orang datang tiap harinya untuk mengadu untung di Macau, separuh dari mereka adalah penduduk China. “Tiap sepuluh orang yeng berjudi, mungkin hanya tiga yang akan menang,” ucap Siu. “Dan jika ketiganya tetap bermain, hanya satu yang lolos menang.”

Siu Yun Ping bermain baccarat, judi favorit orang-orang China (memiliki peluang yang lebih banyak dan mudah dimainkan). Gaya puncto banco adalah permainan judi favorit di Macau. Tidak membutuhkan skill khusus, dan hasilnya dapat langsung dipastikan ketika kartu dibagikan.

Agustus 2007, beberapa minggu sejak pertama kali melakukan perjalanan rutin ke Macau, Siu Yun Ping berhasil meraih serangkaian kemenangan. Suatu hari ia menang sampai ratusan dolar. Di hari lainnya ia membawa pulang ratusan ribu dolar. Atas rekomendasi Wong, Ping diundang ke ruang mewah kelas V.I.P, tempat yang hanya terbuka bagi para petaruh besar. Sejak itu Ping bolak-balik melakukan perjalanan menggunakan helikopter melintasi sungai Mutiara.Semakin banyak Ping bermain, semakin banyak pula Wong mendapat upah dan tips. Satu hari menjelang musim hujan, Siu sukses meraup rentetan kemenangan yang hanya mungkin terjadi di Las Vegas. Kemenangan itu sekaligus menunjukkan bahwa Macau adalah tempat di mana hal itu bisa diraih dengan mudah, tak peduli apakah kau seorang bekas tukang cukur di Hongkong atau salah satu orang terkaya di Amerika.

Bersambung ke bag. 2


Macau
Sumber gambar: Newyorker.com



Dharun Ravi dibesarkan di Plainsboro, New Jersey, di sebuah rumah modern nan luas berlantai kayu dan memiliki kolam renang di halaman belakangnya. Tegap dan atletis, ia adalah anggota tim frisbi. Password komputernya ‘dharunisawesome’. Pada hari ia lulus SMA tahun 2010, orang tuanya menulis di buku tahunan West Windsor & Plainsboro High School: “Dharun sayang, suatu kegembiraan menyaksikan kau tumbuh menjadi anak yang peduli dan bertanggungjawab. Anak hebat..teruslah berusaha. Pegang teguh mimpimu dan berjuanglah selalu untuk mencapai apa yang kau inginkan. Kami tahu kau akan berhasil.”

Satu hari di musim gugur, Ravi berada di ruang pengadilan New Brunswick. Sekitar 50 mil ke utara New Jersey, menunggu dengar pendapat pra sidang. Di dalam ruangan tak berjendela itu, ia duduk diapit dua pengacaranya, memakai stelan warna hitam dan dasi abu-abu bercorak garis. Matanya merah. Meski masih 19 tahun, ia memiliki penampilan yang cukup khas – raut muka dewasa yang samar-samar menyerupai Sacha Baron Cohen. Di salah satu foto masa SMA-nya – berlatar bayangan matahari pukul 5 sore – ia Nampak seperti seorang penyamar.

Ayahnya, Ravi Pazhani, laki-laki kurus dengan kacamata berbingkai logam, duduk di belakangnya. Tidak jauh di sebelah kanan Pazhani adalah Joseph Clementi dan istrinya, Jane. Jane Clementi, dengan poni yang lurus sempurna, dan seuntai kalung berbandul emas. Ia dan suaminya bertubuh tinggi, berkulit pucat, memberi kesan sebagai pasangan yang serasi.  Putra bungsu mereka, Tyler, meninggal tahun lalu – sebuah tragedi keluarga yang menjadi fokus perhatian tiap orang di ruang pengadilan. Bulan September itu, Tyler Clementi dan Ravi adalah teman satu kamar mahasiswa tingkat pertama di Rutgers University, dalam asrama mahasiswa yang letaknya sekitar 4 kilometer dari gedung pengadilan. Beberapa minggu di bulan September itu, Ravi dan teman kuliahnya, Molly Wei, secara diam-diam menggunakan webcam untuk merekam Clementi yang sedang berpelukan dengan seorang laki-laki muda. Ravi menggosipkannya di twitter: ”Aku melihatnya bersama seorang laki-laki. Yay!” 2 hari kemudian, Ravi mempersiapkan ‘perekaman’ berikutnya. Satu hari berikutnya Clementi memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan terjun dari jembatan George Washington.


Kematian Clementi menjadi berita internasional: mencetuskan kegelisahan para orang tua tentang dunia computer, sex, dan kebrutalan anak-anak remaja. ABC News dan kantor-kantor berita lainnya melaporkan bahwa rekaman tersebut telah beredar di internet. CNN mengklaim kalau kamar yang ditempati Clementi dijadikan semacam ‘tempat pingit’ baginya pada hari-hari menjelang kematiannya. Next Media Animation, salah satu perusahan film animasi asal Taiwan, menurunkan kisahnya dalam bentuk kartun, menggambarkan adegan Ravi dan Wei yang terkejut saat melihat Clementi sedang berhubungan sex di bawah selimut. Ellen DeGeneres menyatakan bahwa Clementi dianggap gay di internet dan ia memutuskan bunuh diri. Sesuatu harus dilakukan.

