20 tahun lalu, kekuatan kiri Amerika Latin, dan dunia (pada umumnya), mengalami masa-masa kritis. Setelah tembok berlin runtuh, Uni Soviet meluncur menuju kehancuran dan berakhir sepenuhnya pada akhir 1991. Berkurangnya barisan belakang yang sangat dibutuhkan, revolusi Sandinista dikalahkan pada poling bulan Februari 1990, dan gerilyawan Amerika Tengah dipaksa menyerah. Satu-satunya negara yang mempertahankan panji-panji revolusi tetap berkibar adalah Kuba, meskipun berbagai isyarat mengatakan bahwa hari-harinya tinggal menunggu waktu. Berdasar pada situasi tersebut, sulit untuk membayangkan kalau 20 tahun kemudian pemimpin sayap kiri akan memerintah sebagian besar negara Amerika Latin.
Kekalahan kaum sosialis di Soviet telah menciptakan situasi yang sulit bagi kekuatan kiri Amerika Latin, khusunya kaum Marxist Leninis. Sepanjang tahun 1980, kelompok Marxis – Leninis telah belajar banyak dari kediktatoran di Amerika Selatan dan dari berbagai bentuk perlawanan yang mengarah pada pemerintahannya. Marxis Leninis juga belajar banyak dari perjuangan gerilya Amerika Tengah dan Kolombia, dan mulai berusaha menghapus rangkaian kesalahan dan penyimpangan yang mereka buat di tahun 1960 dan 1970-an, disebabkan oleh pengambilan gaya partai Bolshevik yang anti kritik.
Penyimpangan-penyimpangan tersebut antara lain:
a. Kepeloporan, vertikalisme, dan authoritarianisme (pengaturan arah suatu gerakan, tugas-tugas kepemimpinan dan platform perjuangan, semuanya dilaksanakan atas perintah partai, dengan demikian melemahkan sikap kritis masyarakat dan dapat mencegah ikut campurnya mereka dalam perencanaan yang menyangkut kepentingan-kepentingan besar).
b. Teori dan dogma, yang membawa suatu strategi tertentu (strategi besar direncanakan, contohnya, strategi untuk membebaskan dan me-sosialisme-kan bangsa, namun tanpa anlisa konkret pada sejarah); dan
c. Penyimpangan subjek dalam menganalisa kenyataan (reifikasi subjek sejarah) – strategi dan taktik yang tidak tepat digunakan, didasari pada ketidakmampuan membaca sejarah perubahan sosial (termasuk mengabaikan perjuangan etnis dan pergerakan budaya juga revolusi masyarakat Kristen). Kesalahan lain termasuk menganggap bahwa revolusi sebagai serangan oleh kaum militan minoritas atas suatu kekuasaan, yang mana kemudian menggunakan status sosial untuk menyelesaikan masalah di masyarakat, bukannya menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Hal ini bahkan mencapai titik di mana pertikaian diciptakan antara kekuatan revolusi melawan kekuatan demokrasi, di sini istilah ‘demokratis’ di samakan dengan sekutu sosial-demokrat, seolah kekuatan revolusi bukanlah kekuatan demokratis.
Pada dekade sebelum kekalahan sosialisme Soviet, kaum kiri telah mulai mengatasi masalah-masalah ini. Ada dua faktor yang mempengaruhi proses pendewasaan politik kiri. Pertama, pandangan pedagogis dari seorang pengajar asal Brasil, Paulo Freire, yang membawa perubahan penting pada pendidikan masyarakat di berbagai negara, yang mana bertentangan dengan konsep lama dari partai kiri sebagai suatu pelopor (partai-partai tersebut biasa menganggap bahwa merekalah pemilik kebenaran). Yang kedua adalah ide-ide kelompok feminis yang memberi tekanan pada penghormatan terhadap perbedaan dan menolak otoritarianisme.