Komentar-komentar penuh kemarahan di dunia maya menuntut penjara seumur hidup bagi Ravi dan Wei, dan alamat serta nomor telefon  Ravi dipublikasikan di twitter. Ravi disebut sebagai penganiaya dan pembunuh. Garden State Equality, kelompok pejuang hak asasi kaum gay di New Jersey, mengumumkan pernyataan, diantaranya, ‘kita diludahi oleh orang-orang di masyarakat, seperti halnya pelajar-pelajar yang bertanggungjawab terhadap pembuatan video itu, yang mengira bahwa menyakiti orang lain adalah semacam olahraga baginya.’ Gubernur New Jersey, Chris Christie mengatakan ,”Aku tidak bisa bayangkan bagaimana dua anak muda itu tidur sementara ia tahu telah ikut andil dalam menggerakkan seorang anak muda memutuskan pilihan yang seperti itu.” Senator Frank Lautenberg dan wakilnya, Rush Holt, keduanya dari New Jersey, menetapkan kasus Clementi dalam Undang-Undang Anti Pelecehan di Perguruan Tinggi. Kasus  Clementi juga menjadi penghubung pada situs It Gets Better Project – berisi kumpulan video monolog online yang mengekspresikan kesedihan sebagai solidaritas kaum gay. Situs  tersebut dirilis satu hari menjelang kematian Clementi, dan dua minggu kemudian, sebagai respon atas kasus bunuh diri Clementi, Billy Lucas, pemuda 15 tahun asal Indiana yang selama bertahun-tahun disebut homo, melemparkan cacian yang antara lain,”Kau tidak pantas hidup!” Pada Bulan Oktober, rekaman video Barrack Obama muncul di situs It Gets Better, ditujukan bagi anak-anak muda yang diganggu dan diejek karena status gay-nya, dan yang akhirnya memutuskan bunuh diri.

Molly Wei, Dharun Ravi, Tyler Clementi
Kasus tersebut berkembang menjadi lebih luas, bahwa pelajar yang mengurung diri di Rutgers itu memutuskan bunuh diri setelah videonya bersama seorang laki-laki diambil secara diam-diam dan diedarkan di internet. Walau begitu, tidak ada pengakuan tentang adanya  posting, pengintipan dan pengurungan diri. Namun pada musim semi itu, tidak lama sebelum Molly Wei membuat suatu persetujuan dengan jaksa, Ravi terkena dakwaan tuduhan melanggar privasi (kejahatan seksual), kejahatan bias (kejahatan kebencian pada satu golongan), penyuapan terhadap saksi dan perusakkan barang bukti. Kejahatan bias itulah yang mendasari pada kejahatan kriminal.  Dugaan sementara, terkait dengan pengintipan tersebut, Ravi melakukan itu dengan tujuan untuk mengusik Clementi disebabkan karena ia gay, atau,  Clementi merasa diusik karena dirinya gay. Ravi tidak didakwa dalam hubungannya dengan kematian Clementi, walau begitu ia mesti menghadapi ancaman hukuman 10 tahun penjara.

Ravi duduk di ruang pengadilan dengan tangan menopang kepalanya. Terlihat otot-otot tangannya yang mengagumkan. Ravi telah empat kali menghadiri sidang sejak tersandung dakwaan itu. Sidang dengar pagi ini bertujuan untuk menetapkan tanggal diadakannya pengadilan dan mempertimbangkan usul sebelumnya yang diajukan Steven Altman, pengacara Ravi.

Hakim Glenn Berman mengumumkan penolakannya terhadap pengajuan pembela untuk mengecek beberapa dokumen milik Negara, termasuk dokumen tertulis – catatan bunuh diri (misalnya) yang mungkin ditemukan bersama barang-barang milik Clementi lainnya di Rutgers. Atas keberatan dari  Julia Mc Clure, pengacara di kantor jaksa penuntut di  Middlesex County, Berman menegaskan aturan lebih lanjut: pembela sebaiknya secara pribadi diberi tahu nama lengkap dari pasangan Clementi pada malam itu. Laki-laki yang dikenal public sebagai M.B., layak untuk dijadikan saksi pihak penuntut.

Ravi jelas kelihatan cemas ketika hakim menunjuknya.Bulan Mei sebelumnya, Berman mengingatkan Ravi kalau pembelaannya telah ditolak oleh Mc Clure. “kau dianggap tak bersalah,” katanya, tapi jika kau terbukti bersalah, hal-hal yang berpotensi pada jatuhnya hukuman akan diperlihatkan.” Untuk tuduhan kejahatan bias itu sendiri, hakim mengancam hukuman 5 – 10 tahun bagi Ravi. Seandainya Ravi menerima tawaran pembela, ia tidak akan mendapat hukuman lebih dari 5 tahun.Berman selanjutnya menanyakan pada Ravi apakah ia faham. Dan Ravi menjawab, ‘Ya.’ dengan suara tinggi yang tak disangka-sangka disusul dengan senyum spontan.

Ravi tidak menyetujui tawaran tersebut. Sidang hari itu selesai. Sidang selanjutnya diadakan tanggal 21 Februari mendatang. Sementara itu Clementi menunggu Ravi dan ayahnya keluar, lalu mereka berjalan di belakangnya dengan bergandengan tangan.


Bersambung...
“La cuarta guerra mundial”, Subcomandante Marcos (EZLN). Ceramah Marcos di hadapan Komite Sipil Pengawasan HAM Internasional di La Realidad, Chiapas, Meksiko, 20 November 1999. Transkripsi terbit pertama kali di La Jornada, Kamis, 23 Oktober 2001, dan dimuat ulang di RebeldĂ­a no. 4 Februari 2003. Diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Ronny Agustinus dan dimuat dalam Subcomandante Marcos, Kata adalah Senjata (Yogyakarta: Resist Book, 2005). (Sumber gambar: soylocoporti.com)
Dengan menempatkan kamera di seputar dirinya sendiri, Cindy Sherman membangun namanya sebagai salah satu fotografer paling disegani di akhir abad 20. Kendati sebagian besar foto yang dihasilkan adalah gambar dirinya, tapi foto-foto tersebut jelas bukan potret-diri, melainkan , Sherman menggunakan dirinya sebagai kendaraan untuk mengomentari beberapa isu tentang dunia modern: peran wanita, peran seorang seniman dsb. Melalui gambar-gambar ambigu dan ekletik tersebut, ia membangun suatu gaya yang berbeda. Melalui sejumlah karya, Sherman menciptakan pertanyaan-pertanyaan yang menantang dan penting tentang gambaran dan peran perempuan di masyarakat, media dan alam kesenian.

20 tahun lalu, kekuatan kiri Amerika Latin, dan dunia (pada umumnya), mengalami masa-masa kritis. Setelah tembok berlin runtuh, Uni Soviet meluncur menuju kehancuran dan berakhir sepenuhnya pada akhir 1991. Berkurangnya barisan belakang yang sangat dibutuhkan, revolusi Sandinista dikalahkan pada poling bulan Februari 1990, dan gerilyawan Amerika Tengah dipaksa menyerah. Satu-satunya negara yang mempertahankan panji-panji revolusi tetap berkibar adalah Kuba, meskipun berbagai isyarat mengatakan bahwa hari-harinya tinggal menunggu waktu. Berdasar pada situasi tersebut, sulit untuk membayangkan kalau 20 tahun kemudian pemimpin sayap kiri akan memerintah sebagian besar negara Amerika Latin.

Kekalahan kaum sosialis di Soviet telah menciptakan situasi yang sulit bagi kekuatan kiri Amerika Latin, khusunya kaum Marxist Leninis. Sepanjang tahun 1980, kelompok Marxis – Leninis telah belajar banyak dari kediktatoran di Amerika Selatan dan dari berbagai bentuk perlawanan yang mengarah pada pemerintahannya. Marxis Leninis juga belajar banyak dari perjuangan gerilya Amerika Tengah dan Kolombia, dan mulai berusaha menghapus rangkaian kesalahan dan penyimpangan yang mereka buat di tahun 1960 dan 1970-an, disebabkan oleh pengambilan gaya partai Bolshevik yang anti kritik.

Penyimpangan-penyimpangan tersebut antara lain:

a. Kepeloporan, vertikalisme, dan authoritarianisme (pengaturan arah suatu gerakan, tugas-tugas kepemimpinan dan platform perjuangan, semuanya dilaksanakan atas perintah partai, dengan demikian melemahkan sikap kritis masyarakat dan dapat mencegah ikut campurnya mereka dalam perencanaan yang menyangkut kepentingan-kepentingan besar).

b. Teori dan dogma, yang membawa suatu strategi tertentu (strategi besar direncanakan, contohnya, strategi untuk membebaskan dan me-sosialisme-kan bangsa, namun tanpa anlisa konkret pada sejarah); dan

c. Penyimpangan subjek dalam menganalisa kenyataan (reifikasi subjek sejarah) – strategi dan taktik yang tidak tepat digunakan, didasari pada ketidakmampuan membaca sejarah perubahan sosial (termasuk mengabaikan perjuangan etnis dan pergerakan budaya juga revolusi masyarakat Kristen). Kesalahan lain termasuk menganggap bahwa revolusi sebagai serangan oleh kaum militan minoritas atas suatu kekuasaan, yang mana kemudian menggunakan status sosial untuk menyelesaikan masalah di masyarakat, bukannya menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Hal ini bahkan mencapai titik di mana pertikaian diciptakan antara kekuatan revolusi melawan kekuatan demokrasi, di sini istilah ‘demokratis’ di samakan dengan sekutu sosial-demokrat, seolah kekuatan revolusi bukanlah kekuatan demokratis.