Yang pertama kali menerapkan ide dan pandangan seperti ini adalah gerakan politik militer Amerika Tengah. Revolusi Sandinista mendemonstrasikan cara-cara baru dalam memandang segala sesuatunya ini dengan jalan menggerakkannya secara politik untuk kemerdekaan, menunjuk seorang pendeta sebagai perdana menteri dalam revolusi kepemerintahan. Pemimpin gerilya komunis Salvador, Jorge Schafik Handal, adalah yang pertama kali menegaskan bahwa subjek sosial revolusi Amerika Latin yang baru bukan hanya kaum pekerja – itulah kenapa disebut subjek baru revolusi, maka, proses revolusi tidak bisa di gerakkan oleh kaum komunis semata – semua subjek baru tersebut mesti dilibatkan. Kelompok gerilya Guatemala (pasukan gerilya kaum papa), adalah organisasi politik pertama yang melibatkan suku-suku pribumi dan memandang mereka sebagai penggerak utama dari kekuatan revolusi.
Dengan demikian, orang-orang mulai memahami bahwa organisasi politik yang baru harus diserahkan ke masyarakat dan dilibatkan dalam berbagai bidang di masyarakat, dengan syarat harus menghilangkan kecenderungan membeda-bedakan suku, budaya serta perbedaan lainnya, kemudian menarik mereka dalam kesatuan. Mereka juga mulai faham bahwa menghormati perbedan berarti menganti bahasa yang digunakan, mengambil isi dan me-variasikan bentuk untuk hal-hal yang berbeda, dan hari ini, di era informasi dan gambar, bahasa audiovisual memiliki peranan yang sangat luar biasa.
Mereka memutuskan untuk bergerak lebih jauh ke dalam kekuasaan (yaitu menekan pemimpin dari atas, mengambil alih posisi dan memberi perintah pada mereka) dan ke dalam mesin politik yang biasa memaksakan garis serta aksinya dengan kekuatan. Mereka juga mulai memahami bahwa ini adalah kunci kemenangan kekuasaan, yaitu, sektor-sektor yang lebih luas, bahkan yang paling luas dari masyarakat diterima sebagai kebijakan politik organisasi mereka sendiri.
Kematangan politik kiri juga dalam hubungannya dengan gerakan masyarakat ketika pemahaman tentang masyarakat tidak bisa disederhanakan sebagai sekadar mata rantai (penggerak) kebijakan partai, tetapi juga mesti ditingkatkan kemadniriannya sehingga mereka mampu mengembangkan agenda perjuangan sendiri. Politik kiri juga mulai faham bahwa peranannya adalah mencocokkan berbagai agenda bukannya mengembangkan satu agenda tertentu dari atas. Mesti diketahui di sini bahwa peranan berarti memberikan orientasi, fasilitas, dan bergerak bersama, tapi bukan untuk menggeser pergerakan, dan sikap sok kuasa yang menekan inisiatif masyarakat harus dihapuskan. Kelompok kiri juga telah memahami bahwa mereka harus belajar mendengar, mendiagnosa apa yang dipikirkan rakyat serta menyimak secara seksama solusi-solusi yang ditawarkan masyarakat. Kaum kiri juga menyadari bahwa untuk menolong rakyat menjadi, dan merasa, bahwa mereka adalah pendukung, partai harus pindah dari gaya kepemimpinan militeristik ke gaya guru masyarakat yang mampu melepaskan kekuatan dari kebijaksanaan yang tersimpan di masyarakat.
Untuk mencapai kesimpulan dalam mebebaskan para pekerja, yang benar-benar memperhatikan kelas pekerja, kaum kiri mesti faham bahwa instrumen politik baru harus menghormati keberagaman subjek dan menghancurkan segala macam diskriminasi sosial: wanita, kaum pribumi, orang-orang kulit hitam, generasi muda, anak-anak, pensiunan, orang-orang yang memiliki pandangan seksual berbeda, kaum cacat dsb. Politik kiri sadar bahwa intinya bukanlah merekrut seseorang ke dalam organisasi politik, tetapi menggenggam sanubari seorang wakil masyarakat yang berjuang untuk kesamarataan. Organisasi harus menjadi badan yang mengkoordinasi segala perbedaan ke dalam satu tujuan.
terakhir, politik kiri memahami bahwa demokrasi adalah salah satu panji yang paling dicintai rakyat, dan perjuangan untuk demokrasi tidak bisa dipisahkan dari perjuangan untuk sosialisme sebab hanya di bawah sosialisme demokrasi bisa berkembang sepenuhnya.