Pada dekade sebelum kekalahan sosialisme Soviet, kaum kiri telah mulai mengatasi masalah-masalah ini. Ada dua faktor yang mempengaruhi proses pendewasaan politik kiri. Pertama, pandangan pedagogis dari seorang pengajar asal Brasil, Paulo Freire, yang membawa perubahan penting pada pendidikan masyarakat di berbagai negara, yang mana bertentangan dengan konsep lama dari partai kiri sebagai suatu pelopor (partai-partai tersebut biasa menganggap bahwa merekalah pemilik kebenaran). Yang kedua adalah ide-ide kelompok feminis yang memberi tekanan pada penghormatan terhadap perbedaan dan menolak otoritarianisme.

Yang pertama kali menerapkan ide dan pandangan seperti ini adalah gerakan politik militer Amerika Tengah. Revolusi Sandinista mendemonstrasikan cara-cara baru dalam memandang segala sesuatunya ini dengan jalan menggerakkannya secara politik untuk kemerdekaan, menunjuk seorang pendeta sebagai perdana menteri dalam revolusi kepemerintahan. Pemimpin gerilya komunis Salvador, Jorge Schafik Handal, adalah yang pertama kali menegaskan bahwa subjek sosial revolusi Amerika Latin yang baru bukan hanya kaum pekerja – itulah kenapa disebut subjek baru revolusi, maka, proses revolusi tidak bisa di gerakkan oleh kaum komunis semata – semua subjek baru tersebut mesti dilibatkan. Kelompok gerilya Guatemala (pasukan gerilya kaum papa), adalah organisasi politik pertama yang melibatkan suku-suku pribumi dan memandang mereka sebagai penggerak utama dari kekuatan revolusi.

Dengan demikian, orang-orang mulai memahami bahwa organisasi politik yang baru harus diserahkan ke masyarakat dan dilibatkan dalam berbagai bidang di masyarakat, dengan syarat harus menghilangkan kecenderungan membeda-bedakan suku, budaya serta perbedaan lainnya, kemudian menarik mereka dalam kesatuan. Mereka juga mulai faham bahwa menghormati perbedan berarti menganti bahasa yang digunakan, mengambil isi dan me-variasikan bentuk untuk hal-hal yang berbeda, dan hari ini, di era informasi dan gambar, bahasa audiovisual memiliki peranan yang sangat luar biasa.

Mereka memutuskan untuk bergerak lebih jauh ke dalam kekuasaan (yaitu menekan pemimpin dari atas, mengambil alih posisi dan memberi perintah pada mereka) dan ke dalam mesin politik yang biasa memaksakan garis serta aksinya dengan kekuatan. Mereka juga mulai memahami bahwa ini adalah kunci kemenangan kekuasaan, yaitu, sektor-sektor yang lebih luas, bahkan yang paling luas dari masyarakat diterima sebagai kebijakan politik organisasi mereka sendiri.

Kematangan politik kiri juga dalam hubungannya dengan gerakan masyarakat ketika pemahaman tentang masyarakat tidak bisa disederhanakan sebagai sekadar mata rantai (penggerak) kebijakan partai, tetapi juga mesti ditingkatkan kemadniriannya sehingga mereka mampu mengembangkan agenda perjuangan sendiri. Politik kiri juga mulai faham bahwa peranannya adalah mencocokkan berbagai agenda bukannya mengembangkan satu agenda tertentu dari atas. Mesti diketahui di sini bahwa peranan berarti memberikan orientasi, fasilitas, dan bergerak bersama, tapi bukan untuk menggeser pergerakan, dan sikap sok kuasa yang menekan inisiatif masyarakat harus dihapuskan. Kelompok kiri juga telah memahami bahwa mereka harus belajar mendengar, mendiagnosa apa yang dipikirkan rakyat serta menyimak secara seksama solusi-solusi yang ditawarkan masyarakat. Kaum kiri juga menyadari bahwa untuk menolong rakyat menjadi, dan merasa, bahwa mereka adalah pendukung, partai harus pindah dari gaya kepemimpinan militeristik ke gaya guru masyarakat yang mampu melepaskan kekuatan dari kebijaksanaan yang tersimpan di masyarakat.

Untuk mencapai kesimpulan dalam mebebaskan para pekerja, yang benar-benar memperhatikan kelas pekerja, kaum kiri mesti faham bahwa instrumen politik baru harus menghormati keberagaman subjek dan menghancurkan segala macam diskriminasi sosial: wanita, kaum pribumi, orang-orang kulit hitam, generasi muda, anak-anak, pensiunan, orang-orang yang memiliki pandangan seksual berbeda, kaum cacat dsb. Politik kiri sadar bahwa intinya bukanlah merekrut seseorang ke dalam organisasi politik, tetapi menggenggam sanubari seorang wakil masyarakat yang berjuang untuk kesamarataan. Organisasi harus menjadi badan yang mengkoordinasi segala perbedaan ke dalam satu tujuan.

terakhir, politik kiri memahami bahwa demokrasi adalah salah satu panji yang paling dicintai rakyat, dan perjuangan untuk demokrasi tidak bisa dipisahkan dari perjuangan untuk sosialisme sebab hanya di bawah sosialisme demokrasi bisa berkembang sepenuhnya.