Jika kita terus mengingat sejarah ini, saya pikir kita bisa memahami dengan lebih baik apa yang terjadi di Amerika Latin beberapa tahun terakhir.
Amerika Latin
Amerika latin adalah kawasan yang pertama kali di dunia di mana kebijakan neoliberal dikenalkan. Chile, menjadi uji coba sebelum perdana menteri Margaret Thatcher menerapkannya di Inggris. Tapi, Amerika Latin jugalah yang pertama kali menolaknya sebagai kebijakan yang hanya memperlebar jurang perbedaan, merusak lingkungan dan melemahkan gerakan-gerakan kelas pekerja dan gerakan masyarakat pada umumnya.
Itu berada di sebuah anak benua di mana kekuatan kiri dan progresif untuk yang pertama kalinya berkumpul, setelah bangkrutnya sosialisme di Eropa Timur dan Uni Soviet. Setelah lebih dari dua dekade, harapan baru kemudian muncul. Awalnya mengambil bentuk perlawanan terhadap kebijakan neoliberal, tapi setelah beberapa tahun, masyarakat mulai menyerang wilayah kekuasaan.
Kandidat dari partai kiri dan kiri-tengah bersatu untuk memenangkan pemilu
Untuk pertama kali dalam sejarah Amerika Latin – dilatarbelakangi oleh krisis neoliberal – kandidat dari kelompok kiri dan kiri-tengah bergabung untuk kemenangan pemilu di sebagian besar wilayah dengan membawa panji-panji anti neoliberal.
Kita ingat di tahun 1998, ketika presiden Venezuela Hugo Chavez memenangkan pemilu, Venezuela adalah ‘pulau’ terpencil di samudera yang neoliberalisme. Kuba, tentu saja, adalah perkecualian. Kemudian di tahun 2002 Ricardo Lagos menjadi presiden Chili dan Luiz Inacio Lula da Silva (dikenal dengan sebutan Lula) terpilih di Brazil. Nestor Kirchner menjadi presiden di Argentina pada 2003, dan Tabare Vazquez terpilih di Uruguay pada 2005. Tahun 2006 Michael Bachelet di Chili, Evo Morales di Bolivia, Rafael Correa di Ekuador, dan Daniel Ortega di Nikaragua. Tahun 2008 Fernando Lugo menang di Paraguay, 2009 Maurico Funes terpilih di El Salvador, Raffael Correa menjadi presiden yang ke dua kalinya di Ecuador, Jose Mujica menang di Uruguay dan Evo Morales kembali terpilih dengan suara mayoritas di Bolivia.
Menurut Roberto Regalado, seorang pengamat dan diplomat asal Kuba, mengatakan bahwa para pemimpin itu sangat beragam: “Di beberapa negara semacam Bolivia, Ecuador dan Venezuela, melemahnya institusi Neoliberal membawa kekuatan para pemimpin yang didukung oleh organisasi politik kiri dan menempatkan kandidat mereka sebagai presiden. Kemudian situasi serupa terjadi di Honduras dan Argentina, di mana, karena tidak adanya calon dari sektor tertentu masyarakat, kaum progresif dari partai lama maju untuk pemilihan."
Pergerakan Massa sebagai pendukung terbesar.
Di negara-negara di mana peran partai politik kiri sangat menentukan, partai-partai tersebut tidak menjadi pelopor dari pertarungan melawan neoliberal. Pergerakan ini terjadi dalam konteks krisis legitimasi kebijakan neoliberal dan krisis politik yang sedang dihadapinya. Mereka muncul dari perlawanan yang tumbuh di dalam komunitas atau organisasi-organisasi lokal.