Jika kita terus mengingat sejarah ini, saya pikir kita bisa memahami dengan lebih baik apa yang terjadi di Amerika Latin beberapa tahun terakhir.


Amerika Latin

Amerika latin adalah kawasan yang pertama kali di dunia di mana kebijakan neoliberal dikenalkan. Chile, menjadi uji coba sebelum perdana menteri Margaret Thatcher menerapkannya di Inggris. Tapi, Amerika Latin jugalah yang pertama kali menolaknya sebagai kebijakan yang hanya memperlebar jurang perbedaan, merusak lingkungan dan melemahkan gerakan-gerakan kelas pekerja dan gerakan masyarakat pada umumnya.
Itu berada di sebuah anak benua di mana kekuatan kiri dan progresif untuk yang pertama kalinya berkumpul, setelah bangkrutnya sosialisme di Eropa Timur dan Uni Soviet. Setelah lebih dari dua dekade, harapan baru kemudian muncul.  Awalnya mengambil bentuk perlawanan terhadap kebijakan neoliberal, tapi setelah beberapa tahun, masyarakat mulai menyerang wilayah kekuasaan.

Kandidat dari partai kiri dan kiri-tengah bersatu  untuk memenangkan pemilu

Untuk pertama kali dalam sejarah Amerika Latin – dilatarbelakangi oleh krisis neoliberal – kandidat dari kelompok kiri dan kiri-tengah bergabung untuk kemenangan pemilu di sebagian besar wilayah dengan membawa panji-panji anti neoliberal.

Kita ingat di tahun 1998, ketika presiden Venezuela Hugo Chavez memenangkan pemilu, Venezuela adalah ‘pulau’ terpencil di samudera yang neoliberalisme. Kuba, tentu saja, adalah perkecualian. Kemudian di tahun 2002 Ricardo Lagos menjadi presiden Chili dan Luiz Inacio Lula da Silva (dikenal dengan sebutan Lula) terpilih di Brazil. Nestor Kirchner menjadi presiden di Argentina pada 2003, dan Tabare Vazquez terpilih di Uruguay pada 2005. Tahun 2006 Michael Bachelet di Chili, Evo Morales di Bolivia, Rafael Correa di Ekuador, dan Daniel Ortega di Nikaragua. Tahun 2008 Fernando Lugo menang di Paraguay, 2009 Maurico Funes terpilih di El Salvador, Raffael Correa menjadi presiden yang ke dua kalinya di Ecuador, Jose Mujica menang di Uruguay dan Evo Morales kembali terpilih dengan suara mayoritas di Bolivia.

Menurut Roberto Regalado, seorang pengamat dan diplomat asal Kuba, mengatakan bahwa para pemimpin itu sangat beragam: “Di beberapa negara semacam Bolivia, Ecuador dan Venezuela, melemahnya institusi  Neoliberal membawa kekuatan para pemimpin yang didukung oleh organisasi politik kiri dan menempatkan kandidat mereka sebagai presiden. Kemudian situasi serupa terjadi di Honduras dan Argentina, di mana, karena tidak adanya calon dari sektor tertentu masyarakat, kaum progresif dari partai lama maju untuk pemilihan."

Pergerakan Massa sebagai pendukung terbesar.

Di negara-negara di mana peran partai politik kiri sangat menentukan, partai-partai tersebut tidak menjadi pelopor dari pertarungan melawan neoliberal. Pergerakan ini terjadi dalam konteks krisis legitimasi kebijakan neoliberal dan krisis politik yang sedang dihadapinya. Mereka muncul dari perlawanan yang tumbuh di dalam komunitas atau organisasi-organisasi lokal.

Ini adalah pergerakan yang penuh aneka warna, di mana unsur-unsur dari kebebasan beragama, revolusi nasional, marxisme, budayawan dan anarkisme, berjalan berdampingan.


Dalam perlawanan ini, gerakan baru masyarakat, khususnya gerakan para petani dan kaum pribumi, berdiri berdampingan dengan kelompok-kelompok  lama. Contoh nyata adalah gerakan di Bolivia menentang privatisasi air (water war) dan mendapatkan kembali penguasaan atas sumber daya gas (gas war); piqueteros di argentina , yang melibatkan para pengusaha kecil, pekerja, pengangguran, para ahli, dan pensiunan ; petani yang dililit hutang; pelajar SMP di Chili, yang terkenal dengan istilah ‘para pinguin’ karena celana hitam dan baju putih mereka; gerakan pecinta lingkungan; serta gerakan-gerakan menentang globalisasi neoliberal. Kelas menengah juga muncul pada panggung politik  semacam para pekerja rumah sakit di El Salvador, caceroleros (pemrotes yang memukul panci) di Argentina, dsb. Gerakan lama para pekerja yang terpukul oleh pelaksanaan ekonomi neoliberal seperti penerapan labour flexibilization dan sistem kontrak,  tidak muncul di garis depan, kecuali pada kesempatan-kesempatan tertentu.