Ini adalah pergerakan yang penuh aneka warna, di mana unsur-unsur dari kebebasan beragama, revolusi nasional, marxisme, budayawan dan anarkisme, berjalan berdampingan.
Dalam perlawanan ini, gerakan baru masyarakat, khususnya gerakan para petani dan kaum pribumi, berdiri berdampingan dengan kelompok-kelompok lama. Contoh nyata adalah gerakan di Bolivia menentang privatisasi air (water war) dan mendapatkan kembali penguasaan atas sumber daya gas (gas war); piqueteros di argentina , yang melibatkan para pengusaha kecil, pekerja, pengangguran, para ahli, dan pensiunan ; petani yang dililit hutang; pelajar SMP di Chili, yang terkenal dengan istilah ‘para pinguin’ karena celana hitam dan baju putih mereka; gerakan pecinta lingkungan; serta gerakan-gerakan menentang globalisasi neoliberal. Kelas menengah juga muncul pada panggung politik semacam para pekerja rumah sakit di El Salvador, caceroleros (pemrotes yang memukul panci) di Argentina, dsb. Gerakan lama para pekerja yang terpukul oleh pelaksanaan ekonomi neoliberal seperti penerapan labour flexibilization dan sistem kontrak, tidak muncul di garis depan, kecuali pada kesempatan-kesempatan tertentu.
Awalnya pergerakan-pergerakan tersebut hanya menolak politik dan politisi, tapi dalam perkembangannya mereka bergeser dari sikap mengkritik neoliberal berkembang pada sikap mempertanyakan bentuk kekuasaan. Dalam beberapa kasus semacam MAS (Movimiento al Socialismo) di Bolivia, dan Pachakutik, serta partai pribumi sayap kiri di Ekuador bahkan membentuk sistem politik sendiri.
Kekuatan penyeimbang
Peta Amerika Latin benar-benar telah berubah. Kekuatan baru penyeimbang semakin menyulitkan Amerika Serikat untuk meraih tujuannya di wilayah itu. Amerika tidak lagi memiliki kebebasannya yang dulu untuk mengatur. Sekarang mereka harus melaksanakan persetujuan dengan pemerintah pemberontak yang telah memiliki agenda sendiri, yang mana sering berlawanan dengan agenda Gedung Putih. Mari kita lihat petunjuk yang mengarah ke hal tersebut.
Pertemuan tanpa Amerika Serikat
Para pemimpin Amerika Latin dan Karibia bertemu tanpa mengundang Amerika Serikat. Konferensi Tingkat Tinggi Amerika Selatan yang pertama di Brazil tahun 2000; 2 tahun kemudian, pertemuan serupa di Ekuador; dan pada 2004 di Peru. Tahun berikutnya, Brazil menjadi tuan rumah KTT Liga Negara-Negara Amerika Selatan; tahun 2006, pertemuan yang ke dua diselenggarakan di Bolivia untuk meletakkan dasar tujuan dari Liga Negara-Negara Amerika Selatan (Union of South American Nations -UNASUR). UNASUR mengambil nama dari pertemuan 'negara-negara penghasil energi di Amerika Selatan' di Venezuela tahun 2007. Tahun 2008, pakta persetujuan ditandatangani di Brazil.
Kedekatan hubungan ekonomi dengan China
Kebutuhan China akan bahan mentah yang terus meningkat, sedangkan Amerika Latin memilikinya, menjadikan hubungan kedua wilayah itu menjadi lebih erat. China menjadi salah satu mitra dagang utama negara-negara semacam Peru, Chile, dan Brazil. China juga mulai membentuk aliansi strategis dengan beberapa negara di wilayah Amerika Selatan, khususnya Venezuela.