Awalnya pergerakan-pergerakan tersebut hanya menolak politik dan politisi, tapi dalam perkembangannya mereka bergeser dari sikap mengkritik neoliberal berkembang pada sikap mempertanyakan bentuk kekuasaan. Dalam beberapa kasus semacam MAS (Movimiento al Socialismo) di Bolivia, dan Pachakutik, serta partai pribumi sayap kiri di Ekuador bahkan membentuk sistem politik sendiri.

Kekuatan penyeimbang

Peta Amerika Latin benar-benar telah berubah. Kekuatan baru penyeimbang semakin menyulitkan Amerika Serikat untuk meraih tujuannya di wilayah itu. Amerika tidak lagi memiliki kebebasannya yang dulu untuk mengatur. Sekarang mereka harus melaksanakan persetujuan dengan pemerintah pemberontak yang telah memiliki agenda sendiri, yang mana sering berlawanan dengan agenda Gedung Putih. Mari kita lihat petunjuk yang mengarah ke hal tersebut.

Pertemuan tanpa Amerika Serikat

Para pemimpin  Amerika Latin dan Karibia bertemu tanpa mengundang Amerika Serikat.  Konferensi Tingkat Tinggi Amerika Selatan yang pertama di Brazil tahun 2000; 2 tahun kemudian, pertemuan serupa di Ekuador; dan pada 2004 di Peru. Tahun berikutnya, Brazil menjadi tuan rumah KTT Liga Negara-Negara Amerika Selatan; tahun 2006, pertemuan yang ke dua diselenggarakan di Bolivia untuk meletakkan dasar tujuan dari Liga Negara-Negara Amerika Selatan (Union of South American Nations -UNASUR). UNASUR mengambil nama dari pertemuan 'negara-negara penghasil energi di Amerika Selatan' di Venezuela tahun 2007. Tahun 2008, pakta persetujuan ditandatangani di Brazil.

Kedekatan hubungan ekonomi dengan China

Kebutuhan China akan bahan mentah yang terus meningkat, sedangkan Amerika Latin memilikinya, menjadikan hubungan kedua wilayah itu menjadi lebih erat. China menjadi salah satu mitra dagang utama negara-negara semacam Peru, Chile, dan Brazil. China juga mulai membentuk aliansi strategis dengan beberapa negara di wilayah Amerika Selatan, khususnya Venezuela.

Menurut Diego Sánchez Ancochea, professor ekonomi Saint Anthony’s College, Oxford,  tahun 2004 dan 2005 China menandatangani hampir seratus perjanjian dengan negara-negara Amerika Selatan, termasuk perjanjian perdagangan bebas dengan Chile pada November 2005. Ekspor Brazil ke China meningkat dari $382 juta di tahun 1990, menjadi $6,830 juta dolar pada 2005. Argentina dan Chile mengalami peningkatan yang sama, dari $241 juta dan $34 juta di tahun 1990 menjadi $3,100 juta dan $3,200 juta, masing masing di tahun 2004. China menjadi salah satu partner dagang terbesar, bukan hanya bagi negara-negara anggota MERCOSUR (Southern Common Market), tapi juga negara-negara Amerika Selatan lainnya. China adalah mitra dagang terbesar ke dua Peru, Ke tiga bagi Chile dan Brazil dan ke empat bagi Argentina dan Uruguay.
Peranan China semakin meningkat di tahun-tahun belakangan ini. Alicia Bárcena, sekretaris eksekutif Economic Commission for Latin America and the Caribbean (ECLAC), mengakui hal ini pada 27 Mei 2009. Mengatakan bahwa investasi di wilayahnya semakin meningkat secara signifikan, khususnya pada hal-hal semacam hidrokarbon, pertambangan dan industri kendaraan. Walaupun jumlahnya masih kecil dibandingkan dengan Amerika Serikat. 

Pada bulan Mei 2009, China dan Brazil menandatangani persetujuan yang ke 30 untuk kerjasama di bidang energi. Dengan begitu China menjadi partner terbesar Brazil. Beberapa hari sebelumnya, Lula mengusulkan agar kedua negara menggunakan mata uang masing-masing, alih-alih memakai dolar Amerika (Pada 2 konferensi  berikutnya, BRIC (Brazil, Russia, india, China) merencanakan untuk meningkatkan perdagangan tanpa menggunakan Dolar Amerika).

Di beberapa bulan terakhir di tahun 2009, hubungan perdagangan dan ekonomi China dan Venezuela semakin solid. Persetujuan tentang pertanian, energi dan bidang-bidang industri ditandatangani. Persetujuan juga mencapai peningkatan pada sektor modal, menjadi dua kali lipat hingga $12 miliar. Ini adalah kredit terbesar yang diberikan China ke negara lain sejak 1949.