Menurut Diego Sánchez Ancochea, professor ekonomi Saint Anthony’s College, Oxford, tahun 2004 dan 2005 China menandatangani hampir seratus perjanjian dengan negara-negara Amerika Selatan, termasuk perjanjian perdagangan bebas dengan Chile pada November 2005. Ekspor Brazil ke China meningkat dari $382 juta di tahun 1990, menjadi $6,830 juta dolar pada 2005. Argentina dan Chile mengalami peningkatan yang sama, dari $241 juta dan $34 juta di tahun 1990 menjadi $3,100 juta dan $3,200 juta, masing masing di tahun 2004. China menjadi salah satu partner dagang terbesar, bukan hanya bagi negara-negara anggota MERCOSUR (Southern Common Market), tapi juga negara-negara Amerika Selatan lainnya. China adalah mitra dagang terbesar ke dua Peru, Ke tiga bagi Chile dan Brazil dan ke empat bagi Argentina dan Uruguay.
Peranan China semakin meningkat di tahun-tahun belakangan ini. Alicia Bárcena, sekretaris eksekutif Economic Commission for Latin America and the Caribbean (ECLAC), mengakui hal ini pada 27 Mei 2009. Mengatakan bahwa investasi di wilayahnya semakin meningkat secara signifikan, khususnya pada hal-hal semacam hidrokarbon, pertambangan dan industri kendaraan. Walaupun jumlahnya masih kecil dibandingkan dengan Amerika Serikat.
Pada bulan Mei 2009, China dan Brazil menandatangani persetujuan yang ke 30 untuk kerjasama di bidang energi. Dengan begitu China menjadi partner terbesar Brazil. Beberapa hari sebelumnya, Lula mengusulkan agar kedua negara menggunakan mata uang masing-masing, alih-alih memakai dolar Amerika (Pada 2 konferensi berikutnya, BRIC (Brazil, Russia, india, China) merencanakan untuk meningkatkan perdagangan tanpa menggunakan Dolar Amerika).
Di beberapa bulan terakhir di tahun 2009, hubungan perdagangan dan ekonomi China dan Venezuela semakin solid. Persetujuan tentang pertanian, energi dan bidang-bidang industri ditandatangani. Persetujuan juga mencapai peningkatan pada sektor modal, menjadi dua kali lipat hingga $12 miliar. Ini adalah kredit terbesar yang diberikan China ke negara lain sejak 1949.
Sánchez Ancochea mengatakan ini adalah sumber penghasilan dan keuntungan baru bagi Brazil, Argentina, Venezuela, dan negara-negara Amerika Selatan lainnya. Meskipun demikian, itu berarti mereka juga tengah menciptakan resiko dan ancaman baru, termasuk defisit perdagangan yang terlalu tinggi dengan China, kekuatan baru dari ‘kekuatan lama Amerika Latin, khususnya negara-negara Andean (Peru Argentina, Bolivia, Chili, Kolombia, Ekuador dan Venezuela) dan negara-negara paling selatan di Amerika Selatan, dalam perannya di ekonomi dunia.’ Dan pukulan telak pada sector semacam tekstil. Persetujuan-persetujuan itu menyangkut kelangsungan hidup sejumlah besar pengusaha kelas menengah dalam menghadapi resiko terpinggirkan oleh produktifitas tinggi dan upah rendah di China.
Menolak FTAA, menciptakan ALBA
Pemerintah Amerika Serikat tidak mampu melaksanakan rencananya membentuk kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area of the Americas - FTAA) di seluruh penjuru benua Amerika. Ketika alternative bagi FTAA, Bolivarian Alternative for the Americas – atau yang dikenal dengan ALBA, didirikan pada 14 Desember 2004, oleh Kuba dan Venezuela, sejak itu, beberapa Negara Latin menggabungkan diri: Bolivia pada 2006, Nicaragua pada 2007, Honduras dan Dominica tahun 2008, dan Antigua serta Barbuda, Saint Vincent juga the Grenadines, dan Ecuador masuk tahun 2009.
Menghadapi situasi ini, Gedung Putih memilih untuk menandatangani persetujuan dengan beberaoa Negara Amerika Latin seperti Chile, Uruguay, Peru, Kolombia dan kelompok Negara-negara Amerika Tengah.
Pada 1 November 2008, Presiden Ekuador Rafael Correa menyatakan bahwa negaranya tidak akan meperbarui kontrak pangkalan militer di Manta. Perjanjian, yang ditandatangani tahun 1999, akan berakhir pada 2009. Ini adalah pukulan telak bagi Pentagon sebab pangkalan tersebut menjadi pusat operasi militer di Amerika Latin.
Ada beberapa alasan kenapa Negara-negara Amerika Latin memilih keputusan itu, tapi tidak ada keraguan hal itu dipicu oleh pelanggaran terhadap kedaulatan Ekuador: Pada tanggal 1 Maret 2008, pasukan Amerika Serikat melewati perbatasan Ekuador dan melakukan serangan di provinsi SucumbĂos yang menjadi kamp Tentara Revolusi Rakyat Kolombia (Revolutionary Armed Forces of Colombia-People’s Army – FARC). 25 tentara tewas, termasuk komandan FARC, RaĂşl Reyes, dan beberapa rakyat sipil Meksiko dan Ekuador. Sesaat sebelum pengumuman tentang kontrak pangkalan militer Amerika Serikat yang tidak diperbarui, Quito mengeluarkan laporan resmi tentang penyusupan CIA ke dalam tentara Ekuador. Laporan itu menunjukan rencana Kolombia menyerang Ekuador atas dukungan Angkatan Udara Amerika Serikat dari pangkalan militer di Manta.
Contoh lain dari sikap merdeka dan berdaulat pemerintah Ekuador yang menjadi penyebab penutupan pangkalan militer adalah pengusiran atase Imigrasi dan Penegakan Hukum, Armando Astorga, dari kedutaan Amerika Serikat pada 7 Februari 2009, dan, 10 hari kemudian, Max Sullivan, sekretaris utama kedutaan Amerika serikat. Hasilnya, Pentagon mengirimkan kapal-kapal perang, senjata dan perangkat pengintai teknologi tinggi ke pangkalan militer di Kolombia.
Kuba bergabung dengan Grup Rio
Masuknya Kuba secara resmi ke Grup Rio diumumkan pada 16 Desember 2008, ketika berlangsung konferensi Negara-negara Amerika Latin dan Karibia di Salvador Bahia, Brazil, yang dihadiri oleh 33 kepala Negara. Kehadiran Kuba di wilayah itu dengan demikian semakin memperkuat posisi mereka.
OAS sepakat untuk mencabut sanksi atas Kuba
3 Juni 2009, menteri luar negeri Amerika, pendiri OAS (Organization of American States), melakukan pertemuan di Honduras, setuju untuk mencabut keputusan yang ditandatangani tahun 1992 tentang isolasi Kuba. Sementara Menteri luar negeri Ekuador, Fander FalconĂ, mengatakan keputusan telah disepakati oleh segenap perwakilan, dan menambahkan bahwa persetujuan tersebut mencerminkan perubahan yang sedang dialami Amerika Latin.
Brazil membeli peralatan militer dari Prancis
Di bulan September 2009, Lula menandatangani persetujuan dengan Nicolas Sarkozy yang akan mengijinkan Brazil memperoleh perlengkapan militer strategisnya: lima kapal selam dan 50 helikopter pengangkut, dengan total nilai $12 milyar, untuk menambah 36 pesawat yang dibeli sebelumnya.
Persetujuan ini menyiratkan kebangkitan Brazil sebagai kekuatan dunia akibat dari menurunnya hegemoni Amerika Serikat. Menurut Aram Aharonian (pendiri jaringan televisi Amerika Latin, TeleSur), sebuah kompleks industry militer sedang tumbuh di tempat yang dulunya adalah halaman belakang kekaisaran. Tujuannya untuk mendirikan tembok yang mengelilingi wilayah Amazon dan cadangan minyak serta gas yang ditemukan tak jauh dari pantai Brazil (senilai 50 juta barel minyak ditemukan di perairan Brazil pada tahun 2008). Pernyataan itu telah dibenarkan oleh parelemen Brazil dan didukung oposisi.