Sánchez Ancochea mengatakan ini adalah sumber penghasilan dan keuntungan baru bagi Brazil, Argentina, Venezuela, dan negara-negara Amerika Selatan lainnya. Meskipun demikian, itu berarti mereka juga tengah menciptakan resiko dan ancaman baru, termasuk defisit perdagangan yang terlalu tinggi dengan China, kekuatan baru dari ‘kekuatan lama Amerika Latin, khususnya negara-negara Andean (Peru Argentina, Bolivia, Chili, Kolombia, Ekuador dan Venezuela) dan negara-negara paling selatan di Amerika Selatan, dalam perannya di ekonomi dunia.’ Dan pukulan telak pada sector semacam tekstil. Persetujuan-persetujuan itu menyangkut kelangsungan hidup sejumlah besar pengusaha kelas menengah dalam menghadapi resiko terpinggirkan oleh produktifitas tinggi dan upah rendah di China.

Menolak FTAA, menciptakan ALBA

Pemerintah Amerika Serikat tidak mampu melaksanakan rencananya membentuk kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area of the Americas - FTAA) di seluruh penjuru benua Amerika. Ketika alternative bagi FTAA, Bolivarian Alternative for the Americas – atau yang dikenal dengan ALBA, didirikan pada 14 Desember 2004, oleh Kuba dan Venezuela, sejak itu, beberapa Negara Latin menggabungkan diri: Bolivia pada 2006, Nicaragua pada 2007, Honduras dan Dominica tahun 2008, dan  Antigua serta Barbuda, Saint Vincent juga the Grenadines, dan Ecuador masuk tahun 2009. 

Menghadapi situasi ini, Gedung Putih memilih untuk menandatangani persetujuan dengan beberaoa Negara Amerika Latin seperti Chile, Uruguay, Peru, Kolombia dan kelompok Negara-negara Amerika Tengah.
Pada 1 November 2008, Presiden Ekuador Rafael Correa menyatakan bahwa negaranya tidak akan meperbarui kontrak pangkalan militer di Manta. Perjanjian, yang ditandatangani tahun 1999, akan berakhir pada 2009. Ini adalah pukulan telak bagi Pentagon sebab pangkalan tersebut menjadi pusat operasi militer di Amerika Latin.

Ada beberapa alasan kenapa Negara-negara Amerika Latin memilih keputusan itu, tapi tidak ada keraguan hal itu dipicu oleh pelanggaran terhadap kedaulatan Ekuador: Pada tanggal 1 Maret 2008, pasukan Amerika Serikat melewati perbatasan Ekuador dan melakukan serangan di provinsi SucumbĂ­os yang menjadi kamp Tentara  Revolusi Rakyat Kolombia (Revolutionary Armed Forces of Colombia-People’s Army – FARC). 25 tentara tewas, termasuk komandan FARC, RaĂşl Reyes, dan beberapa rakyat sipil Meksiko dan Ekuador. Sesaat sebelum pengumuman tentang kontrak pangkalan militer Amerika Serikat  yang tidak diperbarui, Quito mengeluarkan laporan resmi tentang penyusupan CIA ke dalam tentara Ekuador. Laporan itu menunjukan rencana Kolombia menyerang Ekuador atas dukungan Angkatan Udara Amerika Serikat dari pangkalan militer di Manta.

Contoh lain dari sikap merdeka dan berdaulat pemerintah Ekuador yang menjadi penyebab penutupan pangkalan militer adalah pengusiran atase Imigrasi dan Penegakan Hukum, Armando Astorga, dari kedutaan Amerika Serikat pada  7 Februari 2009, dan, 10 hari kemudian, Max Sullivan, sekretaris utama kedutaan Amerika serikat. Hasilnya,  Pentagon mengirimkan kapal-kapal perang, senjata dan perangkat pengintai teknologi tinggi ke pangkalan militer di Kolombia.

Kuba bergabung dengan Grup Rio

Masuknya Kuba secara resmi ke Grup Rio diumumkan pada 16 Desember 2008, ketika berlangsung konferensi Negara-negara Amerika Latin dan Karibia di Salvador Bahia, Brazil, yang dihadiri oleh 33 kepala Negara. Kehadiran Kuba di wilayah itu dengan demikian semakin memperkuat posisi mereka.

OAS sepakat untuk mencabut sanksi atas Kuba

3 Juni 2009, menteri luar negeri Amerika, pendiri OAS (Organization of American States), melakukan pertemuan di Honduras, setuju untuk  mencabut keputusan yang ditandatangani tahun 1992 tentang isolasi Kuba. Sementara Menteri luar negeri Ekuador, Fander FalconĂ­, mengatakan keputusan telah disepakati oleh segenap perwakilan, dan menambahkan bahwa persetujuan tersebut mencerminkan perubahan yang sedang dialami Amerika Latin.