Aharonian mengamati bahwa pernyataan tersebut bukan ukuran dari apa yang pemerintah ambil melainkan tujuan yang diambil oleh Negara. Bidang militer, yang paling dipertaruhkan dalam persetujuan ini, khawatir oleh lemahnya teknologi jika kekuatan Barat – yang mana sedang mencoba ‘memaksakan kedaulatan bersama’ di wilayah Amazon sejak tahun 1990 – benar-benar melakukan intervensi. Ada juga informasi bahwa Brazil mampu mengembangkan senjata nuklir.
Presiden Paraguay menolak kedatangan Pimpinan militer Amerika Serikat untuk wilayah selatan
Sikap lain dari kedaulatan pemerintah, dalam konteks meningkatnya penolakan terhadap militer Amerika Serikat di anak benua tersebut adalah keputusan Presiden Paraguay Fernando Lugo untuk tidak mengijinkan pasukan Amerika memasuki wilayahnya, pada 17 September 2009, meskipun mereka disertai oleh para professional yang melibatkan diri dalam aksi kemanusiaan. Itu berarti akan ada sekitar 500 tentara Amerika, berdasarkan jumlah orang-orang sipil dan tentara yang beroperasi, jika program tersebut dilaksanakan.
|
Sumber foto: La Revolucion Vive |
Konferensi Afrika-Amerika Selatan
Bukan hanya Negara-negara Amerika Latin saja yang melakukan kerja sama tanpa melibatkan Amerika Serikat, tapi juga, pada saat yang sama, kerja sama antara Amerika Selatan dan Afrika yang semakin meningkat. Pertemuan Negara-negara Afrika dan Amerika Selatan diselenggarakan di Pulau margarita pada bulan September 2009, dihadiri 27 presiden dan kepala Negara. Di situ menyebutkan tentang kembalinya demokrasi dan pemerintahan konstitusional di Honduras, dan usulan untuk membuat gambaran rencana strategis 2010-2012 sebagai kerangka kerja sama antara dua wilayah tersebut.
Banco del Sur
Pada 28 September 2009, usul yang aslinya dibuat oleh Presiden Chavez pertengahan tahun 2006, untuk mendirikan Bank di wilayah selatan (Banco del Sur) membuahkan hasil. Momen bersejarah ini terjadi ketika berlangsung pertemuan Negara-negara Afrika dan Amerika Selatan (ASA – Afrika-South America) yang diselenggarakan di Pulau Margarita, Venezuela, akhir September 2009. Beberapa pemimpin Amerika Selatan yang menghadiri pertemuan tersebut, seperti Hugo Chavez dari Venezuela, Luiz Inácio Lula da Silva dari Brazil, Rafael Correa dari Ecuador, Fernando Lugo dari Paraguay, Evo Morales dari Bolivia, Cristina Kirchner dari Argentina, dan TabarĂ© Váquez dari Uruguay, menandatangani anggaran dasarnya, yang mana kemudian diluncurkan dengan modal awal $7 milyar.
Rencana awalnya adalah untuk menciptakan kesatuan finansial yang beragam di wilayah Amerika Selatan, sebagai alternative dari IMF dan institusi pemberi kredit lainnya yang dikuasai oleh Negara-negara industri. Ide ini kemudian berkembang setelah beberapa kali pertemuan. Ekonom asal Peru, Oscar Ugarteche, tertarik dengan ide dari pembentukan Bank Tersebut, dan berfikir bahwa sejauh dapat memperoleh cadangan devisa dari bank sentral dan menggunakannya secara cermat untuk meningkatkan pembangunan di wilayah-wilayah miskin, juga untuk proyek-proyek sosial dan lingkungan, Bank tersebut bisa menjadi langkah awal menuju kesatuan baru Amerika Selatan.
Bersambung di bag. 2