Brazil membeli peralatan militer dari Prancis

Di bulan September 2009, Lula menandatangani persetujuan dengan Nicolas Sarkozy yang akan mengijinkan Brazil memperoleh perlengkapan militer strategisnya: lima kapal selam dan 50 helikopter pengangkut, dengan total nilai $12 milyar, untuk menambah 36 pesawat yang dibeli sebelumnya. 

Persetujuan ini menyiratkan kebangkitan Brazil sebagai kekuatan dunia akibat dari menurunnya hegemoni Amerika Serikat. Menurut Aram Aharonian (pendiri jaringan televisi Amerika Latin, TeleSur), sebuah kompleks industry militer sedang tumbuh di tempat yang dulunya adalah halaman belakang kekaisaran. Tujuannya untuk mendirikan tembok yang mengelilingi wilayah Amazon dan cadangan minyak serta gas yang ditemukan tak jauh dari pantai Brazil (senilai 50 juta barel minyak ditemukan di perairan Brazil pada tahun 2008). Pernyataan itu telah dibenarkan  oleh parelemen Brazil dan didukung oposisi.

Aharonian mengamati bahwa pernyataan tersebut bukan ukuran dari apa yang pemerintah ambil melainkan tujuan yang diambil oleh Negara. Bidang militer, yang paling dipertaruhkan dalam persetujuan ini, khawatir oleh lemahnya teknologi jika kekuatan Barat – yang mana sedang mencoba ‘memaksakan kedaulatan bersama’ di wilayah Amazon sejak tahun 1990 – benar-benar melakukan intervensi. Ada juga informasi bahwa Brazil mampu mengembangkan senjata nuklir.

Presiden Paraguay menolak kedatangan Pimpinan militer Amerika Serikat untuk wilayah selatan

Sikap lain dari kedaulatan pemerintah, dalam konteks meningkatnya penolakan terhadap militer Amerika Serikat di anak benua tersebut adalah keputusan Presiden Paraguay Fernando Lugo untuk tidak mengijinkan pasukan Amerika memasuki wilayahnya, pada 17 September 2009, meskipun mereka disertai oleh para professional yang melibatkan diri dalam aksi kemanusiaan. Itu berarti akan ada sekitar 500 tentara Amerika, berdasarkan jumlah orang-orang sipil dan tentara yang beroperasi,  jika program tersebut dilaksanakan.  

pertemuan negara-negara Afrika dan Amerika Selatan
Sumber foto: La Revolucion Vive
Konferensi Afrika-Amerika Selatan

Bukan hanya Negara-negara Amerika Latin saja yang melakukan kerja sama tanpa melibatkan Amerika Serikat, tapi juga, pada saat yang sama, kerja sama antara Amerika Selatan dan Afrika yang semakin meningkat. Pertemuan Negara-negara Afrika dan Amerika Selatan diselenggarakan di Pulau margarita pada bulan September 2009, dihadiri 27 presiden dan kepala Negara. Di situ menyebutkan tentang kembalinya demokrasi dan pemerintahan konstitusional  di Honduras, dan usulan untuk membuat gambaran rencana strategis 2010-2012 sebagai kerangka kerja sama antara dua wilayah tersebut.

Banco del Sur

Pada 28 September 2009, usul yang aslinya dibuat oleh Presiden Chavez pertengahan tahun 2006, untuk mendirikan Bank di wilayah selatan (Banco del Sur) membuahkan hasil. Momen bersejarah ini terjadi ketika berlangsung pertemuan Negara-negara Afrika dan Amerika Selatan (ASA – Afrika-South America) yang diselenggarakan di Pulau Margarita, Venezuela, akhir September 2009. Beberapa pemimpin Amerika Selatan yang menghadiri pertemuan tersebut, seperti Hugo Chavez dari Venezuela, Luiz Inácio Lula da Silva dari Brazil, Rafael Correa dari Ecuador, Fernando Lugo dari Paraguay, Evo Morales dari Bolivia, Cristina Kirchner dari Argentina, dan TabarĂ© Váquez dari Uruguay, menandatangani anggaran dasarnya, yang mana kemudian diluncurkan dengan modal awal $7 milyar.

Rencana awalnya adalah untuk menciptakan kesatuan finansial yang beragam di wilayah Amerika Selatan, sebagai alternative dari IMF dan institusi pemberi kredit lainnya yang dikuasai oleh Negara-negara industri. Ide ini kemudian berkembang setelah beberapa kali pertemuan. Ekonom asal Peru, Oscar Ugarteche, tertarik dengan ide dari pembentukan Bank Tersebut, dan berfikir bahwa sejauh dapat memperoleh cadangan devisa dari bank sentral dan menggunakannya secara cermat untuk meningkatkan pembangunan di wilayah-wilayah miskin, juga untuk proyek-proyek sosial dan lingkungan, Bank tersebut bisa menjadi langkah awal menuju kesatuan baru Amerika Selatan.

Bersambung di bag. 2